
Gibran, Bobby, dan Nur Azizah memantapkan diri untuk berlaga di pilkada 2020. Dibayangi tudingan pembentukan dinasti politik. Bagaimana peluang mereka untuk bisa menang?
Ada yang berubah pada diri Gibran Rakabuming Raka. Putra sulung Presiden Joko Widodo yang biasanya kalem dan irit bicara ini tiba-tiba berbicara lantang dan berapi-api. “Apa yang menyatukan kita di sini? Cita-cita agar Solo melompat lebih maju. Perlu saya garisbawahi lagi, melompat lebih maju!” kata Gibran dalam orasi politik pertamanya, Kamis pekan lalu, yang diiringi sorak sorai para relawan pendukungnya.
Meski matahari mulai terasa menyengat kulit, para relawan terlihat antusias mendengar pidato pemilik usaha kuliner Markobar tersebut. Mereka memenuhi halaman Graha Sabha Buana, bersiap mengantarkan ayah Jan Ethes Sri Narendra ini mendaftar ke DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Jawa Tengah di Semarang. Ibu negara, Iriana Joko Widodo, juga turut hadir mendampingi putra sulungnya itu. Iriana tampil santai dengan kemeja Indonesia Raya rancangan Tenue de Attire. Pakaian serupa yang sering digunakan oleh para pendukung Gibran.
Akhirnya Gibran berlabuh di DPD PDIP Jawa Tengah, salah satu pintu masuk untuk mendaftar maju sebagai calon wali kota di partai berlambang banteng itu. Jalan Gibran untuk menjadi orang nomor satu di kota Solo tidaklah mulus. Dirinya harus bersaing dengan Wakil Wali Kota Surakarta Achmad Purnomo yang sudah diajukan DPC PDIP Solo untuk mendapat tiket rekomendasi. Bahkan restu Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo yang juga Ketua DPC PDIP Solo, pun dipegang oleh pesaingnya itu.
Kini Gibran sudah masuk bursa, tinggal menunggu keputusan Dewan Pengurus Pusat PDIP. Apakah PDIP akan mengusung dirinya atau nama lain di Pilwalkot Solo. Setelah mendaftar bakal calon Wali Kota Surakarta di DPD PDIP Jawa Tengah pun, Gibran belum menemui Rudy. Dia mengaku telah berusaha untuk bertemu, namun niatan itu belum terwujud karena kesibukan Rudy.
“Saya itu kalau mau ditegur, dijewer, saya langsung berangkat ke balai kota atau Loji Gandrung (rumah dinas wali kota). Ya belum sempat, kalau ada waktu saya pasti sowan. Beliau orang yang sangat saya hormati,” ucap Gibran kepada GATRA.
***
Di Kota Medan, niat adik ipar Gibran, Bobby Afif Nasution, untuk maju sebagai calon dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Medan 2020 terlihat nyata dari gerilya yang dilakukannya untuk menggalang dukungan dari sejumlah Partai Politik. Menantu Presiden RI Joko Widodo itu mengatakan bahwa niatnya maju dalam pilkada Medan berdasarkan semangat untuk membangun Kota Medan. Meski pergerakan ini kerap dikaitkan sebagai ajang panggung baginya, mengingat ia adalah menantu presiden.
Bobby mengatakan, niatan dia maju berlaga di Medan bukan untuk membentuk dinasti politik, melainkan semangat untuk membangun. Karena itulah, saat ini dia bergerilya untuk mencari dukungan banyak parpol. Dari pengakuannya, dukungan tersebut digalang dari semua parpol yang ada di Kota Medan. Suami Kahiyang Ayu tersebut mengatakan, semua partai memiliki ikatan dengan dirinya. Teranyar, Bobby mengembalikan formulir pendaftaran pencalonan sebagai Wali Kota Medan ke kantor DPD Golkar Medan di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Medan, Jumat pekan lalu.
