Sebagai pebisnis, Bob Hasan dikenal keras. Sebagai teman, dia dikenal sangat loyal. Sebagai politisi Bob dikenal ceplas ceplos. Sebagai orang yang berada dekat dengan inti kekuasaan, Bob Hasan tetaplah Bob Hasan. Tak ada yang mampu membisikinya selain Soeharto.
Bukan Bob Hasan namanya jika tidak bersikap keras terhadap orang yang dianggap dekat dengannya. Bukan soal suka atau tidak, tapi ini menjadi salah satu cara Bob mendidik orang-orang di sekitarnya agar jauh dari "mental kerupuk". Fadel Muhammad yang telah menjadi salah satu kawan karib Bob selama lebih dari 40 tahun juga merasakannya.
Dia mulai berkenalan dengan Bob Hasan dalam konteks bisnis sebagai Direktur Utama Bukaka yang fokus dalam produksi mesin. Di sini kemudian kepentingan bisnis antara Fadel dan Bob bertemu, karena Bob juga seorang pengusaha yang berkecimpung dalam dunia gas dan perminyakan. "Di sini bisnis kita sering bersinggungan," ujar Fadel kepada Gatra.
Fadel mengenang bagaimana awal mulanya dia mampu membuktikan diri di hadapan Bob Hasan yang juga dikenal sangat dekat dengan kekuasaan Orde Baru. Ketika bisnis perminyakan nasional masih mengandalkan mesin-mesin impor, Fadel dan perusahaannya ternyata sudah mampu untuk membuat pompa angguk untuk menaikkan minyak dari perut bumi.
Pada posisi ini, Bob Hasan tidak serta merta mempercayai klaim Fadel hingga akhirnya Soeharto melihat sendiri hasil produksinya. “Akhirnya Pak Harto tertarik untuk melihat pabrik kita di Cileungsi. Setelah membuktikan itu, akhirnya sejak itu pak Bob baik kepada saya," ia menjelaskan. Menurut Fadel, kedekatannya dengan Bob Hasan hanya didasarkan atas satu hal, yakni mampu melakukan produksi dengan tangan sendiri tanpa melibatkan pihak asing.
Sejak saat itu pula Fadel kerap bertemu dengan Bob Hasan dan Soeharto, entah di lingkungan Cendana atau di lapangan golf Rawamangun pada akhir tahun 1980-an. "Setelah selesai golf, Presiden (Soeharto) pulang, tapi Pak Bob belum. Saat itu saya sering ngobrol-ngobrol dengan beliau," ia mengenang. Hingga beberapa tahun ke belakang, Fadel rajin menyambangi Bob Hasan di kompleks golfnya di kawasan Ciganjur, Jakarta Selatan.
Satu ketika, Soeharto sempat berseloroh kepadanya bahwa Bob Hasan ingin masuk Islam. "Pak Fadel kan keturunan Arab. Sekarang Pak Bob sudah masuk Islam," ujar Fadel, menirukan presiden kedua RI itu. Setelah itu, Fadel kerap menjadi teman diskusi Bob Hasan tentang keislaman. "Saya kaget juga dengan pemahaman keislaman Pak Bob," ia menjelaskan. Meski bukan Kejawen, Fadel melihat pandangan keagamaan Bob Hasan agak mirip dengan Soeharto yang mengedepankan faktor kebudayaan dan kemanusiaan.
Selama 40 tahun mengenal Bob Hasan, Fadel mengakui sikap keras Bob Hasan dan terkadang mengeluarkan unek-uneknya tanpa tedeng aling-aling. "Saya tahu sifatnya begitu, jadi ya maklumi saja," kata Fadel. Di balik sifat kerasnya, Fadel melihat Bob Hasan sebagai individu yang konsisten dengan perkataannya. Begitu juga dengan loyalitasnya terhadap Soeharto yang bahkan tak kenal batas. "Saya kagum bagaimana loyalitasnya kepada Pak Harto," ujar mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era SBY ini.
