Home Laporan Khusus Kebaikan Yang Tersisa di Nusakambangan  

Kebaikan Yang Tersisa di Nusakambangan  

Di usia 70 tahun, Bob Hasan dikirim ke Nusakambangan, penjara paling ketat di Indonesia. Alih-alih tersiksa, dia malah mendapatkan rasa hormat berkat upayanya meningkatkan kualitas hidup narapidana. Warisannya masih bermanfaat bagi penhuni dan tamu.


Dalam satu perbincangan, pengusaha Mohamad Hasan atau lebih dikenal dengan nama Bob Hasan pernah mengaku sudah menyandang gelar pendidikan S3. Tentu ini bisa bikin lawan bicaranya terkejut. Memang, meskipun pernah jadi menteri kabinet di era Presiden Soeharto, pendidikan formal Bob Hasan tidak tinggi. 

Melihat reaksi lawan bicaranya yang kebingungan, Bob Hasan kemudian melanjutkan, "Saya sudah di Salemba, Cipinang, dan Nusakambangan, ha, ha, ha...," begitu selorohnya. Pria kelahiran Semarang ini memang sempat menghabiskan hari-harinya di penjara paling ketat di Indonesia itu. 

Kisahnya bermula pada akhir Maret 2000. Diundang Kejaksaan Agung sebagai saksi dalam kasus yayasan-yayasan yang diketuai mantan Presiden Soeharto, justru dia yang ditetapkan sebagai tersangka. Dia menjadi tersangka kasus pemetaan udara hutan di Indonesia yang dikerjakan PT Mapindo Parama, salah satu perusahaan miliknya.

Saat itu juga Bob Hasan ditahan. Kepada wartawan yang meminta tanggapannya setelah ditetapkan sebagai tersangka, ia menjawab pendek. "Ya, enggak apa-apa. Ini kan negara hukum. Harus kita ikuti," katanya. Sejak hari itu, Bob menghabiskan waktu di ruang tahanan berukuran 4x3 meter di rumah tahanan Kejaksaan Agung. Tanpa kipas angin, apalagi penyejuk ruangan. Dia menghabiskan waktunya dengan membaca dan beribadah.

Hampir setahun ditahan, pada Februari 2001, PN Jakarta Pusat menvonis Bob Hasan dua tahun karena tuduhan korupsi sedikitnya US$243,74 juta dalam kontrak pemetaan potensi hutan PT Mapindo Parama dengan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia dan Departemen Kehutanan. Juga didenda Rp15 juta dan ganti rugi Rp14,1 miliar. Selain itu, sejumlah harta milik perusahaan, berupa tanah, mobil, dan aset lain, dirampas untuk negara. 

Majelis hakim juga memutuskan, Bob Hasan sebagai terdakwa tetap ditahan. Divonis seperti itu, mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan di Kabinet Pembangunan VII ini mengajukan banding ke pengadilan tinggi. Namun hukumannya malah naik menjadi enam tahun penjara pada 14 Maret 2001. Apa boleh buat, Bob pun kemudian menjadi penghuni LP Cipinang.

Baru beberapa hari menempati sel di Blok III-H,LP Cipinang, penggemar golf ini dijemput Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM Jakarta, Iman Santoso, pada Selasa, 27 Maret 2001, pukul 03.00 dini hari. Seperti dilaporkan Majalah Gatra terbitan 7 April 2001, Bob Hasan yang tidak tahu hendak dibawa ke mana pun tergesa-gesa mengemasi barangnya. 

Bob memasukkan tiga potong pakaian ke dalam kantong plastik dan sejumlah majalah serta koran ke kantong plastik yang lain. Di bawah kawalan tiga polisi dan didampingi seorang dokter, ia dibawa ke Bandara Halim Perdanakusuma. Dari Halim, Bob diterbangkan dengan Fokker-27. "Saya mau dibawa ke mana, Pak?" tanya Bob Hasan dalam perjalanan. "Ke Nusakambangan," jawab Iman. Pemindahan ini mengejutkan, karena pihak keluarga dan kuasa hukumnya tidak mendapat pemberitahuan.

Saat itu Menteri Kehakiman dan HAM Baharuddin Lopa menyebut empat alasan tentang pemindahan Bob Hasan itu. Yang pertama, dia dikhawatirkan melarikan diri. "Daripada kami tidak bisa tidur khawatir dia lari, lebih baik dia dibawa ke Nusakambangan, yang relatif sulit," ujar Lopa dalam konferensi persnya.

Alasan kedua, ada kekhawatiran Bob menjadi korban tindak kekerasan narapidana lain. Yang ketiga, untuk membuktikan bahwa siapa pun bisa dibawa ke Nusakambangan. Dan alasan keempat, untuk membuat jera para koruptor.

Akhirnya, Bob Hasan pun menjadi warga binaan LP Batu Nusakambangan. Dalam usia 70 tahun pengusaha papan atas ini memulai hidup baru sebagai narapidana. Sikapnya yang low profile, mudah menyesuaikan diri, dengan cepat meraih penghormatan dari komunitas LP Batu. 

