Menurunkan eskalasi penyebaran virus corona menjadi tujuan pemerintah. Senjatanya, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Izinnya bisa terus diperpanjang pusat kepada daerah, hingga epidemi menurun.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menjadi jalan yang dipilih Indonesia mengatasi wabah virus corona. Pemerintah pusat telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), pada 3 Maret 2020. Kebijakan tersebut disusul dengan keluarnya Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019.
Meski Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, sudah menyetujui PSBB di sejumlah daerah, detail pelaksanaannya masih membingungkan masyarakat. Wartawan GATRA, Ucha Julistian Mone, mewawancarai Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, terkait isi aturan PSBB yang dikeluarkan pemerintah pusat.
Apa saja yang menjadi indikator dalam Permenkes menentukan suatu daerah menerapkan kebijakan PSBB?
Dari faktor epidemiologinya, terjadi penambahan kasus yang cepat dalam skala waktu pendek. Lalu, apakah di sana terjadi penambahan area yang terdampak, serta diyakini ada penularan-penularan lokal yang terjadi di wilayah tersebut.
Bagaimana teknis penetapan suatu daerah dapat ditetapkan PSBB?
Penetapan PSBB di suatu wilayah akan dilakukan oleh Menteri Kesehatan berdasarkan permohonan kepala daerah yang bersangkutan. Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 juga dapat mengusulkan kepada Menteri Kesehatan untuk menetapkan PSBB di wilayah tertentu. Tentunya, harus disertai dengan data dan didukung dengan bukti epidemiologis, berupa peningkatan jumlah kasus menurut waktu, peta penyebaran kasus, waktu kejadian transmisi lokal, dan informasi mengenai kesiapan daerah.
Bagaimana evaluasi dan pengawasan pemerintah pusat terhadap pelaksanaan PSBB di daerah?
Ya, apakah nanti epidemiologinya bisa berhenti atau tidak. Dengan memperhatikan dan menerapkan protokol kesehatan, seperti tinggal di rumah, selalu gunakan masker, dan selalu mencuci tangan dengan sabun.
Eskalasi penularan di suatu daerah juga jadi faktor atau indikator evaluasi penerapan PSBB?
Ya, memang tujuannya, kan, untuk itu. Jadi, indikator yang dimaksud, eskalasinya yang menurun.
Berapa lama jangka waktu yang diberikan kepada daerah untuk melakukan PSBB?
PSBB itu jangka waktu evaluasi yang akan dilakukan, dilaksanakan dalam 14 hari penerapan kebijakan.
Setelah 14 hari dan dievaluasi, apakah keputusan dikembalikan ke pemerintah pusat?
Iya. Jadi, kalau hasil penerapannya belum bagus, maka akan diperpanjang lagi. Berapa lama? Ya, sebanyak 14 hari lagi. Jadi, kita di pusat melakukan evaluasi, nanti kita yang menyampaikan ke daerah hasil evaluasinya. Daerah tidak perlu lagi mengajukan izin PSBB ke pusat. Dari situ nanti kita tahu, mana yang perlu dilakukan, mana yang kurang, mana yang perlu kita perbaiki, dan apakah PSBB harus dilanjutkan atau tidak.
Apakah ada intervensi khusus dari pusat terhadap daerah yang dinilai gagal menjalankan PSBB?
Kalau memang penularannya masih banyak, ini kan artinya tidak terpatuhinya pembatasan jarak ketika kontak dekat. Tidak pakai masker, tidak tetap tinggal di rumah, dan sebagainya. Ya, karena itu, berarti eskalasinya tidak menurun. Kalau masih keluyuran, itu kan masih menularkan terus. Kalau PSBB di suatu daerah itu tidak berhasil, maka, ya, akan disuruh perpanjang lagi PSBB-nya.