
Jakarta, gatra.net - Calon hakim konstitusi Umbu Rauta mengatakan bahwa kode etik profesi hakim tidak cukup untuk dijadikan pegangan utama seorang hakim. Umbu menjelaskan bahwa setiap profesi memiliki kode etiknya masing-masing, baik hakim, polisi, jaksa, dan dosen pun memiliki kode etik.
"Yang lebih utama adalah bagaimana dari diri hakim itu sendiri atau dari diri profesi-profesi itu sendiri membangun dan menjamin integritasnya serta kepribadian yang baik," kata Umbu kepada wartawan usai menjalani wawancara terbuka pada lanjutan seleksi calon hakim konstitusi, Jakarta (12/12).
Kode etik, lanjut Umbu, adalah penjaga atas perilaku dari profesi stertentu, misalnya hakim. "Agar dia benar-benar menunjukkan diri sebagai negarawan; dia adalah seorang yang berlaku adil; dia adalah seorang yang memiliki integritas dan kepedulian," tambahnya.
Baca juga: Perlu Sanksi untuk Lembaga Negara yang Tak Perbaiki UU
Namun, sambungnya, tidak cukup dengan kode etik. Harus mulai dari diri hakim yang bersangkutan untuk menjaga kepribadiannya. "Jika terpilih saya akan membenahi itu terutama untuk diri sendiri. Saya akan berusaha untuk melakukan itu," tambahnya.
Umbu juga menjelaskan bahwa jika terpilih sebagai hakim konstitusi dirinya akan membangun atau mendambakan Mahkamah Konstitusi ke depan yang lebih kuat. Umbu menyebut setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Pertama adalah soal personal hakim. Kedua, soal hukum acara. Ketiga, soal kelembagaan terutama soal pendekatan dan penafasiran hukum.
"Serta daya dukung institusi dan dukungan masyarakat. Kelima ini adalah subsistem minimal yang bisa diramu dan didesain agar MK ke depannya lebih baik dari sekarang," katanya.