
Jakarta, gatra.net - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan, rendahnya inflasi 2019 bukan disebabkan lemahnya konsumsi masyarakat. Namun, inflasi yang tumbuh sebesar 2,72 persen itu murni karena harga-harga komoditas yang tergolong terkendali di sepanjang tahun 2019.
Selain itu, konsumsi domestik pun juga masih terkendali pertumbuhannya, yaitu di angka 5 persen.
"Inflasi 2,72% ini (2019) adalah inflasi terendah dalam 20 tahun terakhir. Konsumsi masih tumbuh di atas 5 persen. Banyak yang bertanya inflasi rendah ini karena daya beli lesu, tapi dari sisi konsumsi ternyata tumbuh cukup tinggi, bertahan di atas 5 persen," katanya, di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (7/1).
Sri Mulyani menjelaskan, karena pertumbuhan konsumsi yang terjaga tersebut, tidak hanya mempengaruhi rendahnya tingkat inflasi juga. Namun, berpengaruh juga pada komponen-komponen inflasi lainnya, seperti inflasi inti, harga barang/jasa yang diatur pemerintah (administered prices), dan harga barang bergejolak (volatile prices).
"Kalau konsumsi kita masih tumbuh 5%. Banyak yang menanyakan inflasi rendah apakah karena daya beli? Tapi inflasi rendah ini masih menjaga konsumsi. Inflasi inti, administred price," ujarnya.
Mengenai nilai tukar rupiah, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menilai, mata uang Indonesia tersebut cenderung menguat di sepanjang 2019. Bahkan, rupiah cenderung terapresiasi di akhir tahun lalu.
Semua itu, lanjut menkeu disebabkan naiknya pasokan nilai valas atau supply uang beredar.
"Apresiasi nilai tukar kita capai 3,9% di end of period ini karena supply currency asing meningkat dan stabilitas penurunan bunga, inflasi rendah juga pengaruhi obligasi pemerintah," ujarnya.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat, inflasi 2019 tumbuh sebesar 2,72 persen year on year (yoy), yang mana menjadikannya sebagai inflasi terendah sejak 20 tahun terakhir.