
Jakarta, gatra.net - Ketua Dewan Serat Indonesia, Euis Saedah mengatakan tanaman rami dan kenaf menjadi serat alam yang menjadi fokus untuk dikembangkan dalam peta jalan pengembangan industri serat alam 2020-2024.
"Tidak bisa kita memilih semua, artinya kita telalu ambisius. Mari kita fokuskan pada rami dan kenaf," ujarnya dalam acara Simposium "Optimalisasi Potensi Sumberdaya Lokal Bagi Industri Berbasis Serat Alam" di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (10/12).
Kedua tanaman ini sudah lama dikembangkan di Indonesia, permintaannya tinggi, dan dapat mensubstitusi impor kapas nasional. Berdasarkan data dari Intenational Trade Center (ITC), Indonesia menjadi importir kapas terbesar di dunia dengan nilai impor sebesar USD 2,4 miliar atau 4,4% dari kebutuhan kapas dunia pada tahun 2018.
Peneliti Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat, Prof Sudjindro menilai rami lebih berpotensi dijadikan substitusi kapas dibandingkan dengan kenaf.
"Rami satu-satunya tanaman yang diolah seperti serat kapas. Yang bisa membantu serat dalam negeri itu rami," katanya kepada awak media.
Sudjindro menambahkan kenaf sebenarnya bisa menjadi substitusi kapas, namun harus dibelah terlebih dahulu lantaran ukuran seratnya yang besar dan mesinnya belum ada di Indonesia.
"Yang penting harga jual petani bisa memberi keuntungan atau tidak. Petani sekarang sudah pintar, bisa menghitung hasil usaha taninya," ungkapnya.
Hal ini terlihat dari luas lahan yang digarap. Ia menjelaskan luas areal garap rami menurun dari puncaknya sekitar 20 ribu hektar menjadi 1 ribu hektar, begitupun kenaf yang tadinya sempat mecapai 26 ribu hektar menjadi 1 ribu hektar.
"Pertama, perlu bentuan pemerintah. Kedua, kesungguhan dari konsorsium untuk bisa membangun industei untuk menutup kekurangan ini. Untuk lahan no problem. Lebih banyak non-teknisnya," pungkasnya.