Kedekatan dengan kalangan tentara, mengajarkan Bob Hasan menjadi pebisnis andal. Dari Soeharto, ia belajar mengakuisisi pabrik gula, yang memberinya pelajaran tentang negoisasi bisnis.
Prosesi pemakaman Ketua Umum PB Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) Muhammad ‘Bob’ Hasan, berlangsung secara militer. Bob Hasan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Gatot Subroto, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Rabu lalu. Kompleks Taman Makam ini pernah diperluas Bob, agar terlihat asri. Menurut juru bicara keluarga besar Bob Hasan, Suryopratomo, tadinya komplek makam itu kecil dan kurang representatif.
Padahal beberapa pahlawan nasional dimakamkan di tempat itu. Saat tanah sekitar kompleks makam akan dijual, Bob langsung membelinya. "Ditata rapi dengan suasana yang hijau," kata Suryopratomo.
Muhammad Hasan memang bukan dari kalangan militer, pensiunan TNI atau Polri. Bob Hasan hanya masyarakat sipil keturunan Tionghoa dan seorang pengusaha. Tetapi, mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan itu merupakan sosok istimewa yang punya kontribusi bagi negara. Karenanya hari itu, upacara pemakamannya langsung dipimpin Pangdam IV/Diponegoro Mayor Jenderal TNI Mochamad Effendi.
Dalam sambutannya saat prosesi pemakaman, Mayjend Effendi menyebut sosok Bob Hasan layak dimakamkan secara militer di taman makam pahlawan, karena memiliki Bintang Mahaputera dari negara. Bob adalah orang yang telah berkontribusi memajukan bidang olahraga di Indonesia.
Selain di bidang olahraga, Bob juga berkontribusi dalam mendukung kemajuan militer di Indonesia. Bob memiliki kedekatan dengan dunia militer sejak usia 10 tahun, sejak diangkat menjadi anak oleh Jenderal Gatot Soebroto, hingga belajar berbisnis dari tentara. Sampai ujung hayatnya, Bob mendukung kegiatan dan program TNI, khususnya Angkatan Darat.
Maklum, Bob Hasan memiliki sejarah panjang dengan perjalanan TNI, terutama dalam pembentukan Teritorium IV, cikal bakal Kodam IV/ Diponegoro, Jawa Tengah. Bob Hasan juga dekat dengan petinggi militer kala itu, seperti Jenderal Soeharto dan Jenderal Ahmad Yani. "Saya jujur saja baru tahu, kalau beliau ini waktu itu diberi tugas oleh Pak Ahmad Yani untuk membantu teritorial empat yang menjadi cikal bakal Kodam IV/Diponegoro," kata Mayjend Effendi, seperti yang dilaporkan wartawan Gatra Ambar Adi.
***
Sejak menjadi anak angkat Gatot Soebroto, Bob Hasan sering bertemu dengan Ahmad Yani dan Soeharto. Ketika itu keduanya masih berpangkat mayor dan sering berkunjung ke kediaman Gatot Soebroto. Dalam buku berjudul Founding Fathers dan Aku, yang ditulis Bob Hasan, Gatot sering meminta ke Bob, agar menjalin hubungan yang baik dengan Ahmad Yani dan Soeharto. “Mereka berdua adalah calon pemimpin Indonesia masa depan,” kata Bob menceritakan prediksi Gatot.
Ketika Bob mendapat kesempatan mengikuti program pendidikan Developing Industry for Underdeveloped Countries di Eropa, dirinya dikunjungi Ahmad Yani. Ketika itu, pangkat Ahmad Yani sudah letnan kolonel. Yani baru menyelesaikan pendidikan militer di Fort Leavenworth, Amerika Serikat, dan pendidikan Special Warfare di Inggris. “Saya diminta untuk menemani Pak Yani jalan-jalan di Eropa sebelum pulang ke Tanah Air," ujar Bob.
Seiring waktu, hubungan Yani dan Bob semakin dekat. Ketika Yani ditugaskan ke Markas Besar Angkatan Darat di Jakarta, menjadi Asisten Logistik Kepala Staf Angkatan Darat, Bob Hasan juga ikut diajak. Tinggal di kompleks Angkatan Darat, Bob Hasan semakin banyak mengenal perwira AD.
