Wawancara
Siti Nadia Tarmizi
Selain fokus menanggulangi virus corona, Indonesia juga sedang berhadapan dengan kasus demam berdarah dengue (DBD). Kasus demam berdarah mulai muncul di beberapa wilayah yang mengalami kebanjiran saat curah hujan tinggi. Situasi ini berlangsung sejak awal 2020.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, sejak awal 2020 hingga saat ini, sudah ada sekitar 25.000 kasus demam berdarah di seluruh Indonesia dengan lebih dari 100 orang meninggal dunia.
Untuk mengetahui lebih lanjut penanganan kasus demam berdarah di Indonesia dan penanggulangannya, Wartawan GATRA Erlina Fury Santika mewawancarai Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, di Gedung Adhyatma, Kementerian Kesehatan, Senin lalu. Berikut petikannya:
Bagaimana jumlah kasus dan sebaran penyakit demam berdarah di Indonesia saat ini?
Perkiraan kita puncaknya itu bulan April. Kalau tahun lalu, Maret ini puncaknya, tapi kita enggak tahu apakah di April nanti muncul atau tidak. Kita bisa melihat di Jabar (Jawa Barat) itu kasusnya sangat rendah, tapi kemudian sekarang dia jadi nomor satu dengan 4.000 kasus. Padahal, sebelumnya mereka hanya punya 1.000-2.000 kasus. Kita juga sedang melihat, apakah dengan kondisi cuaca seperti ini akan juga menyebabkan penambahan dari kasus ini di akhir-akhir.
Perbandingan jumlah kasus dibandingkan tahun lalu?
Kalau dihitung per Maret, kasus tahun lalu lebih banyak. Tahun lalu kita sudah sampai angka 59.000 kasus dengan kematian 420, seingat saya. Kalau sekarang, kita ada 25.000 kasus dengan 164 kematian. Kalau mau dilihat dalam setahun, kita pernah punya 160.000 kasus dengan kematian 900-an.
Di Sikka, korban meninggal itu keadaannya seperti apa?
Banyak anak-anak. Bahkan ada yang usia 6 bulan, paling tua 14 tahun. Itu karena syok atau cairan darah keluar dari tubuh, tidak masuk dalam pembuluh darah. Pendarahan terjadi terus-menerus.
Kalau NTT, Sikka khususnya, itu kan ada 1.400 kasus DB (demam berdarah), di mana 1.100 itu ada di Kabupaten Sikka. Kematian di NTT itu ada 39, di mana 14-nya ada di Sikka. Jadi, hampir 50% kematian di NTT ada di Kabupaten Sikka.
Kabupaten Sikka juga sudah menyatakan KLB (kejadian luar biasa), sejak pertengahan Februari. Bahkan sudah diperpanjang tiga kali masa tanggap darurat. Dalam proses itu, kami melihat upaya yang dilakukan pemerintah Kabupaten Sikka dan Provinsi NTT itu tidak cukup. Jadi, tadi mobilisasi tenaga tambahan, baik dari Kemenkes, Puskes, TNI. Mereka stay di sana kurang lebih 10 hari.
Secara umum, apa penyebab hingga korban bisa meninggal?
Itu cenderung terlambat karena fase penyakitnya itu. Jadi dia saat masih bisa diselamatkan, dia datangnya terlambat ke faskes. Kalau yang kasusnya sudah banyak sekali itu, tentunya pengawasan tenaga kesehatan harus lebih intens karena mengawasi banyak orang. Namun kalau SDM atau tenaga perawat, dokter, yang jumlahnya sama dengan jumlah pasien atau kurang, kan tentunya sering kali tidak optimal.
Kabarnya, Jakarta sudah kirim tenaga medis, sudah ada hasilnya?
Kemarin kita pulang ke Jakarta hari Minggu. Kita sudah lihat penurunan kasus DB di sana. Tadinya, setiap hari kita menemukan 75-100 kasus, sekarang sudah mulai 25-30 kasus. Ini masih kita pantau, sih.
Untuk daerah lain penanganannya bagaimana? Dikirim bantuan tenaga juga?
Kalau sekarang belum, karena belum ada daerah lain yang menyatakan kembali adanya KLB DB. Namun kita menganalisis, kalau trennya meningkat, kita feedback untuk hati-hati dan segera melakukan penanganan, intervensi.
Koordinasi pusat dengan daerah bagaimana?
Ini memang agak sulit. Selalu nih, setiap September, kita mengirimkan surat edaran kepada bupati dan kepada seluruh pemprov, mengingatkan ini sudah mau masuk musim hujan, jadi lakukan PSN sebelum masa penularan. Kedua, PSN ini kan tak hanya menutup, menguras saja, tapi melakukan pembagian larvasida. Kemudian juga meminta untuk mengaktifkan itu, pokja demam berdarah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, supaya pemerintah daerah sosialisasi juga ke masyarakat.
Bagaimana respons pemerintah daerah?
Kalau ada peningkatan kasus di beberapa daerah begini, ya artinya belum berjalan dengan optimal. Kayak corona, Anda harus patuh, kerja sama masyarakat itu penting. Kalau sudah sakit, 14 hari harus di rumah, ya harus diam di rumah. Cuci tangan benar-benar. Itu, kan bagian dari perilaku. Sama, demam berdarah itu kan membutuhkan kontribusi besar dari masyarakat untuk berperilaku bersih.
Bagaimana langkah terhindar dari demam berdarah?
Yang pasti kalau hujan, iklim itu memengaruhi siklus nyamuk. Upaya kita mengendalikan si nyamuk tadi bisa dengan populasi diturunkan. Untuk jangka panjang, kita bisa tanam pengusir nyamuk di rumah kita, misal lavender. Kemudian memastikan rumah kita ditutup dengan kawat nyamuk. Bukan hanya di rumah, tapi juga di sekolah, musala, pasar. Ketiga, kita harus menghindar dari gigitan nyamuk.
[G]