
Jakarta, gatra.net - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, bependapat bahwa banyaknya kontastan pilpres sebagai konsekuensi dari penghapusan ambang batas atau Presidential Threshold (PT) tidak akan memunculkan masalah.
Pasalnya, kata Refly dalam webbinar akhir pekan ini, aturan atau ketentuan tentang syarat dua putaran pilpres akan "mengeliminasi" banyaknya capres dan akan menghasilkan siapa yang terpilih.
"Kalau banyak capres dan cawapres kenapa Kan konstitusi kita sudah mengunci 2 putaran saja," ujarnya dalam webbinar bertajuk Ambang Batas Pilpres, Kuasa Uang dan Presiden Pilihan Rakyat gelaran Voice for Change.
Melalui ketentuan tersebut, lanjut Refly, maka jika pada putaran pertama tidak ada kandidat yang mendapatkan suara 50+1%, maka dilanjutkan ke putaran kedua atau run of selection. Nantinya, siapapun peraih suara terbanyak, itulah yang terpilih.
Namun, banyak masyarakat awam tidak mengetahuinya, sehingga mengira banyaknya kontestan akan membuat pilpres berlangsung lama. Padahal, siapapun yang meraih suara terbanyak secara sah, itulah pasangan terpilih.
Sedangkan soal pandangan bahwa jika ambang batas diturunkan atau dihilangkan akan memudahkan partai politik (parpol) yang lolos ke Senayan untuk mengajukan capres, Refly menilai itu keliru. Sebab, selain syarat PT, ketentuan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengajukan capres tidaklah gempang sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Pemilu sebelum revisi.
"Apabila kembali ke persyaratan 6A [UU Pemilu] itu, paslon diusulkan parpol peserta pemilu sebelumnya, itu buat bisa jadi peserta pemilu itu susah. Itu harus diverifikasi, punya kantor cabang di seluruh provinsi dan 75% kabupaten kota, tak heran pemilu kemarin hanya 16 yang lolos," ujar Refly.
Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur putaran kedua. Ketentuan tersebut terdapat dalam Bab XII tentang Penetapan Perolehan Kursi dan Calon Terpilih dan Penetapan Pasangan Calon Terpilih. Berikut petikannya:
Bagian Kesatu
Penetapan Perolehan Suara Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 416
(1) Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.
(2) Dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 2 (dua) Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
(3) Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 2 (dua) Pasangan Calon, kedua Pasangan Calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
(4) Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 3 (tiga) Pasangan Calon atau lebih penentuan peringkat pertama dan kedua dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang.
(5) Dalam hal perolehan suara terbanyak kedua dengan jumlah yang sama diperoleh oleh lebih dari 1 (satu) Pasangan Calon penentuannya dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang.
Seperti diketahui, usulan kenaikan ambang batas pencalonan presiden memunculkan berbagai pandangan partai politik (parpol) dan mewarnai revisi UU Pemilu yang akan segera dibahas di parlemen.
Sejumlah partai mengusulkan pandangan awalnya. PKS menginginkan turun menjadi 5%, NasDem mengharapkan15%, dan PKB 10%. Sementara itu, PAN memilih skema setiap parpol di Senayan bisa ajukan presiden. Sedangkan parpol lainnya belum menunyampaikan pandangan awalnya.