
Jakarta, gatra.net - Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Tax Center, Ajib Hamdani menilai omnibus law perpajakan sangat pro pengusaha lantaran berbagai insentif yang diberikan di dalamnya.
Di sisi lain, Ajib melihat kebijakan tetsebut menyimpan bahaya di dalamnya apabila ditelaah secara komprehensif. "Bahayanya di mana? Di penerimaan Potensi shortfallnya (realisasi di bawah target) tinggi," jelasnya ketika ditemui gatra.net di kantornya, Jakarta, Senin (9/12).
Ajib menilai target perpajakan sebesar Rp1.865,7 triliun berdasarkan outlook APBN 2020 tidak realistis. Target ini meningkat 13,5 persen dibandingkan target pada tahun 2019 yaitu sebesar Rp1.643,1 Triliun.
Menurutnya, target penerimaan perpajakan sebesar 8 persen lebih realistis dicapai. Hal ini didasarkan pada asumsi makro outlook APBN 2020 yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen dan inflasi sebesar 3,1 persen.
"Omnibus law pajak sebagai fungsi pengatur (untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi) its okay, tapi jangan menghilangkan fungsi budgeternya (anggaran), menjadi short fall yang tinggi," tuturnya.
Ajib mengatakan ada dua kunci untuk menutupi shortfall yaitu ekstensifikasi pajak dam percepatan intensifikasi pajak. Ekstensifikasi dilakukan dengan memperluas basis pajak, sedang intensifikasi dilakukan dengan mengoptimalkan pendapatan dari basis pajak yang sudah ada.
"Ekstensifiaksi nggak mudah. Kuncinya satu, database. Kita punya problem substansial disitu. Kita nggak punya database yang sama dan single idemntificatiaon number, Masing-masing lembaga punya egosektroal disitu," katanya.
Oleh karena itu, Ajib mengharapkan adanya komitmen kuat pemerintah untuk mewujudkan sentralisasi data untuk membangun basis data pajak yang lebih baik.
Ketua Bidang Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Siddhi Widya Pratama berpendapat pemerintah harus lebih proaktif dalam memungut pajak agar upaya ekstensifikasi dapat berjalan optimal.
"Mungkin harus turun langsung ke lapangan, melihat sentra-sentra usaha gimana. Terus kerjasama kepada badan pemerintah lainnya," ujarnya melalui telepon kepada gatra.net pada Senin (9/12).
Sambungnya, Direktorat Kenderal Pajak (DJP) akan mengetahui siapa yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), siapa pelaku usaha yang bermain, apa jenis usahanya, dan sebagainya.
"Selama ini belum terlalu digalakkan. Semakin kesini perekonomain nggak begitu bagus, jadi pemasukan pajak berkurang. Sekarang janganlah kejar-kejar yang di dalam, kejarlah di luar (wajib pajak yang sudah ada)," ujarnya.