
Jakarta, gatra.net - Komisaris PT Inti Samudra Hasilindo (ISH), Richard Alexander Anthony dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sedianya ia diperiksa terkait kasus dugaan suap kuota impor ikan di Perum Perusahaan Perikanan Indonesia (Perindo).
"Yang bersangkutan dipanggil dengan agenda pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka TSU [Rusyanto Suanda]," ujar Pelaksana harian (Plh) Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati Iskak di Jakarta, Kamis (26/12).
Direktur Utama Perindo, Risyanto Suanda diduga telah memberikan izin kepada PT Navy Asra Sejahtera (NAS). Izin itu diperuntukkan agar mengambil jatah impor ikan Perum Perindo dengan kuota 250 ton yang telah disetujui Kementerian Perdagangan (Kemendag). Padahal, PT NAS telah masuk blacklist sejak 2009 lantaran telah melakukan impor ikan melebihi kuota yang ditetapkan.
Baca Juga: KPK Periksa Dirut Perum Perindo dalam Kasus Impor Ikan
Atas izin tersebut, Mujib diwajibkan untuk membayar kuota impor ikan itu sebesar US$30.000. Kemudian, Mujib juga diminta untuk menyerahkan uang tersebut kepada salah satu rekannya yakni Adhi Susilo.
Meski mendapat jatah impor sebanyak 250 ton, PT NAS menyimpan jatah itu di gudang es milik Perum Perindo untuk mengelabui otoritas guna merekayasa seolah-olah yang melakukan impor ialah Perum Perindo.
Risyanto juga menawarkan kembali jatah kuota impor ikan terhadap Mujib sebesar 500 ton pada 16 September 2019. Saat itu, Mujib menyanggupi tawaran tersebut dan langsung menyusun daftar kebutuhan impor ikan yang diinginkan.
Baca Juga: KPK Periksa Pejabat KKP dan Kemendag dalam Kasus Impor Ikan
KPK menemukan adanya dugaan alokasi fee Rp1.300 untuk setiap kilogram Frozen Pacific Mackarel yang diimpor ke Indonesia. Hal Ini seharusnya tidak terjadi sehingga masyarakat bisa menikmati ikan dengan harga yang lebih murah.
Atas perbuatannya yang diduga pemberi, Mujib disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
Sementara Risyanto Suanda sebagai pihak yang diduga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.