Home Laporan Khusus Jurus Cukai Pengendali Konsumen Pemerintah mengusulkan aturan cukai untuk plastik, minuman berpemanis, dan kendaraan peng

Jurus Cukai Pengendali Konsumen Pemerintah mengusulkan aturan cukai untuk plastik, minuman berpemanis, dan kendaraan peng

Pemerintah mengusulkan aturan cukai untuk plastik, minuman berpemanis, dan kendaraan penghasil emisi karbon. Pengenaan tarif cukai Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara lain. Hanya tiga objek yang baru dikenakan cukai.

--------------

Pemerintah bersiap membuka kantong baru sumber pendapatan negara lewat cukai. Ada tiga objek baru yang bakal dikenakan cukai: minuman berpemanis, plastik, dan kendaraan beremisi C02. Usul ini disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dan sudah mendapat persetujuan DPR.

Saat ini, Indonesia baru mengenakan cukai untuk tiga objek, yaitu hasil tembakau, minuman keras (MMEA), dan etil alkohol. Angka ini lebih sedikit dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Berdasarkan data ASEAN Tax Reform, Thailand menjadi negara terbanyak yang menerapkan cukai (21). Lainnya berturut-turut yaitu Kamboja (11), Laos (sembilan), Vietnasm (tujuh), Malaysia (tujuh), dan lainnya.

Pengenaan cukai juga lazim dilakukan oleh negara-negara lain. Amerika Serikat dan Tiongkok mengenakan cukai untuk tujuh hingga 10 objek. Selain itu, Kanada, Rusia dan Australia mengenakan cukai untuk empat hingga enam objeknya.

Indonesia termasuk kategori negara yang paling sedikit menggunakan instrumen cukai sebagai kebijakan fiskal dan pengendali konsumen. Usulan tiga objek baru cukai ini dianggap memiliki dampak negatif, baik dari aspek kesehatan maupun lingkungan.

“Instrumen cukai merupakan instrumen tepat untuk pengendalian konsumen itu. Ini sudah dilaksanakan semua negara di dunia,” kata Sri Mulyani.

***

Indonesia menjadi salah satu negara penghasil sampah plastik terbanyak di dunia. Meski sudah ada surat edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan KLehutanan (KLHK) pada 2016, dan 22 kabupaten/kota yang mengeluarkan aturan pemakaian kantong plastik di pusat perbelanjaan, toko, dan retail, belum ada hasil signifikan penurunan konsumsi plastik.

Berbagai kesulitan penerapan aturan di antaranya ada kesulitan dalam penegakkan hukum, pertanggungjawaban penerimaan dan resistensi pengusaha yang tidak boleh memproduksi kantong plastik.

Jika cukai plastik diterapkan, akan ada kepastian hukum soal masalah plastik di Indonesia. Setidaknya, akan ada tiga hal yang menjadi jelas tentang plastik: kejelasan pertanggungjawaban, terdapat mekanisme kontrol dan penegakan hukum, serta mendorong produksi kantong plastik ramah lingkungan.

Usulan cukai plastik, diterapkan untuk ketebalan plastik kresek kurang dari 75 mikron. Subyek cukai yang dikenakan adalah untuk pabrikan dalam negeri dan importir.

Tahap awal tarif cukai akan dikenakan sebesar Rp35.000/kilogram (setara Rp200 per lembar) dengan pungutan setiap bulan saat barang keluar dari pabrik atau pelabuhan. Pengawasan oleh DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) melalui registrasi pabrikan, pelaporan produksi, dan pengawasan fisik dan audit.

Jika usulan ini berjalan, berarti harga kantong plastik setelah kena cukai akan berkisar Rp450-Rp500. Aprindo (Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia), sebagai retailer association company akan menaikkan Rp200–Rp500. Dampak inflasinya sekitar 0,045%.

“Dengan adanya cukai plastik, ada keseragaman pelaksanaan di wilayah pabean. Menjadi jelas tarif berapa, penerimaan berapa, dan pertanggungjawaban dalam APBN,” Sri Mulyani menjelaskan.

Dengan asumsi pemakaian kantong plastik 55.532.609 kg per tahun, maka potensi penerimaannya Rp1,605 triliun. Berdasarkan data KLHK tahun 2016, konsumsi kantong plastik mencapai 107.065.217 kilogram per tahun.

Sri Mulyani berharap produsen akan bertahan dan berinovasi dengan ragam produk yang lebih ramah lingkungan. Karena bakal ada pembeda tarif untuk produk ramah lingkungan.

“Cukai jauh lebih kecil,” Sri Mulyani menambahkan.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik & Plastik Indonesia (INAPLAS), Fajar Budiono, menyebut kebijakan ini tidak pro-industri. Padahal, Kementerian Keuangan sendiri telah memberikan insentif pada industri Petrokimia hulu, berupa tax holiday dan tax allowance.

“Tapi di industri hilirnya malah dijegal, malah diberlakukan disinsentif, dikasih cukai. Jadi, nanti mereka (industri hulu) akan jualan kemana?” kata Fajar kepada Gatra.

Akibatnya, terjadi kemungkinan para investor industi petrokimia hulu akan mempertimbangkan kembali langkah untuk melakukan investasi di dalam negeri. Kemungkinan terburuknya, para investor ini malah akan melakukan relokasi ke negara-negara lain di ASEAN yang dinilai lebih menguntungkan.

Sebenarnya soal cukai plastik sudah banyak negara yang mengenakan cukai. Di kawasan Asia sudah ada Hongkong, India, Filipina, Malaysia, Kamboja, dan Vietnam. Sementara negara non Asia lain yang menerapkan cukai plastik antara lain, Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Italia, dan lainnya.

