Home Politik Menakar Peluang Prabowo pada 2024 

Menakar Peluang Prabowo pada 2024 

Prabowo Subianto didaulat kembali menjadi Ketum Gerindra dan capres pada 2024 oleh semua pengurus DPD. Meski masih nangkring di urutan teratas, elektabilitas Prabowo turun signifikan. Menurun, tetapi masih tinggi di antara tokoh lainnya.


Suara seluruh Dewan Pengurus Daerah (DPD) Gerindra bulat dalam rapimnas virtual yang digelar 4 Juni lalu. Satu per satu pengurus daerah dari 34 provinsi angkat bicara dan sepakat meminta Prabowo Subianto kembali menjabat sebagai Ketua Umum dan Ketua Dewan Pembina Gerindra sampai 2025.

Tidak hanya itu, 34 DPD Gerindra juga satu suara meminta Prabowo kembali maju menjadi calon presiden (capres) pada Pilpres 2024. Dukungan itu bulat dan tidak terpecah ke tokoh lain. "Bukan suara dukungan Pak Prabowo yang turun ke Anies, Sandiaga, atau yang lain. Justru mereka secara terbuka memberi dukungan pada Prabowo," kata Sekretaris DPD Gerindra DIY, Dharma Setiawan, kepada GATRA, Senin lalu.

Sebagai contoh, Dharma menirukan dukungan yang dilontarkan Sandiaga Uno di penghujung Rapimnas. Bekas cawapres Prabowo ini secara terbuka mendoakan Prabowo agar tetap sehat dan semangat dalam memimpin Gerindra.

Ketua DPD Gerindra Sumatera Utara (Sumut), Gus Irawan Pasaribu, menilai bahwa partainya harus mengambil peluang mengusung Prabowo untuk menang di pilpres 2024. Kekalahan pada pilpres 2019 dinilai sebagai utang yang harus dilunasi pada 2024.

Menurut mantan Direktur Bank Sumut tersebut, Prabowo adalah sosok yang tidak tertandingi pada 2024 nanti. "Karena kalau melihat di Pilpres 2019 yang lalu juga semestinya kemenangan itu ada di Prabowo Subianto. Karena itu, ada rasa berutang atas kemarin di pemilu lalu, karena hasil itu berbeda dengan apa yang kita tangkap di lapangan," katanya kepada GATRA.

***

Urusan elektabilitas, Prabowo bertengger di posisi tertinggi. Meski begitu, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi, mengatakan bahwa berdasarkan hasil survei lembaganya, level permainan di wilayah pemilihan presiden 2024 menjadi lebih kompetitif.

Hal tersebut dapat dilihat dari elektabilitas salah satu calon terkuat pilpres 2024, Prabowo Subianto, turun secara signifikan. Namun masih teratas. Berdasarkan data survei yang dilakukan Februari 2020 lalu, elektabilitas Prabowo berada di posisi tertinggi dengan angka 22%. Lalu pada Mei 2020, sudah mulai terjun ke angka 14%.

"Di bulan Februari, meski Prabowo perolehan angka elektabilitas masih di bawah perolehan di 2019, namun perolehannya masih unggul dari yang lain. Sekarang, ada 3 sampai 5 nama yang secara statistik peluangnya bisa berimbang," kata Burhan saat dihubungi Ucha Julistian Mone dari GATRA, Jumat pekan lalu.

Perubahan peta elektoral tersebut, banyak dipengaruhi faktor pandemi COVID-19 yang melanda Tanah Air selama 2-3 bulan belakangan. Hal ini pula yang memengaruhi turunnya elektabilitas Prabowo dalam survei Mei 2020. Burhan mengatakan, soal visibilitas tokoh atau calon-calon kontestan pilpres banyak dilirik dari langkah-langkah mereka menanggulangi pandemi di wilayah pemerintahan masing-masing.

Oleh karena itu, banyak yang tidak melihat peran Prabowo. Meski berposisi sebagai Menteri Pertahanan, tupoksinya tidak berada pada wilayah mengurusi COVID-19. Visibilitas ini yang kemudian menjelaskan mengapa elektabilitas Prabowo turun. Hal sama juga terjadi pada sosok seperti Sandiaga Uno, Mahfud MD, dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Di sisi lain, COVID-19 malah memunculkan nama-nama kepala daerah, khususnya di Pulau Jawa, sebagai calon yang layak diperhitungkan pada 2024. Mulai dari sosok Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, hingga Anies Baswedan yang menjadi perhatian publik. Apalagi daerah mereka menjadi episentrum penyebaran virus corona dan pelaksanaan PSBB.

