.jpg)
Labuan Bajo, gatra.net --- Masyarakat Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT yang tergabung dalam pelaku konservasi dan wisata, Rabu 12 Februari 2020 melakukan unjuk rasa di tiga lokasi. Pertama di Balai Taman Nasional Komodo ( BTNK), berikutnya DPRD, dan terakhir di Kantor Bupati Manggarai barat.
Para demonstran ini merupakan pelaku Konservasi dan Wisata yakni ASITA, ASKAWI, Formap, P3KOM, DOCK, Gahawisri, Ganda Pemuda Komodo dan Sunspirit for Justice and Peace.
“Kami prihatin atas arah pembangunan pariwisata yang dinilai tidak mengindahkan konservasi di Taman Nasional Komodo (TNK). Kami menolak investasi bisnis di dalam kawasan itu. Karena wuilayah itu merupakan ekosistem alami Komodo dan satwa lainnya. Selain itu sebagai ruang hidup masyarakat asli di dalam kawasan itu,” kata Aloysius Suhartim dala orasinya.
Lebih lanjut Aloysius Suhartim meminta pemerintah pusat meninjau kembali rencana investasi dalam kawasan ini. “ Kami minta tolong tinjau kembali pemberian izin investasi untuk ejumlah perusahaan. Antaranya PT KWE di atas lahan seluas 151,94 hektar di Pulau Komodo dan seluas 274,13 hektar di Pulau Padar, dan berikutnya PT Sagara Komodo Lestari (PT SKL) di atas lahan seluas 22,1 hektar di Pulau Rinca ,” jelas Aloysius Sumartim.
Dia menyebutkan pemerintah pusat telah menetapkan Pulau Komodo dan perairan sekitarnya sebagai destinasi wisata ekslusif super premium dengan tiket masuk sebesar 1000 USD, setara Rp 14 Juta. Pengelolaannya akan diserahkan kepada PD Flobamora (BUMD Pemprov NTT) dan pihak lain. Belum diketahui siapa persisnya pihak lain.
“Penerapan pariwisata super premium ini sangat merugikan masyarakat di kawasan Pulau Komodo dan pelaku pariwisata. Unuk itu kami minta Pemerintah tidak merevisi Peraturan Pemerintah ( PP) Nomor 12 tahun 2014 tentang PNPB dan tetap mempertahankan tarif masuk yang telah berlaku sejak tahun 2019,” jelas Aloysius Sumartim.
Dia menegaskan agar Pemerintah tidak menerapkan kebijakan yang merugikan masyarakat yakni merombak penataan Pulau Rinca dengan dalih persiapan agenda G-20 2023. “Jangan karena mau ada agenda internasional di Labuan Bajo lalu menghancurkan, meruntuhkan semua asset Barang Milik Negara (BMN) yang ada di Loh Buaya dan digantikan dengan pembangunan sarana dan prasarana yang baru. Karena itu kami minta pemerintah dalam hal ini Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk memncabut kembali izin investasi pariwisata alam (IUPSWA) kepada investor,” katanya.
Karena itu mereka melayangkan sepuluh tuntutan:
- Kami menuntut Pemerintah harus segera meninjau kembali penerapan Permen KLHK No: P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Tawan Wisata Alam. Permen ini tidak cocok diterapkan di Kawasan TN-Komodo yang merupakan ekosistem khusus yang harus diperlakukan dengan sangat hati-hati (prudent).
- Kami menuntut Pemerintah untuk segera mencabut izin yang sudah diberikan kepada 2 Perusahaan swasta di Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar, serta membatalkan rencana pemberian izin kepada PT Flobamor serta “pihak lainnya” di dalam kawasan Taman Nasional. Pembangunan resort, villa, restaurant, dan fasilitas pendukung lainnya di dalam kawasan sangat bertentangan dengan prinsip konservasi yang sudah kita kerjakan bersama selama ini.
