Program Kartu Pra-Kerja kembali di soal. KPK menilai pelaksanaannya berpotensi diselewengkan, fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara. Perlu dilakukan evaluasi dan dihentikan untuk gelombang selanjutnya.
Sepucuk surat yang ditandatangani Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, yang dialamatkan ke meja Menteri Koordinator Bidang Perekenomian Airlangga Hartarto, menjadi bahasan baru dalam polemik Kartu Pra-Kerja. Kali ini, KPK ikut ambil bagian dalam mengkritisi sistem Kartu Pra-Kerja yang bujetnya mencapai Rp20 triliun dan sudah berjalan tiga gelombang.
Dalam surat bernomor B/2492/LIT.05/01-15/06/2020, bertanggal 2 Juni 2020, itu, KPK menyatakan telah mengkaji dokumen, mewawancarai para pemangku kepentingan, serta mencari informasi lain. Dari hasil kajiannya, KPK mengidentifikasi sejumlah masalah, dari tahap pendaftaran peserta, kemitraan dengan platform digital, hingga materi pelatihan.
Di tahap pendaftaran peserta, misalnya, KPK menilai project management office (PMO) belum memaksimalkan utilisasi NIK untuk validasi peserta. Bahkan, KPK menemukan sebagian besar peserta yang diterima oleh Program Kartu Pra-Kerja ternyata bukan orang yang disasar Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan Badan Penyelenggara (BP) Jamsostek.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menyebut dari 1,7 juta orang yang masuk dalam daftar whitelist Kemenaker dan BP Jamsostek, hanya sekitar 143.000 yang diterima di program Kartu Pra-Kerja. Sedangkan sekitar 9,4 juta pendaftar Kartu Pra-Kerja bukanlah pihak yang disasar oleh program tersebut.
Komisi antirasuah juga menemukan pemborosan dalam pengadaan fitur face recognition. “Penggunaan fitur face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta dengan anggaran Rp30,8 miliar ini tidak efisien. Sebab, penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek sudah memadai,” kata Alex di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Kamis pekan lalu.
Sedangkan untuk aspek kemitraan, KPK menemukan bahwa penunjukan delapan mitra penyedia layanan pelatihan tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa pemerintah (PBJP). Sementara itu, kurasi materi pelatihan tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. Misalnya, dari total 1.895 pelatihan hanya 24% yang dinilai layak, dan dari jumlah itu hanya 55% yang layak diberikan dengan metode daring.
Sementara itu, untuk pelatihan yang dinilai KPK memenuhi syarat baik dari segi materi dan penyampaian secara daring hanya 13% dari 1.895 pelatihan yang diadakan. Lebih jauh, KPK juga membeberkan bahwa pihaknya menemukan adanya konflik kepentingan pada lima platform digital dengan lembaga penyedia pelatihan (LPP).
Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, menjelaskan bahwa potensi konflik kepentingan ini dilihat dari platform digital dengan LPP yang masih satu induk dengan perusahaannya. Sedangkan mekanisme yang berlaku, yakni: LPP mengajukan program ke platform, barulah platform digital yang akan mengkurasi bersama dengan PMO.
Namun kenyataanya platform dengan LPP masih terafiliasi karena satu perusahaan. Tercatat seperti halnya Skill Academy yang masih terafiliasi dengan platform digital Ruangguru atau satu perusahan dari PT Ruang Raya Indonesia. Jumlah pelatihan yang tersedia di Ruangguru sebanyak 277, namun dari jumlah itu sekitar 117 pelatihan tersebut “dikuasai” oleh Skill Academy.
Posisi kedua, ada Pintaria yang menyediakan 199 jenis pelatihan. Tapi, 69 pelatihannya disediakan oleh Haruka Edu di mana keduanya dimiliki perusahaan yang sama, yakni PT Haruka Evolusi Digital Utama. Ketiga, ada platform Sekolah.mu yang menyediakan 210 jenis pelatihan, dan ada 25 pelatihan disediakan oleh platform digital tersebut di bawah naungan PT Sekolah Integrasi Digital.
Lalu keempat, platform MauBelajarApa sudah menyediakan 378 pelatihan, namun 28 pelatihannya sudah disediakan secara mandiri oleh PT Avodah Royal Mulia. Terakhir, platform Pijar Mahir dari PT Telekomunikasi Indonesia ini memiliki 257 pelatihan dan sebanyak 11 konten ia produksi sendiri. “Ini kita soroti. Kita bilang kurasi model begini lemah, karena pengusul dengan yang menetapkan ini sama. Kita total, dari 1.895 pelatihan ada 250 pelatihan yang diusulkan oleh LPP yang sebenarnya ada afiliasi atau kepentingan yang sama dengan platform digital,” Pahala menjelaskan kepada Gatra.
