
Tahapan pilkada serentak 2020 sudah dimulai pada 1 Oktober. Anggaran yang digelontorkan melonjak hingga Rp15 triliun, berlipat lebih dari 200%. Tantangan penyelenggaraan pemilu di daerah makin berat. Serangan siber masif salah satunya.
Arief Budiman beserta koleganya di Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru saja selesai melaporkan hasil pemilihan umum 2019 kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, awal November lalu. Namun, baru menuntaskan gelaran pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres), KPU sudah tancap gas. Pertemuan itu juga membahas persiapan menghadapi pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 2020 mendatang.
Ada beberapa hal yang menjadi kekhawatiran Arief dalam pelaksanaan pilkada nanti, seperti petugas KPPS hingga sistem penghitungan (situng) KPU. Dalam pandangan Arief, pelaksanaan Pemilu 2019 sebenarnya sudah mengalami banyak peningkatan ketimbang pemilu-pemilu sebelumnya.
Sekarang, dia hanya bisa berupaya agar KPU daerah bisa melaksanakan pilkada dengan baik pula. “Kita sudah terkonsolidasi dengan baik sehingga sengketa pemilu berkurang karena memang penyelenggaraannya sudah baik,” ujar Arief kepada wartawan ketika itu.
Meski dapat dikatakan baik, beberapa catatan penting terkait dengan tingginya angka kematian personel kelompok penyelenggaraan pemungutan suara (KPPS) menjadi evaluasi penting bagi KPU. Selain itu, masifnya serangan siber pun turut menjadi perhatian Arief pada Pilkada mendatang. “Data kita menunjukkan serangan itu ada banyak, terdiri dari berbagai macam tipe. Jumlahnya sekitar 5.000 cyber attack, dan serangan itu tidak hanya ke KPU, tapi mulai serang personel KPU,” ujarnya.
Ini memperlihatkan, tantangan penyelenggaraan pilkada serentak 2020 nanti juga tidak main-main. Untuk itu, KPU harus mengeluarkan dua peraturan KPU yang khusus untuk mengawal pilkada.
PKPU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Pilkada serta PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pilkada Serentak 2020. Sejak PKPU Nomor 15 diberlakukan, saat itu pula tahapan pilkada sudah dimulai.
Tahapan awal, seperti yang tergambar dalam aturan tersebut adalah penandatanganan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) yang sudah dilaksanakan pada 1 Oktober lalu. NPHD ini penting sebagai jaminan bahwa anggaran untuk pilkada sudah disediakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
NPHD ini menjadi begitu penting, karena pilkada serentak 2020 merupakan pemilihan serentak terbesar yang pernah dijalani. Sebagai catatan, pilkada serentak 2020 akan melibatkan sembilan provinsi, 32 kota dan 224 kabupaten. Dengan banyaknya daerah ini berbanding lurus dengan anggaran yang begitu besar, bahkan menyentuh angka Rp15 trilyun.
Dengan banyaknya anggaran tersebut, pihak Kementerian Dalam Negeri pun harus melakukan perpanjangan waktu penandatanganan naskah NPHD. Karena, suka atau tidak, ada beberapa daerah yang sama sekali belum menyelesaikan NPHD atau anggaran hibah untuk pilkada di daerahnya sendiri hingga batas waktu yang ditentukan.
NPHD ini juga akhirnya membuat Dewan Perwakilan Daerah (DPD) buka suara dan meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mendesak pemerintah kabupaten/kota agar menyelesaikan NHPD guna keberlangsungan pilkada 2020. Fakta bahwa ada beberapa daerah yang belum menyelesaikan NPHD ini menjadi fokus hasil rapat kerja (raker) DPD dengan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kamis pekan lalu.
Ketua Komite I DPD, Agustin Teras Narang, mengatakan bahwa Kemendagri harus mengingatkan pemkab dan pemkot untuk menyelesaikan naskah itu, sebab batas waktu penandatanganan perjanjian sudah berakhir. “Hal ini sangat mungkin karena keterlambatan (penandatanganan) NPHD akan menghambat tahapan penyelenggaraan pilkada,” kata Teras saat membacakan laporan komitenya di Sidang Paripurna DPD yang dihadiri oleh Erlina Fury Santika dari GATRA.
Selain membereskan soal anggaran penyelenggaraan pilkada, Teras menyebut pihaknya meminta KPU untuk memastikan perlindungan hak pemilih dengan mengoptimalkan validitas data pemilih.
Teras menyebut, KPU harus bisa menyederhanakan proses validasi data pemilih dan memastikan pendataan daftar pemilih yang berhak dalam daftar pemilih tetap (DPT) maupun tambahan.
Nantinya, DPD juga akan turun langsung melakukan pengawasan pilkada serentak 2020. Hal itu untuk memastikan pelaksanaan pilkada berjalan aman. “Setiap warga negara bisa gunakan hak politik secara bebas dan aman. Harapannya melahirkan pemimpin yang legitimate,” ujarnya.
Setelah menyelesaikan urusan NPHD ini, KPU akan melaksanakan bimbingan teknis yang dimulai sejak 1 November hingga hari sebelum pencoblosan yakni 22 September 2020 mendatang. Proses pendaftaran hingga verifikasi calon kepala daerah bisa dimulai setelah daftar pemilih tetap dimutakhirkan pada 27 Maret 2020.