- Kami menolak pemberlakukan kawasan Pulau Komodo dan Perairan Sekitarnya sebagai Kawasan Wisata Ekslusif Super Premium dengan tiket masuk sebesar USD 1000 yang dikelola oleh PT Flobamor dan “pihak lainnya”. Praktek macam ini merupakan bentuk monopoli bisnis yang merugikan baik masyarakat Komodo sendiri maupun para pelaku pariwisata di Labuan Bajo pada umumnya. Sebaliknya, kami mendesak Pemerintah untuk tidak merevisi PP No. 12 tahun 2014 tentang PNPB dan tetap mempertahankan angka tarif masuk ke TNK yang telah berlaku sejak tahun 2019.
- Kami mengutuk keras rencana untuk menata ulang kawasan Loh Buaya dalam waktu dekat; mengingat paket-paket wisata untuk 2020 umumnya sudah direncanakan dan akan terganggu akibat kebijakan yang mendadak dan serampangan seperti ini. Sebaliknya rencana penataan destinansi harus dilakukan lewat perencanaan yang transparan dan akuntable.
- Kami menolak utak-atik status sejumlah Pulau yang berada dalam zona rimba dan zona inti di dalam Kawasan Komodo untuk menjadi bagian dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
- Kami mendesak pemerintah secara khusus BTNK untuk segera menerapkan kebijakan carrying capacity di tempat-tempat wisata seperti Pulau Siaba, Long Beach dan tempat-tempat lain demi menjaga kelangsungan ekologi dalam kawasan TNK.
- Kami menuntut Pemerintah untuk mengeluarkan jaminan tertulis dan permanen bahwa warga Komodo tidak akan dipindahkan dan/atau diganggu dengan rencana kebijakan relokasi; serta menuntut kebijakan yang memperhitungkan hak-hak dan partisipasi aktif mereka dalam konservasi dan pariwisata.
- Kami meminta kepada Pemerintah untuk mengembangkan model-model pembangunan pariwisata yang berbasis masyarakat seperti memaksimalkan dan melakukan pembinaan terhadap para pelaku UMKM lokal di Manggarai Barat dan membentuk BUMD yang diisi oleh orang-orang lokal.
- Kami melihat bahwa Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo-Flores (BOP-LBF) merupakan institusi di lapangan yang berada di balik rencana utak-atik kawasan Taman Nasional Komodo sebagai target baru investasi. Karena itu kami menuntut kepada Pemerintah untuk membubarkan BOP-LBF dan mencabut Perpres No.32 tahun 2018. Sebaiknya Pemda Manggarai Barat harus diberi ruang untuk menentukan pembangunan pariwisata yang sesuai dengan konteks (ekonomi, budaya, lingkungan) masyarakat setempat.
- Di akhir tuntutan ini, kami dengan tegas mendesak pihak DPRD, BTNK, dan Pemda Manggarai Barat untuk segera mengeluarkan pernyataan tertulis untuk menolak segala bentuk investasi dalam kawasan Taman Nasional Komodo. DPRD, BTNK dan Pemda juga harus segera membangun komunikasi dengan Presiden dan pihak KLHK.
Menanggapi aksi demo ini Kepala Dinas Pariwisata Manggarai Barat, Gusti Rinus mengatakan kawasan wisata taman Nasional Komodo dan sekitarnya telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam sebagai lokasi Wisata super premium.
“Penataan kawasan Wisata Labuan Bajo dalam hal ini Kawasan Taman Nasional Komodo dan sekitarnya menjadi kewenangan perintah pusat. Saya apresiasi kelompok demonstran ini karena menyampaikan aspirasi yang kondusif sesuai jalurnya. Tentu DPRD Manggarai Barat akan meneruskan aspirasi mereka ini. Soal diakomodir atau tidak adalah kewenangan Jakarta ,” kata Gusti Rinus kepada gatra.net per telepon (13/2).
Reporter: Antonius Un Taolin.