Home Laporan Khusus Darurat Data Bansos

Darurat Data Bansos

Jutaan data individu penerima bansos ditengarai duplikatifmfiktit dan politis. Temuan BPK, hanya ada 29 kabupaten yang tertib memperbarui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial.


DKI Jakarta menyelesaikan distribusi tahap pertama bantuan sosial bagi warga terdampak pandemi Covid-19 tahap pertama pada  9- 24 April 2020.  lSektiar 1,2 juta keluarga mendapat paket sembako bansos senilai Rp149.500 per keluarga. Persoalannya, berdasarkan hasil evaluasi, banyak bansos yang salah sasaran dan tumpang tindih dengan bansos pemerintah pusat.

Menurut Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara, dari awal Pemerintah Daerah DKI dan Kementèrian Sosial sudah sepakat, sasaran bansos sembako DKI Jakarta berbeda dengan penerima bansos reguler yang sudah masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), basis data status kemiskinan yang dikelola Kemensos. Bansos reguler dari Kemensos, seperti Program Keluarga Harapan dan Kartu Sembako (Bantuan Pangan Non-Tunai). Belakangan, rupanya didapati dua institusi pemerintahan itu menggunakan data yang sama saat masing-masing menyalurkan bantuan, "Sama plek," kata Juliari di Gedung Kementerian Sosial, Jakarta, pada Selasa, 5 Mei lalu.

Pemerintah pusat maupun daerah seolah gagap melaksanakan program bansos karena basis data yang buruk. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, karena DTKS bermasalah, satu keluarga berpeluang mendapatkan bantuan hingga tiga skema bansos. Sementara itu, orang yang paling membutuhkan malah tidak terdaftar di skema bansos mana pun.

Hasil pemadanan DTKS Oktober 2019 menyebutkan, meski DTKS sudah menganut sistem by name-by address, hanya 74.554.113 data individu  yang padan dengan nomor induk kependudukan. Atau sekitar 75,61% dari total 98.604.086 orang yang terdaftar di DTKS.

Sisanya, sebanyak 22.145.242 orang atau 22,46%, tidak padan dengan NIK. Sebanyak 1.894.877 orang atau 1,92% berstatus data ganda dan sebanyak 9.854 atau 0,01%, tidak memiliki nama (nama kosong)

Penyebab DTKS acak-acakan, karena tidak semua daerah melakukan pemutakhiran data orang miskin dan rentan miskin ke DTKS. KPK merekomendasikan agar Kemensos menghapus nama kosong dari daftar DTKS tanpa perlu melakukan proses verifikasi, validasi, dan finalisasi dari daerah, termasuk mengeluarkan data orang meninggal. KPK juga meminta pemerintah pusat dan daerah menciptakan mekanisme pemutakhiran NIK dan nomor kartu keluarga.

Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, mengatakan Kementerian Dalam Negeri harus turun tangan mentertibkan daerah yang uring-uringan memperbarui data DTKS. Sebab, selama ini, instruksi Kementerian Sosial ke Pemda, belum ampuh memperbaiki validasi DTKS. Selain itu, Kemensos tidak aktif menagih pembaruan DTKS. Setelah wabah muncul, barulah pemda kocar-kacir menentukan penerima bansos. "DTKS dicoba daerah, baru bilang, ini salah datanya. Yah jelas salah, enggak pernah di-update" ujarnya kepada Gatra.

Pahala menjelasakan, ketidakpadanan DTKS berpotensi menimbulkan kerugian negara dan pelemahan kebijakan. Misalnya, adanya data fiktif karena tidak sesuai dengan NIK. Lalu, muncul exclusion error atau kondisi orang yang harusnya masuk DTKS, tapi tidak terdata. Juga inclusion error, orang yang terdata, tetapi tidak layak masuk DTKS. Terakhir, adanya jumlah bantuan yang tidak sesuai, baik secara kuantitas maupun kualtias. "Yang terakhir ini bisa penyelewengan," katanya.

