Home Laporan Khusus Pemerintah Tolak Mantan Kombatan ISIS

Pemerintah Tolak Mantan Kombatan ISIS

Pemerintah memutuskan tak akan memulangkan mantan kombatan negara Islam di Iran dan Suriah (ISIS) ke Indonesia. Ada seleksi ketat bagi yang akan dibantu pulang.


Presiden Jokowi menggelar rapat internal tertutup di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Selasa lalu. Rapat tersebut guna membahas kepulangan 689 WNI eks ISIS ke Indonesia. Rapat yang dihadiri kementerian dan lembaga terkait ini, berjalan mulus.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, yang hadir dalam rapat tersebut, pemerintah sudah bulat tidak akan memulangkan foreign terrorist fighter (FTF) atau kombatan ISIS ke Indonesia. Ketika dihubungi Wartawan GATRA, Gandhi Achmad, Selasa malam kemarin, Mahfud juga membeberkan hal lainnya. Berikut petikannya:

Siapa saja yang hadir dalam rapat internal?

Banyak, saya tidak hafal, tapi ada Menhan Prabowo, Panglima TNI, Menlu, Mendagri, Menag, Kepala BNPT, Kepala BIN, semua Menko hadir. Pokoknya, yang terkait, hadir semua.

Apa hasil keputusannya?

Pemerintah tidak akan memulangkan foreign terrorist fighter (FTF) ke Indonesia.

Bagaimana proses pengambilan keputusannya?

Kita baca semua pendapat orang yang setuju dan tidak setuju. Akhirnya, pemerintah tiba pada kesimpulannya sendiri. Ini juga masukan dari BNPT, dari Kemenlu, dari BIN, Kemendagri, Kemenhan, semua bicara dalam rapat. 

Bagaimana WNI yang terjebak oleh ISIS?

Kalau terjebak, namanya bukan fighter, ya. Kita, kan ini menyebutnya foreign terrorist fighter. Artinya, yang memang anggota, berperang, kombatan. Kalau terjebak, ya dijemput, dong.

Semua, sih, pasti ngakunya terjebak. Oleh sebab itu, kita menyebut dengan istilah fighter atau kombatan, sehingga kalau pada suatu saat ada yang betul-betul dengan bukti yang kuat, ya dianggap bukan kombatan. Oleh karena itu, kita menyebutnya dengan FTF.

Jadi, 689 WNI ini sudah jelas FTF?

Tidak fix juga, masih bisa berkembang, kan informasi itu dari palang merah internasional dan CIA. 

Apakah terdata WNI Indonesia yang bukan FTF?

Tidak terdata, kan mereka pergi tidak pamit. Jadi, pemerintah tidak tahu mereka. Kita, kan tidak tahu siapa-siapanya. Yang tahu malah CIA dan palang merah internasional, pemerintah Turki, dan lainnya. Jadi, kita tidak tahu.

Jadi, yang seperti itu, bagaimana kita mau menjemput mereka? Wong perginya juga enggak pamit. Kadang kala perginya ke negara lain, tapi masuknya malah ke situ (Suriah).

Bagaimana dengan anak-anak?

Kalau anak-anak yang umurnya di bawah 10 tahun akan dipertimbangkan, kalau kedua orang tuanya meninggal. 

Kalau hanya ibu dan anaknya saja?

Enggak masuk. Enggak dibicarakan hal itu. Pokoknya, yang dibicarakan itu anak yatim piatu, tidak ada orang tua, yang di bawah umur 10 tahun. Itu pun case by case.

Jadi sangat ketat pemilahannya nanti?

Harus ketat, dong. Bagaimana kita menyelamatkan bangsa, kan UUD mengatakan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Itu, kan ada dilema. Melindung orang yang ada di luar negeri itu juga tugas melindungi segenap bangsa, tapi melindungi yang di Indonesia dari ancaman virus teroris juga tugas negara.

Bagaimana dengan persoalan hak asasi manusia?

Yang menolak kebijakan ini paling segelintir orang, tapi yang setuju saya bisa sebutkan ratusan orang.