
Jakarta, gatra.net - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengevaluasi pengangkatan setidaknya 2 prajurit TNI dan 3 perwira Polri aktif menjadi komisaris utama dan komisaris di BUMN.
"Mendesak Kementerian BUMN untuk mengevaluasi kebijakan pengangkatan prajurit dan perwira aktif dalam jajaran BUMN dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, khususnya UU TNI dan UU Polri," demikian pernyataan sikap Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Minggu (21/6).
Selain itu, koalisi juga mendesak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) untuk menjalankan reformasi TNI dan Polri secara konsekuen sebagaimana amanat reformasi.
"[Kemudian] Tap MPR No. VI dan VII Tahun 2000, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI," ujarnya.
Selanjutnya, koalisi mendesak pemerintah untuk tidak menggunakan pendekatan keamanan dalam penanganan konflik antara BUMN dan masyarakat dengan tidak mengangkat prajurit TNI dan Polri aktif ke jajaran pejabat atau komisaris BUMN.
"Meminta Ombudsman RI melakukan investigasi kemungkinan pelanggaran mal-administrasi dalam kebijakan pengangkatan perwira aktif dalam jajaran BUMN," kata koalisi.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai pengangkatan angkota TNI dan Polri aktif sebagai komisaris dan komisaris utama di BUMN melanggar perundang-undangan karena posisi tersebut tidak termasuk dalam jabatan yang dikecualikan dalam UU, khususnya UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI) dan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
"Kebijakan pengangkatan sejumlah prajurit TNI aktif dalam jajaran BUMN bertentangan dengan Pasal 47 Ayat (1) UU TNI," kata koalisi.
Pasal tersebut mengamanatkan bahwa prajurit TNI aktif hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Meski demikian, terdapat pengecualian bagi jabatan-jabatan sipil tertentu untuk dapat diduduki oleh prajurit aktif dalam rangka tugas perbantuan TNI kepada pemerintahan sipil dalam kerangka operasi militer selain perang (OMSP) sebagaimana diatur Pasal 7 Ayat (2) dan (3) UU TNI.
Adapun jabatan yang dikecualikan tersebut adalah pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik Nasional, dan Mahkamah Agung (MA).
"Merujuk pada Pasal 47 Ayat (2) UU TNI, jabatan dalam BUMN tidak termasuk dalam pengecualian jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit aktif," ujarnya.
Pengaturan yang sama juga diamanatkan Pasal 28 Ayat (3) UU Polri yang menyatakan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
"Kami memandang, pengangkatan sejumlah prajurit dan perwira aktif TNI-Polri tidak sesuai dengan peran dan fungsi TNI dan Polri sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan," tandasnya.