


Yogyakarta, gatra.net - Pusat Kajian Islam, Demokrasi, dan Perdamaian menyatakan 16,4 persen dari 450 ulama atau pemuka agama Islam yang mereka survei menolak konsep negara-bangsa Indonesia. Mereka aktif menyebarkan intoleransi dan paham-paham radikal Islam.
Survei hasil kerjasama dengan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini digelar selama dua bulan. Para ulama tersebut tersebar di 15 kota di Indonesia.
"Hasil survei menyatakan 71,56 persen ulama menyatakan menerima konsep negara-bangsa, kemudian 16,44 persen menolak, dan sisanya 12 persen tidak teridentifikasi," kata pemimpin penelitian tersebut Noorhaidi Hasan di kampus UIN Sunan Kalijaga, Sabtu (29/2).
Hasan ditemui gatra.net di acara dialog kebangsaan dan peluncuran buku "Ulama dan Negara-Bangsa" dan "Ulama, Politik, dan Narasi Kebangsaan".
Menurutnya, pemerintah punya pekerjaan rumah untuk mengatasi para ulama yang menolak konsep negara-bangsa.
"Pemerintah harus melakukan pendekatan dan deradikalisasi kepada mereka. Hal ini diperlukan untuk memberi pengertian mengenai konsep negara-bangsa yang merupakan konsensus bangsa Indonesia yang harus dihormati," jelasnya.
Menurut Hasan, penolakan atas konsep negara-bangsa sebagian ulama itu mudah tersebar melalui dunia maya. Apalagi 16,4 persen ulama ini aktif di media sosial menyebarkan radikalisme dan ekstrimisme agama.
Hasan menyebut pemerintah juga PR besar untuk memperkuat pemahaman ulama yang menerima konsep negara-bangsa. "Sebab mereka terkadang belum menerima penganut agama lain memiliki hak dan kewajiban yang sama di mata hukum dan negara ini," ujarnya.
Untuk menjawab tantangan ini, pemerintah diminta terus mengampanyekan Islam moderat. Selain itu, ulama juga diajak untuk menyebarkan gagasan bahwa Islam cocok dengan konsep negara-bangsa Indonesia.
"Yang paling penting adalah perbaikan ekonomi dan pemerataan akses. Ini sangat besar pengaruhnya terhadap penerimaan utuh konsep negara-bangsa," katanya.
Sebagai pembicara kunci acara ini, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan bahwa konsep negara-bangsa sesuai konsensus para pendiri bangsa.
"Tidak digunakannya Piagam Jakarta menjadikan negara mengakui warga negara yang sebagai pemeluk agama, meskipun berbeda, memiliki hak yang sama. Ini konstitusi yang harus dihormati dan dijaga bersama," katanya.