Ketika Soeharto menjadi Pangdam Teritorium IV/Diponegoro, Yani meminta Bob agar kembali ke Semarang untuk membantu Soeharto. Padahal, Bob sedang asyik menikmati suasana Jakarta. Karena sudah perintah, Bob pun kembali ke Semarang. Ternyata perintah itu menjadi tonggak bagi Bob untuk belajar berbisnis. "Saya harus mengatakan, Angkatan Darat-lah yang mengajarkan bisnis kepada saya," ujarnya.
Pada 1957, beberapa pabrik gula di Jawa Tengah tutup karena kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah. Harga eceran tertinggi gula ditetapkan Rp2 per kilogram, sementara biaya produksinya sekitar Rp5 per kilogram. Ketika itu, pemerintah harus menurunkan harga karena daya beli masyarakat menurun.
Terhentinya kegiatan produksi di pabrik gula memukul para petani tebu. Mereka pun tidak bisa meneruskan kegiatan bercocok tanam karena tidak ada pengusaha yang mau membeli hasil produk mereka. Akibatnya, kondisi masyarakat semakin memburuk karena tidak ada penghasilan.
Ketika itu, sebagai Pangdam Teritorium IV/Diponegoro, Soeharto ingin menghidupkan kembali pabrik gula yang mati suri agar petani bisa bekerja lagi. Soeharto memerintahkan Bob Hasan menemui anak Oei Tiong Ham, salah satu pemilik pabrik gula terbesar waktu itu. Soeharto meminta Bob untuk membeli pabrik gula yang tidak lagi beroperasi.
Bob berhasil menego pabrik milik Oei Tiong Ham dengan harga murah, sekitar Rp11 juta. Soeharto juga menyediakan lahan kosong milik Teritorium IV/Diponegoro di sekitar Semarang, untuk dimanfaatkan para petani menanam tebu. Tebu-tebu petani tadi dibeli, lalu diolah di pabrik menjadi gula.
Karena harga gula di Indonesia waktu itu dijual rugi, Soeharto pun meminta Bob Hasan menjual gula ke Singapura. Hasil penjualannya dibelikan bahan makanan dan obat-obatan. Karena memiliki insting berbisnis, Bob nekad berangkat ke Singapura tanpa mengenal satu pun orang di Singapura.
Dalam buku tersebut, Bob menceritakan keberhasilannya berdagang gula di Singapura dan membawa bahan kebutuhan pokok dan obat-obatan ke Indonesia. Lalu ia menjual makanan dan obat-obatan di masyarakat. Hasilnya dijadikan sebagai modal untuk mendirikan Bank Yayasan Teritorium IV yang memberikan kredit tanpa bunga kepada petani.
Soeharto juga pernah memiliki program memperbanyak fasilitas yang ada di Teritorium IV/Diponegoro, seperti membangun asrama yang layak bagi para prajurit. Hanya saja, Soeharto tidak memiliki dana yang cukup. Soeharto menyewakan gudang-gudang milik Teritorium IV/Diponegoro dan Teritorium V/Brawijaya ke Departemen Perdagangan.
Soeharto pun melibatkan Bob Hasan dalam urusan sewa menyewa Gudang Kodam. Penghasilan dari bisnis sewa tadi akhirnya bisa mencukupi pembangunan asrama bagi prajurit di Kodam Diponegoro. "Dengan fasilitas lebih baik bisa mendidik prajurit yang selalu siap ditugaskan di segala medan perjuangan," ujar Bob Hasan.
Dari pengalaman di atas, Bob semakin memahami dunia bisnis. Secara bertahap, Bob mulai membangun usaha pengangkutan, lalu menggeluti industri perkayuan. Sampai akhirnya ia mendirikan banyak perusahaan di sektor lain, seperti bidang jasa keuangan, otomotif, media, hingga telekomunikasi. "Pengalaman yang diberikan Pak Harto untuk membeli pabrik gula milik Oei Tiong Ham menjadi pelajaran berharga. Saya jadi tahu cara melakukan negosiasi yang bisa diterima oleh kedua belah pihak," ia mengenang.
Hendry Roris Sianturi