Ditambah lagi, banyak juga materi pelatihan yang tersedia melalui jejaring internet dan tidak berbayar. Dari 327 sampel pelatihan yang diperiksa KPK, hasilnya 89% dari pelatihan tersebut tersedia di internet dan tidak berbayar, termasuk di laman Prakerja.org. Melihat fakta-fakta yang ada, KPK menilai metode pelaksanaan program pelatihan secara daring tersebut berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara. Selain metode pelatihan hanya satu arah, juga karena tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta.
KPK merekomendasikan agar penerimaan peserta Pogram Kartu Pra-Kerja gelombang keempat dihentikan sementara untuk dievaluasi secara menyeluruh. Komisi Antirasuah juga merekomendasikan agar pelaksanaan Program Kartu Pra-Kerja dikembalikan ke kementerian yang relevan, yakni Kemenaker.
Merespons rekomendasi KPK, pemerintah melalui Kemenko Perekonomian langsung segera menggodok revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja melalui Program Kartu Pra-Kerja. Diakui Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi Kemenko Perekonomian, Muhammad Rudy Salahuddin mengatakan, revisi regulasi dilakukan sebagai jawaban pemerintah atas hal-hal yang disoal KPK terkait pelaksanaan Program Kartu Pra-Kerja.
Gerak cepat pemerintah pun diiringi dengan pembentukan tim teknis. “Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun) Darojatun sebagai ketua, pihak Deputi Ekonomi Sesneg sebagai wakil ketua dan saya sendiri sebagai sekretaris tim,” kata Rudy kepada wartawan Gatra Qonita Azzahra
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Pra-Kerja, Denni Puspa Purbasari, menjelaskan sejauh ini untuk peserta kartu prakerja dari batch 1 hingga 3 yang sudah dilaksanakan, jumlah pesertanya mencapai 680.918. “Jadi berapa sebenarnya uang yang sudah keluar dari negara dan itu sudah masuk ke virtual account peserta? Tinggal jumlah saja 680.918 x Rp3.550.000 (sekitar Rp2,4 triliun --Red.),” katanya.
Menurut Denni, semua peserta bisa melihat di dashboard mereka masing-masing. Di mana dana sebesar Rp3.550.000 tidak semuanya untuk pelatihan. Skemanya, Rp1 juta digunakan untuk pelatihan, lalu yang Rp2,4 juta adalah untuk insentif (dicairkan Rp600.000 per bulan) Sedangkan Rp150.000 sebagai insentif pengisian survei.
***
Sementara itu, Pendiri sekaligus Direktur Produk dan Kerja Sama Ruangguru, Iman Usman, mengapresiasi dan mendukung upaya KPK dalam menjalankan fungsi pengawasan guna memastikan transparansi dan pelaksanaan prosedur yang sesuai dengan peraturan. Sebagai mitra platform, pihaknya juga berkomitmen untuk selalu mematuhi pedoman, kebijakan pemerintah, serta undang-undang yang berlaku.
Iman pun membantah kalau ada konflik kepentingan di dalam menjadi mitra Kartu Pra Kerja. Menurutnya, apa yang dilakukan pihaknya sudah sesuai mekanisme pasar. Seperti di mana setiap lembaga pelatihan menentukan harga materi sesuai dengan nilai yang ditawarkan.
Kemudian, Skill Academy akan mengajukan keseluruhan kelas dari lembaga pelatihan yang bersangkutan bilamana sudah memenuhi persyaratan administrasi yang diatur oleh PMO. “Persetujuan akhir semua kelas dari semua lembaga pelatihan dalam program prakerja ditentukan oleh PMO, dan bukan oleh platform, sehingga tidak ada konflik kepentingan yang dimaksud,” tuturnya kepada Ryan Puspa Bangsa dari Gatra.
Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mendukung langkah KPK yang menyurati Kemenko Perekonomian. "Menurut saya, apa yang disampaikan KPK tersebut sudah menjawab sebagian pertanyaan masyarakat. Ini adalah bagian dari program pencegahan yang dilakukan KPK. Temuan KPK ini tetap aktual dan layak untuk ditindaklanjuti," kata Saleh kepada wartawan Gatra M. Guruh Nuary.
Bahkan ia dengan tegas menyatakan sedari awal pihaknya sudah meminta agar kartu Pra Kerja dihentikan. “Anggarannya bisa direalokasi untuk kebutuhan bantuan sosial di masa pandemi ini. Dengan begitu, masyarakat lebih dapat merasakan manfaatnya lebih luas,” Wakil Ketua Fraksi PAN DPR RI itu menambahkan.
Tak jauh berbeda dengan Saleh, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah juga mengatakan bahwa hasil kajian KPK sudah menggambarkan cukup jelas bagaimana Program Kartu Prakerja ini memiliki persoalan. Ia berharap KPK tidak hanya berhenti pada kajian belaka, tetapi juga melakukan proses penyelidikan jika memang ada dugaan bahwa potensi kerugian negara itu muncul di dalam proyek tersebut.