Burhan menuturkan, berdasarkan data survei pemilih ketika cross-check, ada sebuah wilayah pemilih yang telah dipenuhi oleh sosok-sosok yang terdaftar dalam surveinya. Wilayah pemilih tersebut adalah wilayah pemilih Prabowo pada pilpres 2019. Diibaratkan kolam, kolam pemilih Prabowo di 2019 sudah diperebutkan banyak tokoh: ada Prabowo, Anies, Sandiaga, Gatot Nurmantyo, dan AHY. Adapun kolam pemilih Jokowi di tahun 2019, saat ini masih kosong dan belum banyak sosok yang bermain di sana.

***

Wakil Ketua Umum (Waketum) Gerindra, Arief Poyuono, mengatakan bahwa Prabowo dipilih lagi sebagai ketua umum bukan tanpa sebab. Prabowo sangat dibutuhkan Gerindra, tidak hanya sebagai sosok perekat, tetapi juga sebagai kandidat kuat capres 2024. "Artinya, memang setiap Ketua Umum Gerindra itu pasti akan jadi calon presiden, ya," ujarnya saat dihubungi M. Guruh Nuary dari GATRA.

Untuk mencapai itu, Gerindra sadar butuh kerja keras. Pada 2024 akan muncul banyak pesaing yang kuat, cukup muda, baru, dan fresh. Apalagi, banyaknya pemilih milenial lebih dari 50% yang perlu disasar.

Yang perlu menjadi perhitungan, yaitu jika pemerintahan Jokowi-Ma"ruf dinilai jelek, Prabowo juga akan berpeluang kalah karena akan memengaruhi suara Gerindra pada 2024. Hal ini karena penilaian masyarakat akan melihat Gerindra sebagai satu kesatuan dengan pemerintahan. "Efeknya, ya ke suara partai. Kalau Pak Prabowo kalah akan anjlok, karena masyarakat kan menilainya kita ada di pemerintahan. Suksesnya pemerintahan Jokowi-Ma"ruf, itu akan menentukan apakah Pak Prabowo akan terpilih menjadi presiden atau tidak," ucap Arief.

Direktur Eksekutif Lembagas Survei Indonesia (LSI), Djayadi Hanan, mengatakan bahwa hasil survei memperlihatkan secara umum masih ada dukungan potensial kepada Prabowo sebagai calon presiden. Ia mencatat, ada dua hal yang perlu dilihat. Pertama, meskipun memimpin, tetapi angka yang diraih Prabowo tidak dominan. Paling tinggi raihannya sekitar 20%. "Soal lain kalau elektabilitasnya mencapai 50%. Posisi saat ini masuk akal karena kita baru berjarak satu tahun dari pilpres 2019, sementara peta siapa saja yang akan bertarung pun belum ada," tuturnya.

Sebagai satu-satunya yang pernah bertarung pada pilpres sebelumnya, elektabilitas Prabowo jika dibanding tahun 2019 jauh menurun. Dalam catatan Djayadi, melorot dari 45% menjadi sekitar 20%. Beberapa survei terbaru bahkan merujuk angka yang lebih menyusut lagi, yakni sekitar 14%.

Catatan kedua, pilpres 2024 masih jauh, empat tahun lagi. Akan tetapi, jika melihat nama-nama yang beredar, kira-kira yang akan bertarung merupakan generasi baru kepemimpinan nasional, bukan generasi Prabowo. Pada 2024, boleh jadi akan bercokol nama-nama seperti Anies, Ridwan Kamil, Ganjar, Khofifah, AHY, yang merupakan generasi baru kepemimpinan nasional dan lebih muda.

Saat ini, menurut Djayadi, pendukung Prabowo pada 2019 lalu sudah banyak yang berubah pikiran. Pertama, kemungkinan karena punya calon yang lebih muda dan lebih baru. Kedua, banyak yang kecewa dengan bergabungnya Prabowo ke kubu Jokowi.

Namun di luar itu semua, kata Djayadi, sampai hari ini Gerindra masih identik dengan Prabowo. "Dan figur Prabowo merupakan magnet utama untuk memelihara dukungan terhadap Gerindra," ujarnya.

Gandhi Achmad, Arif Koes Hernawan (Yogyakarta), dan Baringin Lumban Gaol (Medan)

10 Besar Survei Pemilihan Presiden dari Indikator Politik Indonesia per Mei 2020

1. Prabowo Subianto 14,1% (survei Februari 22,2%)

2. Ganjar Pranowo 11,8% (survei Februari 9,1%)

3. Anies Baswedan 10,4% (survei Februari 12,1%)

4. Ridwan Kamil 7,7% (survei Februari 3,8%)

5. Sandiaga Salahuddin Uno 6,0% (survei Februari 9,5%)

6. Agus Harimurti Yudhoyono 4,8% (survei Februari 6,5%)

7. Khofifah Indar Parawansa 4,3% (survei Februari 5,7%)

8. M Mahfud Md 3,3% (survei Februari 3,8%)

9. Gatot Nurmantyo 1,7% (survei Februari 2,2%)

10. Erick Thohir 1,6% (survei Februari 1,9%)

Sumber: Indikator Politik Indonesia, diolah