Pembatasan Sosial Berskala Besar telah berjalan di sejumlah daerah. Presiden Jokowi meminta penegakan hukum berjalan dengan tegas agar PSBB berjalan efektif. Namun, bagi penegak hukum, sanksi pidana jadi opsi terakhir.
Senin lalu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah menjalankan hari keempat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Suasana di Ibu Kota, khususnya sepanjang jalan protoko --dari Jalan Sudirman, bundaran HI, Jalan M.H. Thamrin, dan berbelok menuju Jalan Wahid Hasyim--masih terlihat kendaraan yang berlalu-lalang. Jalanan memang tidak seramai biasanya. Namun, tidak pula sesepi yang diharapkan.
Ketika memasuki Jalan K.H. Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat, beberapa pengendara malah terlihat melanggar aturan dan orang-orang kerap berkerumun di pinggir jalan. Tepat di sebelah kiri Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tanah Abang, Reza Pahlevi, 27 tahun, duduk di atas motor Jupiter MX miliknya. Mengenakan jaket hitam, celana jins berwarna biru, dan sepatu hitam, ia menepi tepat di depan Gang Bahaswan, 200 meter sebelum Pasar Tanah Abang, dan berkumpul bersama lima orang lainnya.
Ia mengaku sudah tahu informasi tentang PSBB. Namun, sebagai broker saham di PT RHB Sekuritas Indonesia, anjuran kerja di rumah, baginya, tidak berlaku sepenuhnya. Ia bekerja selama tiga hari dalam sepekan, sementara sisanya diperbolehkan di rumah. "Sanksi hukum pasti takut, tapi petugas tidak pernah masuk ke kampung," kata Reza.
Hal serupa juga diutarakan Ukkasya Abdul Wahhab, 30 tahun, yang sedang duduk-duduk di depan gang di samping Masjid Al-Falah, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Pria yang bekerja sebagai tukang parkir ini menuturkan, soal pandemi virus corona atau Covid-19 memang membuatnya khawatir.
Namun, sosialisasi di wilayah sekitarnya masih terbilang minim. "Cuma sekadar imbauan. Kalau benar-benar PSBB, mestinya ada patroli rutin. Patroli yang sudah berjalan cuma foto-foto. Petugas keliling, lalu foto. Habis itu hilang," ucapnya.
Dalam pantauan Gatra, petugas patroli memang lebih banyak berjaga di jalan-jalan protokol daripada di perkampungan. "Cuma spanduk-spanduk di bangunan pemerintah. Orang kita enggak bisa baca semua. Petugas mesti turun ke lapangan, mungkin bisa memberikan informasi sambil bagi-bagi bantuan," kata Ukkasya.
***
Presiden Jokowi sebelumnya telah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat terkait pandemi Covid-19. Kemudian, Pemerintah mengambil opsi Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB, yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah soal PSBB ini dan Keppres Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat untuk melaksanakan amanat undang-undang yang sudah ditetapkan. Jokowi juga telah menegaskan kepada Polri agar dapat berperan dan turun tangan sesuai undang-undang. Di mana Polri juga dapat mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang terukur dan sesuai undang-undang.
Menurut Presiden, penegakan hukum ini penting agar PSBB bisa berlaku secara efektif. Lebih jauh, Jokowi pun kembali menyampaikan sejumlah arahan mengenai penanganan virus corona dalam sidang kabinet paripurna, Selasa lalu. Salah satunya, Jokowi meminta penegakan hukum dilakukan secara tegas. "Penegakan hukum dengan dukungan aparat negara ini penting dilakukan sehingga betul-betul masyarakat kita memiliki kedisiplinan yang kuat untuk menghadapi ini," kata Jokowi seperti disiarkan dalam akun YouTube milik Sekretariat Presiden, Selasa kemarin.
Sejauh ini, daerah pertama yang telah menjalankan PSBB adalah DKI Jakarta. Sejak Jumat, 10 April silam, PSBB mulai berlaku di Ibu Kota. Kemudian dilanjut dengan Provinsi Jawa Barat yang sudah menerapkan sejak Rabu, 15 April kemarin, langsung di lima daerah: Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kota Depok. Tiap-tiap daerah akan melaksanakannya untuk 14 hari ke depan. Jika diperlukan, waktunya bisa diperpanjang.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan selama masa PSBB, ada sejumlah kegiatan yang dilarang digelar. Kegiatan yang melibatkan banyak orang dan memungkinkan terjadinya perkumpulan seperti sekolah dan kegiatan perkantoran harus diliburkan. Sementara itu, kegiatan keagamaan diminta untuk dilakukan secara mandiri di rumah dan kegiatan yang melibatkan fasilitas umum harus dibatasi.
