
Sleman, gatra.net – Mahasiswa dari berbagai kampus dan organisasi di Yogyakarta menggelar demonstrasi untuk menolak rancangan Omnibus Law di Jalan Affandi, Gejayan, Sleman, Senin (9/3). Rancangan aturan itu disebut bertentangan dengan UUD 1945 mengenai penghidupan dan pekerjaan yang layak bagi rakyat.
Juru bicara massa atas nama Aliansi Rakyat Bergerak, Kontra Tirano, mengatakan pasal-pasal di Omnibus Law bermasalah. “Kami mengangkat beberapa poin penting hari ini. Salah satunya adalah mengenai pengadaan lahan,” kata dia saat ditemui di sela aksi, Senin (9/3).
Menurutnya, pasal itu mengatur pengelolaan lahan di Indonesia akan dimonopoli oleh bank tanah bentukan pemerintah. Aturan itu akan membuat ekonomi rakyat makin rentan. “Rakyat tidak bisa menolak perampasan lahan yang akan mereka alami. Sehingga mereka tidak bisa hidup di lahannya sendiri,” katanya.
Ia juga mengatakan Omnibus Law bermasalah dan menentang UUD 1945 pasal 27 ayat 2 bahwa setiap warga negara berhak atas penghidupan dan pekerjaan yang layak.
“Omnibus Law melanggar ini semua. Penghidupan dan pekerjaan yang layak jadi tidak mungkin. Karena tanah dirampas, upah minimum lebih rendah, jam kerja lebih tinggi, dan semua pekerja tidak akan menjadi pekerja tetap, tapi pekerja kontrak. Oleh karena itu, kami melawan karena menerobos UU yang lebih tinggi,” ucapnya.
Dalam aksi yang digaungkan di media sosial dengan tagar 'Gejayan Memanggil Lagi' itu, para mahasiswa memadati simpang tiga Jalan Affandi, Sleman, sejak Senin (9/3) siang. Mereka datang dari sejumlah titik, seperti Bunderan UGM, kampus UNY, dan kampus UIN Sunan Kalijaga.
Setelah massa berkumpul di simpang tiga Gejayan, orator berorasi di panggung di tengah-tengah kerumunan. Mereka juga membawa sejumlah poster penolakan Omnibus Law.
Jalan Affandi ditutup oleh kepolisian karena demo ini. Sebuah mobil ambulans sempat melintasi jalan ini. Massa aksi yang sebelumnya duduk di tengah jalan langsung berdiri dan memberi jalan bagi ambulans tersebut.