Home Laporan Khusus Wawancara: Kepala Bakamla Laksdya Achmad Taufiqoerrochman

Wawancara: Kepala Bakamla Laksdya Achmad Taufiqoerrochman

Kepala Bakamla,

Laksdya Achmad Taufiqoerrochman:

Harus Ada Orkestra antara Operasi dan Diplomasi

---------

Setelah menggelar rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla), Laksamana Madya (Laksdya) Achmad Taufiqoerrochman, dihujani sejumlah pertanyaan awak media yang sejak Selasa pagi, 7 Januari lalu, menunggu jenderal bintang tiga ini.

Taufik membeberkan kondisi terkini kemelut yang terjadi di Perairan Natuna beberapa pekan ini. Menurutnya, Bakamla sebagai garda depan menjaga keamanan laut turut memantau serta mengirimkan armada sebagi perkuatan dari diplomasi yang dijalankan oleh Kementerian Luar Negeri. Ia pun masih tetap kekeuh soal tak ada lagi perundingan tentang batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.

Ketika ditanya apakah ia akan berangkat lagi ke Perairan Natuna, Taufik mengatakan, yang akan segera berangkat adalah Direktur Operasi Laut Bakamla, Laksamana Pertama (Laksma) Nursyawal Embun. Taufiq pun berseloroh kepada awak media, “Mau ikut?” Lebih jauh tentang kondisi serta apa saja yang akan diperbuat oleh Pemerintah Indonesia dari sisi keamanan laut, berikut kutipan wawancara Kepala Bakamla dengan sejumlah wartawan, termasuk Erlina Fury Santika dari GATRA:

Sampai hari ini kapal nelayan Cina masih ada di Perairan Natuna?

Yang jelas tadi pagi (7 Januari) sudah laporan ke Menlu bahwa masih ada dua coast guard mereka di sekitar situ. Ada satu di luar, ada dua yang perkuatan di atas, di Nansha. Mungkin akan ada pergantian patroli mereka.

Kapal nelayan masih ada?

Masih ada.

Apakah ada balas kontak setelah Bakamla berusaha kontak mereka?

Enggak, tetep komunikasi jalan. Tapi sama isinya. Intinya begini, walaupun secara legal kita tidak mengakui itu, karena kita berdasarkan UNCLOS, sedangkan mereka berdasarkan sejarah. Jadi enggak akan ketemu. Tetapi apa pun itu yang ternyata ada di lapangan adalah dia punya klaim di sana. Jadi kalau itu enggak selesai, maka sampai kapan pun akan seperti ini.

Saya sampaikan kemarin, harus ada orkestra tim antara operasi dan diplomasi. Kita punya kekutan besar pun tetap saja seperti itu karena permasalahannya seperti itu. Walau secara tegas kita tidak akan bernegosiasi, tidak ada tawar-menawar karena kita udah benar. Tapi ingat, pada saat Filipina mengajukan pengadilan Internasional, Cina kalah. Artinya landasannya gugur. Tapi apa yang terjadi? Tetep aja [Cina tak menghentikan klaimnya], karena mereka punya kekutan. Karena itu, untuk mendukung diplomasi kita, saya hadir di sana.

Ke depan akan seperti apa?

Kita imbangi mereka, yang jelas saya akan memberangkatkan dua KRI (kapal Bakamla) dari Batam.

Kapal Cina bertambah?

Kalau jumlah di situ tetap, tapi kelihatannya ada perkuatan. Apakah perkuatan itu untuk memperkuat atau mengganti, nanti kita akan lihat. Ada tiga coast guard, dua di utara, apakah dua ditarik masuk tetap tiga atau memang ditambah, ada juga saya lihat mereka menyiapkan kapal logistik.

Kami tidak akan menegosiasikan garis batas negara. Tapi begini, kita jangan membuat mereka malu mundur. Makanya kemarin saya sampaikan kita harus ngerti perilakunya, ada yang terakhir masalah internal dalam negeri mereka.

Langkah Bakamla?

Bakamla ini institusi operasional yang akan selalu bekerja berdasarkan aturan pelibatan. Aturan pelibatan itu apa, itu sarana kendali dari otoritas nasional, dalam hal ini Presiden, ke satuan operasional. Nah, semangatnya adalah mencegah terjadinya konflik.

Makanya beliau (Presiden) bilang tak ada kompromi masalah kedaulatan di sana. Tak ada diskusi. Tetapi lakukan tindakan terukur. Nah, terukur ini jangan terjadi miskalkulasi, yang akan menjadi eskalasi tak ada kendali, yang justru akan menggangu hubungan baik kedua negara.

Itu alasan tak dilakukan penangkapan?

Bukan tak dilakukan penangkapan. Jadi begini, walaupun secara formal kita tak melakukan itu, faktanya dia punya klaim di situ dan beririsan dengan kita. Jadi kalau sekarang gini kira-kira, kemungkinan orang Cina nih, kita bilang Cina melanggar. Tapi di pihak lain, orang Cina bilang Indonesia yang melanggar di situ. Kira-kira begitu.

Karena itu kita manage ini, dan tentunya ini ranahnya Kemenlu untuk berkomunikasi ke sana. Makanya saya tadi sampaikan ada orkestratif, seperti itu, saya tambah lagi kekuatan. Karena diplomasi tanpa kekuatan juga tak bagus. Kekuatan tanpa diplomasi juga tak jelas. Makanya bagaimana kita me-manage itu.

Makanya saya selalu tiap pagi laporan ke Menlu, situasi begini. Beliau yang akan menganalisis. Itu bukan ranah saya juga, terserah Ibu Menlu seperti apa. Tapi kita memberikan masukan terkait situasi di lapangan.

78