
Jakarta, gatra.net - Peneliti Politik LIPI, Moch. Nurhasim menyatakan, dirinya malu saat tahu kotak suara terbuat dari kardus untuk pelaksanaan Pemilu serentak pada tahun lalu. Bahkan menurutnya hal tersebut menghabiskan nalar dan akal sehat.
"Saya terus terang orang yang paling malu ketika kardus digembok itu nalar kita habis, kardus dikasih plastik terus dikasih gembok, itu kaya mainan anak kecil," ucapnya saat peluncuran buku Perludem berjudul: Evaluasi pemilu serentak 2019: dari sistem ke manajemen pemilu, di Jakarta, Minggu (2/2).
"Itu kaya akal-akalan atau mengolok-olok diri sendiri. Kita tahu lah di negara-negara lain sudah relatif maju," imbuhnya.
Selain itu, ia juga mengkritik soal pemilu serentak. Nurhasim mempertanyakan soal target serta apa saja yang ingin disasar dari pelaksanaan pemilu serentak.
"Kemudian konsep pemilu serentak, Pilpres menjadi dominan dan Pileg kurang memperoleh perhatian. Pertanyaannya kan apa yang ingin dicapai dengan keserentakan pemilu? Efisiensi dana sepakat gak ada," paparnya.
Ia berpendapat, selain efisiensi dana tidak tercapai, demokrasi juga tak mungkin murah. Menurutnya, tingkat efisiensi dalam kemudahan dan kualitas harus segera ditingkatkan.
"Saya diskusi dengan teman-teman di Bawaslu, Demokrasi tidak perlu murah, gak ada demokrasi yang murah. Yang dibutuhkan adalah tingkat efisiensinya, tetapi apakah Pemilu menjamin kemudahan dan menjamin kualitas?" ucapnya.