Sementara itu, Sekretaris PDIP Sumatera Utara, Soetarto, mengatakan bahwa pihaknya sudah meneruskan hasil penjaringan partai di tingkat DPD PDIP Sumatera Utara ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Soetarto memastikan nama Bobby Nasution masuk dalam Bakal Calon (Balon) yang diteruskan ke DPP. Nantinya, pihak DPP PDIP yang menentukan siapa yang akan diusung untuk pilkada di Medan serta kabupaten kota lainnya di Sumatera Utara.
Soetarto mengatakan bahwa pendaftaran Bobby Nasution ke PDIP sama dengan kader dan masyarakat umum lainnya. Serta pihak PDIP menghormati pendaftaran tersebut karena merupakan hak konstitusi warga negara untuk bisa dipilih maupun memilih. “Termasuk keinginannya sebagai balon wali kota medan merupakan hak konstitusinya, karena dia sebagai putra Medan. Terkait peluang, seluruh balon bupati dan wali kota seluruhnya mengikuti mekanisme partai,” ia menjelaskan kepada GATRA.
***
Kesan dinasti politik menyeruak menjelang pilkada serentak 2020. Selain putra sulung dan menantu Presiden Jokowi, anak keempat Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Siti Nur Azizah juga turut ambil bagian untuk berlaga di pilkada. Sebagai putri Banten, Siti Nur Azizah mengaku terpanggil untuk mencalonkan diri sebagai Wali Kota Tangerang Selatan. Baginya, menjadi seorang wali kota bisa membuatnya memberikan dampak serta manfaat positif bagi tanah kelahirannya.
Meski dituding memanfaatkan posisi ayahnya, Azizah menyebut pencalonannya ini masih bagian dari pengabdiannya kepada negara. Pasalnya, ia menjabat sebagai Kasubdit Bina Paham Keagamaan Islam dan Penanganan Konflik Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama sebelum pencalonan ini. “Saya ini dari dinas, jadi saya ibaratkan pindah dinas saja. Itu kan menunjukkan, dinas itu bertugas melayani, dari saya memaknai dinas itu melayani. Bertugas untuk melayani, kita akan melakukan sesuai rekam jejak saya,” Azizah memaparkan kepada Ryan Puspa Bangsa dari GATRA.
Ia menegaskan, pencalonannya sebagai Wali Kota Tangerang Selatatn tidak berhubungan dengan posisi Ma'ruf Amin saat ini. Menurutnya, pemilihan wali kota melalui proses pilkada merupakan pesta demokrasi, yang artinya memberikan kebebasan masyarakat untuk memilih. “Itu kan dilakukan semua orang, termasuk saya yang menjadi anak wakil presiden. Saya melakukan yang sama, dan orang lain juga melakukan hal yang sama,” Azizah menjabarkan.
Ia mengaku, hingga saat ini masih belum ada partai pengusung yang pasti. Karena itulah, Azizah terus memperkuat komunikasi dengan berbagai partai yang dinilai akan memberikan dukungan baginya.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan, pada dasarnya dinasti politik tidak dilarang di Indonesia. Namun, ada dua hal yang bisa menahan supaya dinasti politik tidak terjadi. Pertama, kerabat yang sedang menjabat melarang keluarganya untuk maju di kontestasi politik. Kedua, rakyat tidak memilih calon tersebut. “Tapi Gibran, Bobby, Nur Azizah ini pasti belajar dari apa yang terjadi pada AHY. Karena AHY itu maju saat bapaknya sudah tidak menjabat, kemudian akhirnya momentum politiknya lewat dan dia gagal,” Hendri memaparkan kepada GATRA.
Hendri juga memberikan catatan tentang laga pilkada yang diikuti keluarga istana tersebut di daerah. Menurutnya, dari ketiga calon hanya Gibran yang kemungkinan punya peluang besar untuk menang, sedangkan Bobby dan Nur Azizah tampaknya akan sulit memenangkan laga. “Di Medan itu partisipasi publiknya kecil dan Bobby tidak langsung mengusung nama Jokowi. Di Tangsel juga begitu, trah keluarga yang ada di sana kan itu-itu saja. Nur Azizah harus berusaha lebih keras,” katanya.
Hidayat Adhiningrat P., Novita Rahmawati (Solo), dan Baringin Lumban Gaol (Medan)