
Renstra 2020 – 2024 telah disusun, rencana aksi pun sudah dibuat. Tapi sejumlah masalah krusial belum rampung juga. Perlu program kerja yang inovatif. Tidak ada visi-misi menteri, yang ada visi misi Presiden – Wakil Presiden.
Jakarta, GATRA Review.com - Kekurangan blangko kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP menjadi topik yang paling banyak disorot para anggota Komisi II DPR saat rapat kerja (raker) antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan anggota dewan di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 26 November lalu. Maklum, kekurangan blangko e-KTP hingga Desember 2019 ini lumayan besar. Jumlahnya mencapai 7,4 juta keping. Itu artinya, dibutuhkan anggaran sekitar Rp78,6 miliar; sedangkan anggaran 2019 untuk pengadaan blangko e-KTP sudah habis sejak April lalu.
Dalam raker tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan, pengadaan blangko e-KTP sudah sangat mendesak. Karena itu, Kemendagri butuh persetujuan Komisi II tentang rencana menggeser sejumlah pos anggaran di Kemendagri untuk memenuhi anggaran pengadaan blangko e-KTP. “Tadi sudah dapat persetujuan, saya ucapkan terima kasih. Secepat mungkin Dirjen Dukcapi (Pendudukan dan Catatan Sipil) untuk eksekusi dan distribusi ke daerah-daerah yang kekurangan blangko,” ujar Tito kepada awak media usai raker.
Persoalan kekurangan blangko e-KTP hanyalah satu dari sejumlah pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan Tito selaku Mendagri baru. Bersama dengan anggota Kabinet Indonesia Maju lainnya, Tito dilantik sebagai Mendagri oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Oktober. “Pengalaman saya sebagai Kapolri, Kapolda ini jadi modal bagi saya. Ditambah selama ini bersentuhan dengan Kemendagri, untuk merumuskan langkah apa yang harus dikerjakan ke depan,” ujar Tito kepada awak media di Kantor Kemendagri, Jakarta, Oktober silam.
Renstra 2020-2024

Sebelumnya, bersama anggota Komisi II, Tito telah menggelar raker memaparkan rencana strategis atau renstra Kemendagri untuk periode 2020-2024. Di awal paparannya, Tito menyampaikan, “Tidak ada visi-misi menteri, yang ada visi misi Presiden-Wakil Presiden.”
Tito menjelaskan, kebijakan dan strategi Kemendagri dalam lima tahun ke depan diarahkan untuk mendukung tercapainya lima program prioritas pembangunan nasional 2019-2024. Kelima program tersebut adalah pembangunan sumber daya manusia (SDM), pembangunan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, reformasi birokrasi, dan transformasi ekonomi.
Sejumlah rencana aksi untuk melaksanakan lima program tadi juga sudah disusun Kemendagri. Misalnya untuk program pembangunan SDM, Kemendagri akan mendorong pemerintah daerah membangun SDM unggul. “Mewujudkan SDM Unggul Indonesia maju melalui bidang pendidikan, kepemudaan dan tenaga kerja,” ujar Tito.
Selain memaparkan restra Kemendagri, Tito juga menjelaskan berbagai persoalan yang kerap membelit pemerintah daerah (pemda). Antara lain, persoalan serapan anggaran. Diungkapkan Tito, cukup banyak daerah yang serapan anggarannya tidak mencapai 100%. Bahkan ada daerah yang serapan anggarannya kurang dari 6o%. Dari laporan Menteri Keuangan Sri Mulyani, ada sekitar Rp2 triliun dana daerah disimpan di bank. “Jadi [anggaran] bukan untuk kegiatan yang menyentuh langsung ke masyarakat, ke rakyat,” kata Tito.
Ia mengungkapkan alasan mengapa daerah menyimpan anggarannya di bank. Menurut Tito, rendahnya serapan anggaran karena kepala daerah tak mau mengambil risiko jika di kemudian hari penegak hukum mempersoalkan penggunaan anggaran. Karena itu, menyimpan anggaran di bank menjadi pilihan yang dianggap paling aman.
Padahal, Tito melanjutkan, semestinya kepala daerah menggunakan anggaran tersebut untuk kegiatan produktif di daerah. “[Anggaran] disimpan di bank [memang] risiko lebih rendah, tapi masyarakat tidak merasakan," kata mantan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Papua ini.
Evaluasi 100 Hari
Anggota Komisi II DPR Sodik Mudjahid mengatakan, masih terlalu dini untuk mengevaluasi 100 hari kinerja Kemendagri. Namun Sodik menilai program-program kerja yang ada di renstra Kemendagri terlalu normatif, terutama lima program prioritas. “Bagi saya, program-program tersebut biasa saja. Mendagri-mendagri sebelumnya juga mengusung program yang sama,” kata politikus Partai Gerindra itu.
Padahal, Sodik melanjutkan, sebagai mantan Kapolri, Tito semestinya mampu membuat program kerja Kemendagri yang inovatif. “Saya percaya, Pak Tito bisa memunculkan inovasi-inovasi, tapi memang di presentasi kemarin saya belum melihatnya. Mungkin karena masih baru,” Sodik menambahkan.
Sodik mengapresiasi paparan Tito tentang langkah cepat Kemendagri dalam mencari solusi untuk mengatasi kekurangan blanko e-KTP. Diakui Sodik, kekurangan blangko e-KTP merupakan persoalan serius. Apalagi pada 2020 akan berlangsung pelaksanaan pilkada serentak di 270 daerah. Warga yang belum memiliki e-KTP karena tidak ada blangko akan terkendala saat akan melaksanakan hak pilihnya. Sebab, berdasarkan peraturan perundang-undangan salah satu syarat untuk bisa menggunakan hak pilih adalah memiliki e-KTP. “Kemarin di raker, Komisi II sudah menyetujui digesernya beberapa pos anggaran di Kemendagri untuk pengadaan blangko,” ujarnya.
Ketua Komisi II, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, berpendapat waktu 100 hari terlalu cepat untuk melakukan penilaian atau evaluasi terkait kinerja Kemendagri. “Saya kira kami memang belum bisa menilai untuk 100 hari ini, terlalu cepat untuk bisa dinilai berhasil atau tidak,” kata politikus Partai Golkar ini.
Diungkapkan Doli, Komisi II dan Kemendagri akan duduk bersama untuk membahas persoalan-persoalan kepemerintahan dalam negeri. “Misalnya soal dana desa fiktif, persiapan Pilkada, dan hal-hal yang lain yang berkaitan dengan kepemerintahan dalam negeri,” kata Doli kepada Muhammad Guruh Nuary dari GATRA Review di Jakarta.