Kemensos gandeng KPK untuk pengawasan penyaluran dana Bansos pandemi Covid-19. Presiden meminta bantuan segera didistribusikan sambil benah-benah data penerima.
Masih ditemukan banyak distribusi bantuan sosial (bansos) tidak tepat sasaran di masa wabah COVID-19. Salah satu penyebabnya, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) amburadul. Mayoritas pemerintah daerah tidak pernah memperbarui DTKS.
Belum beres perkara satu data, muncul jenis bansos lain: Bantuan Presiden. Menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, bantuan ini merupakan arahan Presiden Joko Widodo. Sasarannya, yaitu masyarakat yang belum terdaftar di dalam DTKS.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang persoalan DTKS dan Bantuan Presiden, berikut kutipan wawancara Menko PMK dengan Wartawan GATRA Qonita Azzahra, yang dilakukan dalam dua kali kesempatan, pekan lalu:
Apa saja jenis bansos di tengah wabah COVID-19?
Untuk yang reguler, ada Program Sembako, Program Keluarga Harapan (PKH), dan Kartu Prakerja, yang sekarang menjadi domain dari Bapak Menko Perekonomian. Nonreguler, ada bantuan subsidi listrik, bantuan langsung tunai desa, dan bantuan sosial tunai.
Khusus untuk DKI dan sekitarnya, ada Bantuan Presiden (Banpres) berupa sembako. Sebagian lagi dalam bentuk Bantuan Sosial Tunai (BST) senilai Rp600.000 yang berlangsung mulai April sampai Juni 2020 di luar Jabodetabek.
Sasaran Bansos Presiden siapa saja?
Sesuai dengan arahan Bapak Presiden, mohon diutamakan mereka yang belum terdaftar di dalam DTKS, karena kalau sudah ada yang di dalam DTKS, itu otomatis dia sudah akan mendapatkan skema yang ada. Misalnya ada PKH, ada bantuan langsung tunai untuk sembako, dan bahkan ditambah nilainya.
Target kita, tanggal 5 (Mei) nanti sudah kelar semua untuk DKI dan tanggal 5 itu juga kita mulai start untuk beroperasi di wilayah Bodetabek. Oleh karena itu, kalau tadi dari Depok bilang belum terima, ya memang kita belum distribusi. Mohon kesabarannya. Karena PSBB-nya juga belakangan, kan. Ini DKI yang kita utamakan dulu.
Apa bedanya penerima bansos DTKS dan non-DTKS?
DTKS ada di Kemensos dan itu sudah digunakan untuk menyalurkan bantuan-bantuan reguler, yang selama ini sudah diberikan kepada masyarakat, antara lain adalah PKH dan kartu sembako. Untuk penerima reguler yang ada di DTKS dinaikkan nilai bantuan dan kuota, dalam rangka untuk jaring pengaman sosial COVID-19 ini.
Atas perintah Bapak Presiden, pemerintah juga mengumpulkan data yang di luar DTKS. Sasarannya apa? Yaitu mereka yang sekarang tiba-tiba menjadi miskin. Terutama yang mereka kena PHK, yang PHK ini cukup besar. Kemudian juga pedagang-pedagang kecil. Jadi, UMKM, terutama yang ultra mikro, yang kemudian tiba-tiba mata pencahariannya hilang, termasuk buruh harian, pekerja harian, ini adalah menjadi sasaran utama dari pengumpulan data di luar DTKS.
DTKS dan non-DTKS masih berantakan. Apakah distribusi bansos pun bermasalah?
Ini memang sebagian sudah terkumpul, tapi sebagian masih dalam proses. Walaupun demikian, kami juga tidak menunggu sampai data itu terkumpul. Semua data sudah ada, langsung kita turunkan untuk bantuan-bantuan itu. Kemudian khusus untuk wilayah DKI dan Jabodetabek, ini menjadi prioritas pemerintah. Karena apa? Karena kebijakannya seiring dilakukan dengan kebijakan pemerintah, untuk membatasi dengan PSBB.
Munculnya kasus, tentu saja ada satu atau dua yang berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Makanya, kami berharap kerja sama dari mass media untuk selalu mengekspos kalau terjadi ketidakberesan atau kekurangtepatan. Itu menjadi bahan yang sangat penting bagi kami, agar kami segera bisa respons.
Bagaimana strategi Anda agar tidak terjadi penyelewengan bansos?
Untuk memastikan penyalurannya dengan baik, kami juga sudah kerja sama atau menggandeng KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk bersama-sama melakukan monitoring penyaluran bansos, termasuk untuk memastikan bahwa kemarin sudah ada kesepakatan antara kementerian-kementerian di bawah koordinasi Kemenko PMK dan KPK.
Mengenai DTKS, yaitu data terpadu kesejahteraan sosial. Yang kedua, juga dimungkinkan atau dibolehkan megambil data yang ada di luar DTKS. Dengan catatan harus segera terkonfirmasi secara baik, mulai dari tingkat bawah, yaitu RT, RW, kelurahan, hingga tingkat kabupaten, untuk memininalkan kesalahan penyaluran. Kenapa? Karena pemberian bantuan ini memang diperluas. Tidak hanya yang ada di dalam DTKS, tapi juga di luar DTKS.
Bagaimana strategi Anda agar pembagian bansos pemerintah pusat dan daerah tidak tumpang tindih?
Karena memang programnya sangat cepat, mendadak, dan itu memang mereka ini tidak masuk di dalam DTKS. Memang, ya harus dicari. Sekarang pun kita masih terus menyempurnakan ini, data-data. Harus saya akui, bahwa data belum betul-betul bagus, tetapi tidak berarti kita harus nunggu sampai datanya bagus, baru diberi. Ya, mereka sudah kelaparan, kok. Karena ini sudah kita antisipasi, data enggak lengkap enggak apa-apa, yang penting segera dibagi, sambil kita benahi nanti datanya.
Saya mohon untuk RT, RW, betul-betul mendata warganya yang membutuhkan. Dari pihak warga, saya mohon kesadarannya, kalau memang dia sudah mampu dan ada warga lain yang lebih membutuhkan, tidak apa-apa itu dialihkan. Jangan sudah mampu, merasa tidak mampu. Nanti Tuhan bisa membikin tidak mampu bener.
Jika persoalan satu data tidak selesai, bagaimana pemerintah menjamin distribusi bansos tidak tumpang tindih?
Jadi, jangan terlalu berpegang kaku pada data, karena yang tahu persis siapa yang butuh lebih memerlukan, itu RT/RW. Oleh karena itu, saya senang sekali, setiap turun ke lapangan, ada RT/RW, ada relawan, ada dari kelurahan. Itu berarti di lapangan sudah sangat kompak. Kita percaya betul pada data yang dihimpun oleh RT/RW dan kelurahan.
Sementara mengenai bantuan yang belum tepat sasaran, ini akan terus kita benahi. Jadi, sudah sesuai arahan Bapak Presiden, pokoknya ini jangan menunggu data rapi, ditunggu sampai selesai nanti enggak rapi-rapi. Jadi, sambil merapikan data, sekaligus langsung di-drop bantuan-bantuan. Sambil jalan, karena mereka juga sudah sangat menunggu.