Home Politik Perludem Mengevaluasi Pemilu Serentak Lewat Buku

Perludem Mengevaluasi Pemilu Serentak Lewat Buku

Jakarta, gatra.net - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menerbitan buku soal temuan masalah penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) serentak yang berlangsung pada 2019. Beragam masalah yang diungkap dalam buku tersebut diantaranya mulai dari soal sistem hingga manajemen yang terdampak pada sistem dalam penyelenggaran Pemilu Serentak 2019.

Peneliti Perludem, Usep Hasan Sadikin menyebut, sejumlah masalah itu diakibatkan dari sistem manajerial pemilu. Di sisi lain, persoalan itu juga disebabkan akibat desain pemilu yang buruk. Menurutnya, sejumlah permasalahan itu tidak diantisipasi dan termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

"Sistem pemilu yang dipilih tak menyertakan bentuk manajemen pemilu secara konkret dan rinci yang memungkinkan buruknya tak diantisipasi," kata Usep, dalam peluncuran buku bertajuk "Evaluasi Pemilu Serentak 2019: Dari Sistem ke Manajemen Pemilu," di Jakarta, pada Minggu (2/2).

Terdapat tiga masalah manajemen yang terdampak pada sistem. Pertama, penggabungan Pileg antara DPR, DPRD Provinsi serta DPRD Kabupaten/Kota. Hal itu menyebabkan, terjadianya perpecahan konsentrasi kepentingan nasional dan daerah.

Persoalan kedua, kata Usep, daerah pemilihan yang amat besar. Alhasil, membuat peserta pemilu tiuh dan membingungkan. Masalah ketiga, masih dipertahankan sistem ambang batas pencalonan presiden berdasarkan kepemilikan kursi atau suara dari pemilu sebelumnya. Dampaknya, melahirkan polarisasi massa yang menyertai psikologis negatif melalui hoaks, fake news, dan bahkan kriminalisasi.

"Semua masalah ini, membuat pemilu di Indonesia bersifat unmanageable secara sistemik," ungkap Usep.

Selain masalah manajemen yang diakibatkan dari sistem, Perludem juga menemukan empat masalah dari sisi manajemen pemilu serentak pada 2019. Pertama, rekrutmen petugas TPS yang tak dioptimalkan KPU untuk melibatkan anak muda dengan bimbingan teknis yang cukup.

Kedua, simulasi pemungutan dan penghitungan suara di TPS yang lebih menekankan layanan kepada pemilih sehingga aspek kualitas dan stamina petugas TPS terabaikan. Ketiga, paradigma manajemen pemilu yang bersifat sentral dalam penanganan sengketa pemilu dan pengadaan logistik tidak mempertimbangkan konsekuensi teknis. Alhasil, hal itu membuat beban petugas lapangan bertambah.

Keempat, terjadinya penurunan kualitas transparansi dan akuntabel dari penerapan teknologi yang bersifat manual seperti, penerapan sistem informasi partai politik (Sipol), dan sistem informasi penghitungan suara (Situng).

Kendati demikian, Perludem memberikan dua rekomendasi atas persoalan tersebut. Pertama, mewujudkan desain pemilu baik presiden, DPR RI, dan DPD secara serentak nasional. Namun, harus dievaluasi presidensial pada 2 tahun mendatang atau di tengah periode melalui pemilu serentak lokal seperti, pilgub, pilwalkot, dan pileg DPRD Kabupaten/Kota.

Kedua, perlunya menekankan aspek pembentukan parpol yang proporsional, inklusif, partisipatif, transparan, dan akuntabel pada aspek keanggotaan, kelembagaan, dan keuangan parpol yang terintegrasi dengan syarat kepesertaan pemilu pada revisi undang-undang partai politik.

Temuan masalah sistem dan manajemen itu diidentifikasi berdasarkan riset yang dilakukan Perludem di dua provinsi yakni Lampung dan Jawa Barat. Sementara, metode yang digunakan dalam riset itu adalah wawancara, diskusi terfokus, dan menganalisis sejumlah dokumen atau literatur.

213