

Jakarta, gatra.net - Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Slamet Soebijakto mengatakan, budidaya lobster sebenarnya sudah lama dilakukan di Indonesia dan teknologinya sudah mumpuni.
"Hanya mungkin belum secara masif ya. Biasanya budi daya lobster ini bersamaan dengan budi daya ikan-ikan laut yang lain," tuturnya kepada awak media di kantornya, Jakarta, Rabu (18/12).
Slamet mengatakan, harga pakan menjadi kendala bagi pengembangan budidaya lobster yang berbasis ikan. Oleh karena itu, pihaknya tengah mengembangkan pakan dari pelet yang akan diproduksi secara massal sesuai kebutuhan gizi lobster.
"Pelet juga sumber, bahan bakunya juga bukan dari ikan. Ini dari nabati yg kita harapan, ini akan jadi kajian terus," jelasnya.
Ketua Shrimp Club Indonesia, Iwan Sutanto mengatakan stok lobster yang melimpah di Indonesia membuat budidayanya belum banyak diminati. Iwan menuturkan, perairan lepas Pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa, dan Pantai Selatan Sumbawa kaya akan lobster.
"Enggak ada interest mereka. Ambil aja masih ada. Bahkan pilih yang kecil-kecil itu. Yang tanggung hanya koleksi, dikumpulin, jadi deh," ucapnya.
Lanjutnya, keengganan nelayan untuk membudidayakan lobster karena harganya di tingkat nelayan masih rendah. "Kenapa nelayan belum tergerak? Karena di laut banyak. Di bengkulu satu lobster Rp9 ribu untuk konsumsi. Di sumbawa gak ada harganya lagi," tuturnya.
Iwan berpendapat pengusaha juga banyak yang tidak tertarik dengan budidaya lobster. Hal ini karena model kerambanya baru bisa dikembangkan dalam skala kecil, sehingga lebih sesuai bagi nelayan.
"Bukan mainannya pengusaha? Kenapa? Kermabanya bolong, (lobster) mati. Kita nggak tahu caranya," bebernya.
Iwan menegaskan budidaya lobster akan menarik apabila harganya menarik dan kontinuitas produksinya terjaga.