Home Ekonomi Asosiasi: Harga Komoditas Pertanian Harus Dievaluasi

Asosiasi: Harga Komoditas Pertanian Harus Dievaluasi

Jakarta, gatra.net - Ketua Asosiasi Hortikultura Indonesia, Anton Muslim Arbi mengatakan, pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap penurunan harga komoditas pertanian. Pasalnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sub sektor tanaman pangan mengalami penurunan sebesar 0,54% dan sub sektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 2,30%. Penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) ini lantaran adanya penurunan harga di beberapa komoditas.

“Karena memang dari dulu sebelum pemerintahan Jokowi ini masih zaman SBY, itu ada penandatanganan bilateral dan multilateral. Misalnya dengan ASEAN, perdagangan bebas. Kemudian memang menjadi persoalan yang mana belakangan ini dibicarakan Faisal Basri sebagai pengamat ekonom senior, bahwa kita menerima atau misalnya melakukan impor produk pertanian mencapai Rp30 triliun. Ini kan suatu angka yang luar biasa besar,” katanya di Jakarta, Minggu (7/6).

Menurutnya, hal ini menunjukkan besarnya kebutuhan konsumsi komoditas pertanian di pasar domestik. Dikhawatirkan, terdapat kartel yang bermain di sektor komoditas pertanian ini, lantatan meski kebutuhan pasar sangat besar, tapi data BPS malah menunjukkan penurunan.

“Saya khawatir ini ada semacam kartel yang bermain. Kartel ini kan maaf ya, itu mudah sekali kartel memanfaatkan permainan ini untuk menggenjot hasil-hasil pertanian itu dari luar impor kemudian ada rente yang didapatkan, lalu rente-rente itu jadi biaya-biaya politik dan lain sebagainya. Ini juga menjadi masalah,” jelas Anton.

Kementerian Pertanian (Kementan) juga menyatakan upaya penanganan pangan dengan menyiapkan tiga strategi saat menghadapi new normal atau kenormalan baru. Adapun, peningkatan nilai tukar petani (NTP) akan masif dilakukan dengan menaikkan harga jual gabah sehingga target penambahan NTP menjadi 103 poin, lebih tinggi dari sebelumnya yang hanya sebesar 102,09 poin.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menerangkan strategi pertama yakni agenda SOS, atau emergency yang ditemukan ketika harga ayam sempat jatuh beberapa waktu lalu. Bagi peternak, ayamnya akan dibeli oleh mitra dan difasilitasi penyimpanan berpendingin oleh pemerintah.

Dia menegaskan, penurunan NTP bukan disebabkan oleh hasil produksi petani tidak akurat. Namun, karena dampak COVID-19 yang menyebabkan pelambatan transportasi, distribusi, dan pembatasan berbagai akselerasi kemasyarakatan.

Karena adanya berbagai pembatasan dalam menghadapi Pandemi COVID-19 menyebabkan NTP mengalami penurunan dan harus ada solusi penyikapan yaitu membangun stok penyangga atau buffer stock untuk 11 komoditas pangan, lalu pengembangan pasar dan toko tani, jaring pengaman sosial bagi petani, menjaga stabilitas harga. Strategi kedua agenda jangka menengah yaitu memaksimalkan ekspor dengan mengintervensi industri agrikultur agar tidak memecat karyawannya. Juga relaksasi terhadap padat karya melalui pemberian bibit atau benih sehingga produksi komoditi tetap berjalan.Ada juga agenda jangka panjang yaitu meningkatkan produksi pertanian.

1273