
Padang, gatra.net - Pahlawan medis melawan Corona, mungkin itu sebutan yang cocok dilekatkan ke dr Deddy Herman, begitu ia disapa. Sudah dua pekan dia tidak pulang ke rumah, semenjak masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) diserang wabah virus Corona. Berdasarkan penuturan Wakil Ketua Penanganan Coronavirus Disease (Covid-19) di RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi tersebut, ia tidak pulang bukan tidak rindu rumah, anak dan istrinya. Lantaran ia banyak amanah besar terhadap pasien gejala Covid-19 yang harus ditangani di rumah sakit.
Namun di sisi lain, ia tak pulang dikarenakan khawatir virus pasien-pasien yang ditanganinya terbawa ke rumah, yang bisa saja menjangkiti istri dan anaknya nanti. Ia menyadari, berhadapan langsung dengan orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), apalagi pasien positif Covid-19 berisiko besar. "Risikonya besar kalau kalau berhadapan dengan pasien langsung. Makanya saya tidak ingin membawa virus pulang ke rumah, meskipun rindu," ungkap Deddy kepada gatra.net di Padang, Kamis (9/4).
Selain itu, ia sendiri bersama tim kesehatan lainnya juga khawatir takut terjangkit. Apalagi, sudah banyak tenaga medis yang terpapar, dan bahkan meninggal ketika menangani pasien Covid-19. Kendati ada kecemasan menangani pasien di RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi, pelayanan untuk kesembuhan pasien tetap ikhlas dilakukan.
Setidaknya, setiap hari harus masuk pagi 4-5 jam di ruangan monitor, atau masuk ke ruang isolasi. Sore atau malam masuk 2-3 jam memonitor ruangan beserta pasien. Apabila terlalu lelah, ia bahkan sesekali mencari kesempatan istirahat dan tidur setangah jam pada siang hari. Begitulah rutinitasnya setiap hari. "Menangani pasien tidak selalu berjalan mulus. Misalnya, saat Alat Pelindung Diri (APD) tidak ada, kalang-kabut mencarinya ke berbagai pihak, demi keamanan petugas," kata pendiri RS Madina Bukittinggi itu.
Menjenguk Keluarga Sebatas Pagar Rumah
Beberapa waktu yang lalu, secara daring bersama awak media di Sumbar, Deddy sempat menceritakan kerinduannya terhadap keluarga. Namun ia tidak tega pulang menjenguk. Alhasil, sesekali dia hanya menjenguk anak dan istri dari pintu pagar rumah. Padahal, ia sangat ingin memeluk istri dan anaknya, berkumpul dan makan bersama. Terlebih lagi, di saat anaknya sempat sakit, tapi dia sendiri tidak bisa pulang untuk menjenguk. Terasa betul baginya, betapa susahnya istrinya di rumah mengurus anaknya sendirian yang biasanya ditangani berdua.
"Kadang pernah dilema, anak sakit di rumah, tapi kita sedang menangani pasien di rumah sakit dan tidak bisa pulang," tutur pria bernama lengkap dr.Deddy Herman, Sp.P (K), FCCP, FAPSR, MCH, FISR itu dengan suara bergetar.
Kendati begitu, Deddy meneruskan. Tenaga medis sudah ada sumpahnya dengan gelar dan amanah yang diembannya. Tenaga medis merupakan terakhir melawan pandemi Covid-19 ini. Jadi is berprinsip, tenaga medis sudah berikhtiar untuk melakukan sesuai standar operasional prosedur (SOP).
Dengan begitu, setiap pasien yang sampai di rumah sakit, harua segera ditangani. Dalam artian, siap tidak siap, tenaga medis harus turun tangan untuk melakukan yang terbaik bagi kesembuhan pasien. Paling tidak, setiap tenaga medis harus siap mengemban segala risiko dan tanggungjawab yang diberikan. "Ya, siap tidak siap harus kita hadapi. Paling tidak tenaga media sudah berikhtiar, sisanya kita serahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semoga Allah menjaga kami di tengah Corona ini," ucapnya.
Berjuang ke Jakarta
Kasus pasien Covid-19 di DKI Jakarta dan sekitarnya melonjak naik. Catatan hingga kini, sebanyak 2.956 orang dinyatakan positif Covif-19. Jumlah pasien yang sembuh 222 orang, lebih rendah dari jumlah pasien yang meninggal, yakni 240 orang.
Melonjaknya kasus pasien di Ibu Kota Indonesia itu, membuat Deddy dan seorang dokter lainnya dari Ranah Minang akan ditarik untuk membantu tenaga medis di daerah pimpinan Anies Baswedan tersebut. Ia tidak bisa menolak, sebab baginya semua risiko kerja harus dijalani dengan lapang dada. "Iya, saya ditarik pusat untuk membantu tenaga medis di sana. Saya akan berangkat ke Jakarta, kemungkinan dalam minggu ini," ujar Deddy, pria kelahiran Kota Padang, 7 Desember 1973 tersebut.
Pengakuan Dokter Spesialis Paru RSUP Achmad Mochtar Bukittinggi itu, ia nantinya di Jakarta akan ditempatkan di Wisma Atlet. Ia sangat paham, di ibu kota lebih rentan terjangkit dibanding di Ranah Minang. Meskipun begitu, ia tetap menaruh harap, agar semua tugasnya cepat selesai dan pandemi corona cepat punah.
Selain itu, alumnus SMAN 1 Landbouw Bukittinggi angkatan 1991 dan alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (Unand) Padang tamatan tahun 2000 itu, meminta dukungan kepada semua masyarakat Indonesia, khususnya di Sumbar untuk bersama-sama ikut memutuskan rantai penyebaran wabah virus corona.
Anak ke tiga dari enam bersaudara tersebut juga menyarankan, agar masyarakat tidak boleh panik berlebihan. Justru harus menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan, rajin mencuci tangan, mengurangi aktivitas di luar rumah, menghindari tempat keramaian, memakai masker jika keluar rumah, serta konsumi makanan bergizi.