***

Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2017, sekitar 425 juta orang di seluruh dunia mengidap penyakit diabetes. Sementara, jumlah penderita diabetes usia di atas 15 tahun pada tahun 2018 mencapai 10,9% dari total populasi. Ini menjadikan diabetes menjadi penyakit tidak menular yang banyak diidap oleh orang Indonesia.

Salah satu upaya pemerintah menjaga kesehatan warganya dari penyakit ini adalah menekan konsumsi gula masyarakat. Selain membahayakan kesehatan, diabetes menjadi penyakit yang banyak membebani klaim asuransi. Pengenaan cukai untuk minuman berpemanis menjadi jalan yang bakal ditempuh.

“Kami usulkan minuman yang siap dikonsumsi. Ini termasuk konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran dan konsumsinya masih perlu proses pengenceran. Misal kopi saset, yang isinya banyak gula,” kata Sri Mulyani.

Menanggapi hal ini, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, mengatakan hal ini merupakan wacana lama yang kembali diulang.

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan GAPMMI, pengenaan cukai malah akan menaikkan harga produk yang akhirnya menurunkan daya beli masyarakat.

“Pada dasarnya belum ada data yang menunjukkan pengenaan cukai bisa menurunkan jumlah penderita Penyakit Tidak Menular (PTM) dan obesitas,” kata Adhi.

Selain itu, bakal terjadi penurunan pendapatan pajak lantaran turunnya daya beli masyarakat yang berakibat pada penurunan kapasitas produksi.

 

Adhi mengaku khawatir dengan adanya kebijakan penerapan cukai ini. Pemerintah harus menetapkan tujuan yang jelas sebelum menerapkan hal tersebut.

 

“Peran produk pangan olahan 30% dari total konsumsi pangan. Jadi alasan mengatasi PTM dan obesitas tidak tepat sasaran,” Adhi menegaskan.

 

 

 

***

 

Pengenaan cukai yang terakhir adalah untuk kendaraan berpenghasil emisi karbon. Ini menjadi salah satu upaya pengendalian efek rumah kaca oleh pemerintah untuk mengurangi emisi bahan bakar fosil. Apalagi usulan ini sejalan dengan program kendaraan listrik yang sedang digadang pemerintah.

 

Subjek cukai yang bakal dikenakan aturan ini adalah pabrikan mobil dalam negeri dan importir mobil dari luar negeri. Pengecualian emisi ini untuk kendaraan yang tidak gunakan BBM.

 

“Jadi mobil listrik tidak kenai. Kendaran umum pemerintah, keperluan khusus seperti ambulance, damkar dan bus angkutan juga tidak dikenakan,” Sri Mulyani memaparkan.

 

Potensi penerimaan negara disebut mencapai Rp15,7 triliun. Asumsi nilai potensi penerimaan cukai emisi kendaraan bermotor sekurang-kurangnya sama dengan nilai penerimaan PPnBM sebagai konsekuensi shifting (baseline penerimaan PPnBM tahun 2017).

 

Manajer Kampanye Keadilan Iklim Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Yuyun Harmono, menyambut baik usul pengenaan cukai kendaraan bermotor oleh Kementerian Keuangan itu.

 

Yuyun memberikan catatan agar kebijakan tersebut nantinya jangan sampai membebani konsumen atau pengguna kendaraan bermotor. Pemerintah seharusnya menyasar produsen sebagai subjek pajak. “Jadi supaya kemudian bukan hanya rakyat kecil yang menjadi korban, dia kan berkontribusi kecil terhadap emisi secara individual,” kata Harmono.

 

Dia pun menilai bahwa pengenaan pajak terhadap kendaraan bermotor tak akan berpengaruh signifikan terhadap perubahan iklim. Pasalnya, sumber penghasil emisi terbesar tidak hanya berasal dari kendaraan bermotor. Menurut dia, industri-industri yang menggunakan bahan bakar fosil menjadi penghasil gas karbon terbesar.

 

“Harusnya disasar juga penyumbang emisi terbesar, misalnya di sektor energi. Namun, selama ini enggak ada tuh carbon tax untuk pembangkit yang masih menggunakan bahan fosil baik itu minyak bumi, gas maupun batubara,” ujar Harmono.

 

Pengenaan pajak terhadap industri dan pembangkit energi dinilai penting untuk menunjukan kepada publik bahwa bahan bakar yang berasal dari fosil, batu bara, dan minyak bumi tidaklah murah. Selain itu, pemerintah bisa memanfaatkan dana hasil penerimaan pajak tersebut untuk mengatasi persoalan yang menyangkut perubahan iklim.

 

 

Fitri Kumalasari, Qonita Azzahra, Ryan Puspa Bangsa, dan Dwi Reka Barokah

 

 

 

-------------Kutipan ---------------

 

“Instrumen cukai merupakan instrumen tepat untuk pengendalian konsumen itu. Ini sudah dilaksanakan semua negara di dunia.”

 

Sri Mulyani Indrawati

 

 

 

--------------Infografis ----------------

 

 

Cukai Minuman Berpemanis

 

Teh Kemasan (produksi 2.191 juta liter): (Tarif Rp1.500/l): potensi penerimaan Rp2,7 triliun

 

Karbonasi (produksi 747 juta liter): (Tarif Rp2.500/l): potensi penerimaan Rp1,7 triliun

 

Lainnya (energy drink, kopi, konsentrat, dll) (produksi 808 juta liter): (Tarif Rp2.500/l): potensi penerimaan Rp185 triliun

 

Sumber: Kementerian Keuangan

 

 

 

---------------g ----------------

 

 

 

56