
Sikka, gatra.net - Puluhan warga Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sedang menjalani masa karantina di Convertion Centre ( SCC) setempat, melakukan aksi protes minta segera dipulangkan ke kampung mereka masing –masing, Rabu (22/4). Di depan gedung SCC mereka semua membawa serta tas sambil berteriak minta dipulangkan.
Mereka ini adalah warga Kabupaten Sikka, penumpang kapal Pelni Lambelu dari Sulawesi yang tiba dua mingu lalu. Saat tiba mereka langsung karantina terpusat oleh tim gugus Covid -19.
“Tolong segera pulangkan saya ke kampung. Saya ini jualan. Kalau dikurung begini terus saya rugi. Apa pemerintah mau bagi uang untuk saya? Kan masa karantina 14 hari telah berakhir hari ini,” teriak seorang ibu dengan suara lantang.
Suara seorang pria lainnya kemudian dengan lantang juga minta untuk segera dipulangkan.“ Masa karantina hari ini telah berakhir. Kenapa tidak pulangkan kami. Istri anak saya mau makan apa di rumah. Apa pemerintah jamin beri makan untuk istri anak saya? “ kata pria itu.
Aksi protes mereka tidak digubris. Petugas gugus dari TNI, Polri yang berada di lokasi tidak bisa berbuat banyak. Melalui pengeras suara anggota TNI itu minta bersabar.
“Apabila ada yang berusaha untuk melarikan diri dari gedung ini kami akan ambil tindakan tegas. Semua tenang dan harus masuk kembali ke dalam ruangan,” tegas salah seorang petugas.
Massa yang tadi sudah mulai tenang kembali ribut setelah Kepala Dinas Kesehatan yang juga, Juru Bicara Covid-19, Petrus Herlemus tiba di lokasi karantina SCC.
Menggunakan pengeras suara, Petrus Herlemus meminta agar warga yang sedang dikarantina bertahan dalam beberapa hari ke depan di lokasi karantina. Ini karena masih harus menunggu hasil swab, sampel yang di kirim ke Surabaya.
“Kalau hasil swabnya tiba dan ada yang negatif, kami langsung pulangkan. Namun bagi yang positif maka kami akan tahan untuk lakukan test rapid ketiga,” kata Pertus Herlemus.
Lebih lanjut Petrus Herlemus menjelaskan bahwa alasan pemerintah melakukan karantina terpusat ini karena sudah banyak peristiwa pengusiran yang dilakukan oleh warga di desanya. Karena itu pihaknya tidak inginkan terjadi diskriminasi.
“Kamu boleh bilang bahwa keluarga kalian siap terima. Tapi kalian juga harus tahu, bahwa sudah banyak kasus pelaku perjalanan yang diusir dari kampungnya. Kami sudah beberapa kali mengurus memediasi namun banyak yang tetap menolak menerima,” kata Petrus Herlemus mencoba menenangkan warga.
Mendengar penjelasan Petrus Hermelus, salah seorang pemuda langsung memotong penjelasan Herlemus dengan menjelaskan bahwa setiap desa sudah menyiapkan posko untuk karantina mandiri.
“Kalau hanya alasan swab, kami juga tahu. Di desa sudah ada pos karantina mandiri. Kami juga bisa karantina di desa kami dibandingkan kami dikarantina di sini,” ujarnya.
Meski warga yang dikatantina minta untuk segera dipulangkan, namun tetap tidak diizinkan, sampai hasil uji swab keluar.