Home Kesehatan Angka Kematian Covid-19 di Indonesia Tinggi, Ini Sebabnya

Angka Kematian Covid-19 di Indonesia Tinggi, Ini Sebabnya

Jakarta, gatra.net - Angka kematian akibat Covid-19 di Indonesia cukup tinggi. Data terakhir pada Rabu (25/03) tercatat kasus positif di Indonesia adalah 790, meninggal dunia 58 dan sembuh sebanyak 31 orang.

Bila dibandingkan dengan di Malaysia, kasus positif Covid-19 adalah 1.796 dan jumlah kematiannya adalah 19 jiwa. Saudi Arabia, yang angkanya kasus positifnya tak jauh dari Indonesia yakni 767, angka kematiannya adalah 1 orang.

Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof. Dr.dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH MMB, ada berbagai faktor kemungkinan penyebab tingginya angka kematian akibat COvid-19 di Indonesia.

"Yang pertama, banyak pasien yang datang sudah dalam kondisi terlambat ke RS rujukan, dalam artian kondisinya sudah berat sehingga secara medis sudah sulit diatasi," ujar Ari saat dihubungi gatra.net, Rabu (25/03) sore.

Yang kedua, adanya keterbatasan ventilator di rumah-rumah sakit. "Yang diserang oleh virus ini adalah paru-paru, maka ventilator menjadi alat yang vital dibutuhkan oleh pasien," tambahnya. Masalahnya, jumlah ventilator di tiap rumah sakit sangat minim, sehingga banyak pasien dalam kondisi berat pun tidak mendapatkan bantuan dari alat ini.

Baca jugaKasus Corona Bertambah: 790 Positif, 58 Meninggal, 31 Sembuh

"Kemudian pada beberapa kasus berat, banyak pasien yang juga mempunyai penyakit bawaan, seperti gangguan fungsi hati dan fungsi ginjal," kata Ari. Padahal, penyakit gangguan ginjal membutuhkan proses cuci darah, yang mana hal itu tidak bisa dilakukan saat isolasi dilakukan.

Jadi secara teknis medis, lanjut Ari, tenaga medis kesulitan dengan peralatan yang cukup advance tidak tersedia. "Hal ini yang membuat angka kematian cukup tinggi," katanya.

Menurut Ari, sudah saatnya semua rumah sakit, tidak hanya rumah sakit rujukan, menyediakan ruang isolasi. "Kalau sudah membludak, rumah sakit rujukan saja tidak akan cukup," katanya.

Sebagian besar -sekitar 80% kasus- adalah kasus Covid-19 ringan hingga sedang yang seharusnya bisa dirawat di rumah sakit bukan rujukan. "Jadi adanya wisma atlet yang disulap menjadi rumah sakit khusus itu merupakan suatu terobosan," ujarnya.

Namun, Ari mengingatkan bahwa sebanyak apapun rumah sakit yang disediakan oleh pemerintah, hal itu tetap tidak akan cukup bila social distancing tidak dilakukan dan warga masih bebas keluar rumah untuk hal-hal yang tak perlu. "Kita lihat sekarang, orang masih lalu lalang di jalanan,"katanya.

Baca jugaForum Pemred: Imbauan Diacuhkan Pemerintah Perlu Sanksi

Padahal, lanjut Ari, dengan tetap tinggal di rumah, justru daya tahan tubuh kita bisa kita pertahankan dengan baik, sehingga dengan demikian kita bisa tetap sehat.

Ari mengakui bahwa saat ini pihaknya belum menerima data mengenai prosentase usia yang wafat karena Covid-19 ini. Namun, menurut yang juga terjadi di negara lain, maka usia lanjut sangat rentan terhadap penyakit ini. Juga mereka yang mempunyai penyakit bawaan.

Maka dari itu, pihaknya sudah memberikan himbauan kepada para dokter dan para medis yang telah berusia lebih dari 65 tahun untuk tidak perlu bekerja menangani penyakit Covid-19 ini. "Kami cuma bisa menghimbau, tidak bisa melarang karena mereka memang tidak dilarang untuk menjalankan tugas mereka, kan tidak ada kode etik yang dilanggar,"ujarnya.

Satu hal penting lain, kata Ari, penyakit Covid-19 juga rentan bila menyerang mereka yang merokok. "Perokok juga sangat rentan dengan virus Covid-19 ini karena sekali lagi, virus ini menyerang paru-paru," kata Ari mengingatkan.

1216