Bambang Purwatno, yang bertugas sebagai Kepala Subseksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan LP Batu saat itu, mengenang Bob Hasan orang yang mudah bergaul dengan siapa saja. "Saya cukup dekat dengan beliau. Kebetulan istri saya yang memasak makanan untuk beliau," tuturnya kepada Gatra, Rabu lalu.

Dia mengenang Bob Hasan sebagai sosok yang disiplin berolahraga. Setiap pagi berjalan kaki keliling lapangan blok penjara, dilanjutkan dengan tenis meja. Lawan tandingnya siapa saja. Mulai sesama warga binaan hingga sipir penjara. Setiap Jumat pagi, Bob juga mendapat kesempatan keluar tembok lapas untuk bermain tenis lapangan.

Sejak kehadiran Bob Hasan, suasana LP Batu pun berubah. Kehidupan penjara yang keras, menu makanan yang apa adanya, berangsur menjadi lebih baik. Sebagai pengusaha dia membuka usaha penggosokan batu akik dalam LP. Dia mengurus mulai dari bahan baku hingga pemasarannya. Karyawannya warga binaan. 

Hampir separuh penghuni lapas menjadi anak buahnya. Dengan upah yang diterima, warga binaan bisa menabung, termasuk meningkatkan kualitas hidupnya. "Beliau mendatangkan bahannya, juga alat-alatnya," Bambang mengenang. Namun sayang, sejak Bob Hasan bebas dari lapas Batu, usaha itu redup dan mati.

Warisan yang masih tersisa hingga hari ini adalah masjid At-Taqwa yang berada di luar tembok lapas. Sebelumnya masjid itu sudah tidak dipakai lagi. Tidak terurus. Baru setekah Bob Hasan datang, ia mengucurkan dana untuk merehabilitasi masjid itu. Pertama Rp27 juta dan selanjutnya Rp20 juta. 

Hingga hari ini, masjid itu masih digunakan untuk beribadah pengunjung maupun warga binaan. "Semua warga binaan itu hormat kepada beliau. Saya yakin warga binaan itu merasa berutang, karena kebaikan beliau," kata Bambang. 

Bambang mengakui, Bob Hasan orang yang selalu berbuat baik. Bahkan meski sudah tak di Nusakambangan, Bob masih berbagi kebaikan dengan penghuni di sana. "Sampai tahun kemarin kami masih mendapatkan kiriman hadiah Lebaran. Luar biasa menurut saya. Saya terharu dan ingin nangis kalau denger beliau sudah meninggal. Mudah-mudah husnulkatimah," tuturnya sambil terisak.

Jalan hidup diasingan di Nusakambangan selama 2,5 tahun juga tak membuat Bob Hasan menyimpan dendam. Baginya, penahanan itu bukan karena dirinya seorang seorang kriminal, tetapi tahanan politik. Hal ini diungkapkanya dalam buku Founding Fathers dan Aku terbitan Gatra Pustaka suntingan wartawan senior Suryopratomo.

Dalam buku itu, Bob Hasan mengaku pernah mendapat peringatan dari K.H. Yusuf Hasyim, paman Gus Dur, untuk berhati-hati. Diceritakan bahwa Gus Dur pernah mengatakan bahwa kalau ia menjadi presiden, maka orang pertama yang akan dijebloskan ke dalam penjara adalah Bob Hasan. Kenapa? Karena Bob Hasan adalah kroni terdekat Soeharto.

"Saya tidak tahu kebenaran pembicaraan antara Gus Dur dan K.H. Yusuf Hasyim. Hanya saja ketika Gus Dur menjadi presiden, saya dijebloskan ke dalam penjara. Bahkan ketika saya masih berstatus tahanan, saya sudah dikirim ke LP Batu di Nusakambangan," tuturnya.

Menurut Bob Hasan, tuduhan korupsi kepadanya aneh. Dalam pandangannya, kalau dia dituduh melakukan korupsi, seharusnya ada pejabat negara yang ikut memberikan jalan dirinya melakukan korupsi. Apalagi posisi dirinya di PT Mapindo Pratama hanya pemegang saham, bukan direksi.

Jika perusahaan itu melakukan korupsi, seharusnya direksi perusahaan yang menjalankan operasional perusahaan juga diperiksa. Namun tidak ada satu pun direksi yang diperiksa. Demikian perusahaannya pun tidak pernah disita. Yang diambil hanya mobil dan kantor.

"Saya tidak pernah menyesali hukuman sekitar empat tahun yang harus saya jalani. Saya juga tidak pernah merasa dendam diperlakukan seperti itu. Sebab, saya tahu bahwa saya bukan seorang kriminal, tetapi tahanan politik karena kawan dekat Pak Harto," begitu tulisnya dalam bagian akhir buku itu.


Rosyid