ICW juga mendedah temuannya, yakni semisal dari 850 jenis pelatihan yang diselenggarakan oleh 147 LPP, ternyata ada 111 berbentuk lembaga dan 36 berbentuk individu. Untuk 36 lembaga pelatihan yang berbentuk individu, seluruhnya terdaftar di Skill Academy. Di mana 10 di antaranya merupakan individu yang masih terkait dengan Ruangguru dan Skill Academy.
Di antaranya ada nama Iman Usman selaku Pendiri dan Direktur Produk dan Kerja Sama Ruangguru, Arman Wiratmoko selaku Vice President of Corporate Strategy and Finance Ruangguru, dan Adilla Inda Diningsih selaku SVP Sales dan Marketing Ruangguru. Padahal, dalam Pasal 25 ayat (1) Permenko Nomor 3 Tahun 2020, disebutkan bahwa pelatihan diselenggarakan oleh Lembaga Pelatihan yang dimiliki swasta, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau pemerintah. Dalam aturan tersebut, tidak pernah dijelaskan mengenai lembaga pelatihan yang bersifat individu.
Gandhi Achmad
Direktur Pencegahan KPK
Pahala Nainggolan
Kalau Semi-Bansos Jangan Begitu Amat Caranya!
Persoalan Program Kartu Pra-Kerja direspons serius oleh KPK. Banyak temuan di lapangan yang menunjukkan adanya persoalan dan potensi kerugian negara. Karena itu, KPK pun langsung mengirimi surat Kemenko Perekonomian dan meminta agar program tersebut dihentikan sementara dan dievaluasi kembali untuk pembenahan.
Di beberapa kesempatan dan melalui pesan WhatsApps, Direktur Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, menjawab beberapa pertanyaan wartawan Gatra Wahyu Wachid Anshory tentang evaluasi pelaksanaan Kartu Pra-Kerja ini. Berikut petikanya:
Apakah Program Kartu Pra-Kerja efektif membantu para pekerja yang terkena PHK?
Jadi kenapa KPK enggak mempersoalkan tentang efektivitasnya, karena waktu Pak Menko (Menteri Koordinator Bidang Perekenomian Airlangga Hartarto) datang paparan sesudah rapat dengar pendapat dengan DPR, disebut bahwa ini (Kartu Pra-Kerja) semi-bansos, bergeser dari besarnya insentif Rp1 juta dari materi pelatihan; karena diarahkan semi-bansos jadi berubah. Kita bilang, ya sudah buat apa ditanya lagi ini efektif atau enggak. Apalagi kalau ada ditanya ini ditampung di dunia kerja apa enggak, ini lebih jauh lagi. Jadi kita fokus ke sejutanya (besaran dana untuk pelatihan).
Anggaran Rp30 miliar untuk face recognition itu berlebihan?
Mereka mengajukan face recognition yang sekarang dipakai BIN sama Polri. Ini berlebihan. Face ini buat apa? Buat mastiin bahwa ini orang benar? Kalau NIK diverifikasi ke Dukcapil keluar itu sudah pasti benar. Enggak ada NIK ganda. Mereka menganggarkan Rp30 miliar, dan kita sarankan enggak usah face rocgnition, asal diverifikasi dukcapil sudah pasti benar
Bagaimana konflik kepentingan dari platform dan LPP?
Soal platform yang memiliki LPP ini memang kita soroti. Jadi kan mekanismenya LPP ini usulin pelatihan ke platform. Misal saya punya pendidikan ini-ini dan platform mengkurasi dengan PMO. Logikanya kalau dia sudah terafiliasi atau satu PT (perseroan terbatas) dia pasti oke. Kita bilang kurasi model begini lemah, karena pengusul dengan yang menetapkan ini sama.
Berapa nilai potensi kerugian negara di Kartu Pra-Kerja
Kita enggak menghitung sejauh itu. Soalnya detail pelatihan yang diambil peserta tidak ada data-datanya. Misalkan 89% pelatihan yang berada di mitra platform digital ternyata ada yang gratis (di YouTube atau lainnya). Belum tentu otomatis rugi negara kalau pelatihan yang berbayar ini ternyata enggak diambil atau dipilih oleh peserta.
Apakah sudah tepat sasaran manfaat model Kartu Pra-Kerja Ini?
Caranya repot, kalau saya enggak mau ambil pelatihan yang Rp1 juta, ambil Rp200.000 saja. Saya puter sambil saya ngapain gitu, video selesai keluar sertifikat dan insentif (uang). Kalau semi-bansos jangan begitu amat caranya. Memang dijanjikan sesudah pandemi, maka akan lebih banyak yang pelatihan offline.
Makanya Sisnaker, salah satu platform, dia kan cuma sedikit pelatihannya. Cuma 85 yang ditawarin. Karena Sisnaker yang punya Kemenaker lewat BLK itu lebih banyak offline daripada pelatihan kerja beneran. Makanya waktu Pak Menko bilang nanti kalau sudah [pandemi] ini akan bergeser bisa lebih banyak yang offline. Karena sekarang enggak bisa semua di online, ya enggak perlu-perlu juga.
-----------------g -----------------