Home Kebencanaan Kades di Tegal Tolak Peraturan Menteri Desa Soal BLT

Kades di Tegal Tolak Peraturan Menteri Desa Soal BLT

Slawi, gatra.net - Para kepala desa (kades) di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah menolak peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi terkait pengalokasian sebagian Dana Desa untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi warga terdampak Covid-19. Pasalnya, nominal BLT yang lebih besar dibandingkan nominal bantuan lain dinilai bisa menimbulkan konflik sosial.

Ketua Paguyuban Kepala Desa Kabupaten Tegal Mulyanto mengatakan, besaran BLT yang dialokasikan dari Dana Desa sesuai Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2020 lebih besar dari bantuan dari pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi.

"Kami sangat keberatan sekali karena nominal BLT itu tidak sesuai dengan BPNT (bantuan pangan non tunai), bantuan pemprov, bantuan Jadup (Jaminan Hidup) pemkab maupun bantuan lainnya. Jadi kami berharap menteri desa mencabut peraturan itu untuk mengubah nominalnya," kata Mulyanto, Kamis (16/4).

Untuk diketahui, Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2020 memberi payung hukum pengalokasian Dana Desa untuk BLT bagi masyarakat. Dalam peraturan tersebut disebutkan, besaran BLT yang akan disalurkan adalah Rp600 ribu per kepala keluarga setiap bulannya mulai April - Juni 2020.

Adapun penerima BLT yakni keluarga miskin dan warga yang terdampak pandemi Covid-19 dan selama ini tidak menerima bantuan program BPNT, Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan dari pemerintah provinsi maupun bantuan dari pemkab atau pemkot.

Menurut Mulyanto, nominal BLT yang lebih besar dari bantuan-bantuan lainnya yang sudah lebih dulu disalurkan bisa menimbulkan kecemburuan di tengah masyarakat. Selain itu, besarnya nominal juga akan membuat jumlah warga yang menerima bantuan menjadi lebih sedikit. Padahal hampir semua warga terdampak pandemi Covid-19 secara ekonomi.

"Bantuan lain besarnya Rp200 ribu. Sedangkan BLT Rp600 ribu. Ini bisa menjadi permasalahan ketika desa menyalurkan. Jadi harapan kami nominal bantuan tidak terlalu besar agar tidak ada kecemburuan dan warga yang lebih banyak dan merata," ujar Mulyanto.

Mulyanto melanjutkan, dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2020 juga disebutkan, desa yang mendapat Dana Desa kurang dari Rp800 juta harus mengalokasikan 25 persen dari jumlah total Dana Desa yang diterima untuk BLT.

Sedangkan desa yang memperoleh Dana Desa sebesar Rp 800 juta - Rp1,2 milar, alokasi untuk BLT-nya sebesar 30 persen dari total Dana Desa yang diterima. Adapun desa yang mendapat Dana Desa lebih dari Rp1,2 miliar wajib menyisihkan 35 persen dari total Dana Desa untuk BLT.

Mengacu ketentuan itu, Mulyanto berujar, desanya yang mendapat mendapat dana desa sebesar Rp 1,2 milar harus mengalokasikan 35 persen Dana Desa untuk BLT. Artinya jumlah BLT yang akan disalurkan selama tiga bulan mencapai Rp450 juta dalam jangka waktu tiga bulan itu, masing-masing kepala keluarga (KK) miskin dan warga terdampak Covid-19 akan menerima BLT sebesar Rp 1,8 juta.

"Dengan jumlah tersebut, hanya ada sekitar 300 KK yang akan memperoleh BLT. Padahal, di desa saya ada 900 KK miskin di luar aparatur sipil negara, TNI, Polri, dan KK miskin yang mendapat bantuan pangan nontunai maupun bantuan PKH," imbuh Mulyanto yang juga Kepala Desa Dermasuci, Kecamatan Pangkah.

Hal senada diungkapkan, Kepala Desa Dukuhjati, Kidul, Kecamatan Pangkah Muhamad Irfai. Menurut Irfai, kepala desa bisa menjadi sasaran protes warga jika BLT disalurkan sesuai dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2020.

"Nanti pasti akan memicu kecemburuan sosial kalau warga yang ini saya masukkan ke penerima BLT dan warga yang itu saya masukkan ke penerima bantuan pemerintah kabupaten atau provinsi. Saat ini saja sudah banyak warga yang datang ke balai desa menanyakan BLT," ujar Irfai.

Untuk itu, Irfai meminta besaran BLT disamakan dengan bantuan lainnya yakni sekitar Rp 200 ribu per KK setiap bulannya. "Jadi nominalnya tidak ada yang lebih banyak atau sedikit serta penerimanya juga bisa lebih banyak dan merata," tandasnya.

7322