Home Ekonomi New Normal, Ekonom: Pilihan Tepat Untuk Keluar dari Krisis

New Normal, Ekonom: Pilihan Tepat Untuk Keluar dari Krisis

Jambi, gatra.net - Ekonom sekaligus mantan Anggota DPR RI Komisi Keuangan dan Perbankan, Usman Ermulan menyambut baik rencana pemerintah Joko Widodo menghadapi pandemi COVID-19 dengan new normal. 

Menurut Usman, pandemi ini sangat berdampak serius. Bahkan, ancamannya adalah krisis ekonomi. Pemicunya bukan faktor keuangan ataupun bisnis, tapi masalah penerapan protokol kesehatan.

Tatanan kehidupan New normal tergantung lagi kesiapan pemerintah. Untuk hidup berdampingan dengan virus Corona harus dijalani. Sebab vaksin belum ditemukan hingga sekarang. 

Usman berharap, pemerintah bisa tegas menjalankan aturan atau protokol kesehatan ditengah aktivitas masyarakat. Jika tidak, justru sebaliknya, terjadi lonjakan kasus positif virus Corona.

"Karena nyawa manusia tidak dapat di nilai," ujar Usman kepada gatra.net, Rabu (27/5).

Usman menyarakan, new normal lebih mewaspadai defisit neraca perdagangan pada bulan-bulan mendatang. Sejak Januari hingga pertengahan Mei 2020, neraca perdagangan Indonesia dari sektor non migas masih mengalami surplus. Prestasi ini bisa dipertahankan dan ditingkatkan lagi.

"Yang harus dilakukan dengan mendorong ekspor agar tumbuh lebih kencang. Saya setuju dengan new normal tapi pemerintah tak membuka impor yang berlebihan. Pemerintah harus bisa menahan dan mengatur barang-barang impor yang sifatnya konsumtif. Apabila salah mengendalikan niscaya akan menghancurkan neraca perdagangan," kata Usman.

Eks Bupati Tanjab Barat dua periode ini menceritakan, bahwa situasi krisis ekonomi 1998 merupakan ketidakmampuan pemerintah Indonesia mengatasinya. Bahkan, Indonesia harus mencari bantuan keuangan dari Dana Moneter Internasional (DMI) atau IMF. 

Saat itu,  Current Account Devisit (CAD) hanya mampu membiayai tiga setengah bulan saja. Sekarang CAD bisa bertahan tujuh bulan kedepan.

"Jika kondisi krisis ini terjadi lagi, negara-negara luar bisa tak ada kepercayaan ke swasta maupun negara kita, yang ada kembali pada situasi 1998. Pada waktu itu Indonesia masih bisa selamat karena dibantu oleh IMF. Kalau sekarang apakah masih bisa? dengan jumlah utang luar negeri yang terus bertambah," ucap Usman.

695