Kemudian, masyarakat yang membeli makanan dari restoran harus dibawa dan dimakan di rumah. Anies menjelaskan, ada beberapa sektor yang diminta untuk tetap beroperasi, yakni minimarket, pasar, dan toko yang menjual kebutuhan pokok, pangan, medis, bahan bakar, dan energi. Selain itu, fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk juga diminta untuk tetap beroperasi seperti biasa.
Sedangkan untuk dunia usaha dan perkantoran, ada 8 sektor yang juga diizinkan tetap beroperasi. Yaitu, sektor kesehatan, bahan pangan, makanan dan minuman. Kemudian sektor energi, sektor komunikasi dan teknologi informasi, sektor keuangan, sektor di bidang logistik, sektor konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar dan utilitas publik.
Anies menakankan, jika ditemukan perusahaan di luar sektor yang dikecualikan masih beroperasi saat PSBB, maka Pemprov DKI tak segan-segan mencabut izin usaha perusahaan tersebut. "Bila melakukan pelanggaran dan itu berlangsung terus, maka kita bisa cabut izin usahanya," kata Anies seperti dilaporkan wartawan GATRA Dwi Reka Barokah.
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga membatasi kapasitas angkutan kendaraan sebanyak 50%. Jika kapasitas kendaraan pribadi mampu mengangkut sebanyak 6 penumpang, maka selama masa PSBB hanya diperbolehkan maksimal membawa 3 penumpang. Untuk kendaraan bermotor roda dua, hanya boleh digunakan satu orang.
Pembatasan kapasitas penumpang juga berlaku untuk kendaraan umum. Sedangkan ojek daring hanya diizinkan beroperasi untuk mengantar barang dan makanan. Sementara itu, angkutan umum massal milik Pemprov DKI seperti LRT dan Transjakarta hanya beroperasi mulai pukul 06.00 sampai 18.00 WIB. "Jadi secara prinsip adalah dilarang bepergian menggunakan kendaraan, kecuali untuk memenuhi kebutuhan pokok," ucap Anies.
Sedangkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyebutkan, dari lima daerah yang ditetapkan status PSBB, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi tidak bisa diberlakukan PSBB maksimal seperti wilayah perkotaan layaknya DKI Jakarta. Karenanya, Pemprov Jawa Barat telah menetapkan dua zona PSBB. "Kami memutuskan PSBB-nya terbagi dua, yakni di zona merah PSBB-nya maksimal, sementara non-zona merah akan disesuaikan karena di kabupaten ini wilayah pedesaan," katanya.
Ia menegaskan, khusus Kota Depok, Kota Bekasi, dan Kota Bogor (PSBB) akan maksimal. "Kami akan menutup akses di hari Rabu, akan menutup kegiatan perkantoran, kegiatan kebudayaan, dan kegiatan keagamaan," kata pria yang akrab disapa Kang Emil ini.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, TNI Polri sudah masif lakukan patroli berskala besar. "Apa yang kita lakukan secara bersama-sama, dari pagi, siang, sore, dan malam, di mana pun tempatnya ada berkumpul minimal lima orang akan kita bubarkan dengan cara persuasif dan humanis. Tujuannya memutus rantai penyebaran (Covid-19)," katanya kepada Erlina Fury Santika dari Gatra.
Namun ia menjelaskan, perihal penegakan hukum adalah jalan terakhir. Pihaknya masih upayakan, sosialisasi dahulu, edukatif ke masyarakat. Jika mengacu pada Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan, masyarakat yang melanggar dapat dikenai sanksi berupa denda maksimal Rp100 juta dan hukuman penjara paling lama satu tahun. "Situasi sekarang saja lagi kayak gini, kita mau hidup saja susah. Kita imbau secara masif. Opsi paling terakhir penegakan hukum, tapi kita upayakan jangan sampai, itu sudah paling terakhirlah," ucapnya.
Pengamat hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, langkah yang dilakukan Polri dalam melakukan sosialisai ke masyarakat sudah tepat. Menurutnya, pemberlakuan sanksi pidana merupakan pilihan terakhir, namun tidak dengan pendekatan keamanan. "Itu bisa sebagai upaya terakhir tapi dia harus menggunakan pendekatan darurat kesehatan masyarakat dulu," ujarnya saat dihubungi Drean Muhyil Ihsan dari Gatra.
Perempuan yang akrab disapa Bibip menilai, melalui peraturan gubernur (pergub), pemberlakuan sanksi dapat diberikan kepada masyarakat yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dengan mengacu pada Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018. "Secara hukum bisa seperti itu. Walaupun levelnya hanya sebatas pergub, karena cantolannya sudah ada di UU Kekarantinaan Kesehatan, jadi bisa [diterapkan]," ia menjelaskan.
Gandhi Achmad