
Jakarta, gatra.net - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai pengangkatan prajurit TNI dan perwira Polri aktif sebagai pejabat di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melanggar hukum.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan dalam pernyataan persnya, Minggu (21/6), mencatat bahwa Kementerian BUMN setidaknya mengangkat 2 prajurit TNI dan 3 perwira Polri aktif menjadi komisaris utama (komut) dan komisaris di masing-masing BUMN sepanjang tahun 2020?.
Penangkatan tersebut melawan hukum karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, khususnya UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI) dan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri).
"Kebijakan pengangkatan sejumlah prajurit TNI aktif dalam jajaran BUMN bertentangan dengan Pasal 47 Ayat (1) UU TNI," kata koalisi.
Pasal tersebut mengamanatkan bahwa prajurit TNI aktif hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Meski demikian, terdapat pengecualian bagi jabatan-jabatan sipil tertentu untuk dapat diduduki oleh prajurit aktif dalam rangka tugas perbantuan TNI kepada pemerintahan sipil dalam kerangka operasi militer selain perang (OMSP) sebagaimana diatur Pasal 7 Ayat (2) dan (3) UU TNI.
Adapun jabatan yang dikecualikan tersebut adalah pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik Nasional, dan Mahkamah Agung (MA).
"Merujuk pada Pasal 47 Ayat (2) UU TNI, jabatan dalam BUMN tidak termasuk dalam pengecualian jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit aktif," ujarnya.
Pengaturan yang sama juga diamanatkan Pasal 28 Ayat (3) UU Polri yang menyatakan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
"Kami memandang, pengangkatan sejumlah prajurit dan perwira aktif TNI-Polri tidak sesuai dengan peran dan fungsi TNI dan Polri sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan," tandasnya.
Pasal 5 UU No. TNI, menyatakan: TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Sedangkan Pasal 2 UU Polri menyatakan: Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Peran dan fungsi TNI-Polri sebagaimana disebutkan, tidaklah berkait dengan maksud dan tujuan pendirian BUMN yaitu memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya, mengejar keuntungan, menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak, menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi, turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan, ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat sebagaimana Pasal 2 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Adapun Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan di antaranya Ikhsan Yosarie dari Setara Institute, Andi Muhammad Rezaldy dari KontraS, Muhammad Rasyid Ridha dari LBH Jakarta, Jesse Adam Halim dari HRWG, dan Ardi Manto Adiputra dari Imparsial.
Soal pandangan ini, gatra.net berupaya meminta tanggapan Stafsus Menteri BMUN, Arya Sinulingga. Namun yang bersangkutan belum merespons pesan tertulis yang dikirimkan ke nomor gawainya.