Secara politis, Fadel melihat posisi Bob Hasan di Golkar sebagai perpanjangan tangan Soeharto. Apa yang diinginkan atau dikeluhkan oleh Soeharto terkait langkah politik Golkar, maka Bob Hasan yang akan menyampaikannya kepada para petinggi Golkar kala itu. Menurut Fadel, Bob Hasan memiliki cara berkomunikasi yang kurang enak didengar sebagai politisi, meski seringkali ketusnya perkataan Bob ada benarnya.
Semasa Bob Hasan masuk ke Nusakambangan, dia sempat menasihati Fadel agar jangan terlalu terlihat dekat dengannya. "Kamu enggak usah bilang-bilang sama orang lain kalau ke sini (Nusakambangan). Nanti kamu dikucilkan. Biar saya saja yang begini," Fadel menirukan Bob
Bob Hasan adalah sosok yang sangat peduli pada orang terdekatnya. Hal ini juga dirasakan oleh Ginandjar Kartasasmita, petinggi Golkar yang merupakan purnawirawan perwira tinggi Angkatan Udara. Ginandjar mengenang Bob Hasan jauh ketika kariernya baru dimulai sebagai pwira muda yang ditugaskan ke Sekretariat Negara. "Pak Bob juga yang memperkenalkan saya pada olahraga golf, memberi peralatan golf pertama yang saya miliki dan menjadikan saya anggota klub golf Rawamangun di mana Pak Harto selalu berolahraga golf dengan Pak Bob," ujar mantan Menko Ekuin itu kepada Gatra.
Ginandjar masih ingat betul ketika dia harus menyekolahkan anaknya ke Amerika. Dengan biaya pendidikan yang cukup tinggi kala itu, Bob Hasan datang padanya dan memberikan bantuan. "Saya diberi bekal biaya yang pada masa itu, yang bagi saya teramat besar. Kata Pak Bob, bantuan ini dari Pak Harto. Itu hanya beberapa contoh persahabatan saya dengan Pak Bob, jauh sebelum saya memperoleh kepercayaan di berbagai jabatan di pemerintahan," ia menjelaskan.
Bagi Ginandjar, kedekatan Bob Hasan dengan Soeharto memang membuat jengkel beberapa pihak. "Kita ketahui betul bahwa Pak Harto sangat percaya pada Pak Bob dan sering, meskipun tidak selalu, mengikuti pandangan Pak Bob," katanya. Bagi Ginandjar yang juga berada dekat dengan kekuasaan, sering kali Soeharto meminta pandangan Bob Hasan terkait keadaan ekonomi, utamanya sektor riil. "Saya tahu betul, karena tidak jarang saya menyampaikan sesuatu kepada Pak Bob dengan maksud, agar sampai ke Pak Harto. Pak Bob juga acap kali membisiki saya apa yang menjadi perhatian Pak Harto, sehingga saya dapat mengantisipasinya," Ginandjar menjelaskan.
Meski dekat dengan kekuasaan, Bob Hasan jarang bicara mengenai politik, kecuali jika persoalan politik yang menyangkut kepentingan Soeharto. "Jadi dengan Golkar tidak pernah ada alasan untuk berseteru, karena beliau sangat paham bahwa Golkar adalah alat politik yang penting untuk Pak Harto atau Orde Baru," ujar Ginandjar.
Begitu juga dengan hasrat berkuasa Bob Hasan yang, menurut Ginandjar, tidak terlalu menggebu-gebu. Berbeda dengan orang dekat Soeharto lainnya yang memang bermimpi dijadikan sebagai menteri, Bob Hasan sepertinya agak ogah-ogahan ketika ditunjuk Soeharto di kursi kabinet. "Memasuki krisis ekonomi yang berimbas menjadi krisis politik di tahun 1998, Pak Harto membutuhkan orang yang dipercayainya," Ginandjar mengengang.
Sebagai kolega sesama menteri kala itu, Ginandjar merasa kehadiran Bob Hasan di kabinet cukup membantu mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Tidak hanya itu, Bob Hasan bukan saja bekerja untuk mengatasi krisis melainkan juga membantu dalam upaya mereformasi tatanan perekonomian ke depan. "Sebagian dari kebijakan reformasi seperti menghapuskan monopoli malah justru menyasar beberapa bisnis Pak Bob sendiri," katanya.
Aditya Kirana