Sementara itu, dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan, ada 29 juta orang yang tidak valid di DTKS. Menurut pemeriksaan BPK, hanya 29 kabupaten dari 514 kabupaten/kota yang tertib melakukan pembaruan data DTKS per enam bulan dalam setahun. Sisanya, ada yang tidak pernah melakukan pembaruan data. “Ada juga daerah yang mengedepankan unsur politik di daerah, dengan mengutamakan pendukung Bupati terkait untuk masuk DTKS," kata anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi kepada Gatra

Menurut Achsanul, data DTKS saat ini merupakan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) per 2014. Artinya, selama enam tahun ini, masih banyak Pemda yang tidak memperbarui DTKS. Mestinya, katanya, Kemensos melalui Dinas Sosial di Daerah aktif memperbarui data. "Tapi hal ini tak pernah terjadi, sementara budget atas kegiatan pembaruan data terus terserap," ujarnya.

Akibat berantakannya DTKS, dari hasil pemeriksaan BPK 2019 untuk realisasi 2018, BPK pernah meminta Kemensos dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) mengembalikan Rp1,6 triliun ke kas negara untuk bansos PKH. "Karena Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Tak terdata, data ganda, dan KPM tidak lagi dirumahnya. Ada yang pindah, meninggal dan menjadi TKI," ujarnya.

Sementara itu, untuk bantuan kartu sembako atau BPNT, BPK menemukan ada permasalahan pada konflik kepentingan penunjukan rekanan penyalur (e-warung). Tujuan awalnya, yaitu mencetak UKM dì daerah. Tapi faktanya, saat ini penyalur dikuasai oleh rekanan Bank yäng merupakan pengusaha mapan," katanya.

Achsanul menyarankan agar kebijakan pendataan DTKS dipusatkan di TNP2K di bawah komando Wakil Presiden. "TNP2K harus dioptimalkan perannya, kalau tidak difungsikan, bubarkan saja," katanya.

Menurut Sekretaris Jenderal Kemensos, Hartono Laras, nama yang ada di DTKS adalah hasil pemutakhiran Basis Data Terpadu 2015 oleh BPS. Lalu sejak 2017, DTKS dikelola penuh oleh Kemensos. Menurut Hartono, agar terdaftar di DTKS, Pemda mendata warganya dan mengusulkan ke Kemensos. Setelah itu, data diverifikasi dan divalidasi data melalui Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG).

Hartono mengatakan, target penerima bansos terdampak Covid-19 dapat berasal dari dua kelompok penerima, yaitu para keluarga DTKS yang belum menerima bansos reguler Kemensos dan keluarga di luar DTKS yang ditetapkan oleh Pemda. "Untuk percepatan dan ketepatan penyaluran aneka bansos ini, dimintakan para kades atau lurah menentukan siapa saja yang layak mendapatkan bantuan," katanya kepada Gatra, Selasa lalu.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy  mengakui bahwa pendataan DTKS masih berantakan. Meski demikian, pemerintah tidak akan menunggu pembaruan satu data selesai, baru bantuan sosial disalurkan. "Data enggak lengkap enggak apa-apa. Yang penting [bantuan] segera dibagi, sambil kita benahi nanti datanya. Mereka sudah kelaparan kok," ujarnya kepada wartawan Gatra Qonita Azzahra.

Muhadjir mengharapkan, petugas RT, RW dan Kelurahan segera mendata warga yang membutuhkan bantuan. Menurut Muhadjir, mereka lebih mengetahui, warga yang membutuhkan bansos. Sehingga, terkait distribusi bansos yang masih bermasalah, Muhadjir menyebit akan membenahi masalah data tersebut. "Jangan terlalu berpegang kaku pada data," katanya.

Hendry Roris Sianturi

Statistik Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (per Januari 2020)

>>Total DTKS kategori per individu: 97.388.064 orang

Data belum padan dengan NIK: sekitar 18 juta orang

>>Total DTKS kategori per keluarga: 29.085.939 keluarga

-desil 1: 6.808.152 keluarga

-desil 2: 6.359.118 kelaurga

-desil 3: 6.035.996 keluarga

-desil 4: 3.755.020 keluarga

-desil 4 plus: 4.468.331 keluarga

-null: 1.659.322 keluarga

*Sumber: Kementerian Sosial, diolah