
Jakarta, gatra.net – Kejadian bangunan sekolah yang memakan korban terus terjadi di Indonesia. Sebelumnya, bangunan SDN Gentong di Pasuruan, Jawa Timur roboh pada 5 November lalu. Beberapa hari yang lalu, bangunan SMKN Miri di Sragen juga roboh.
“Pemerintah harus membuat terobosan untuk menyelesaikan masalah sekolah rusak lebih cepat. DPR harus mendorong pemerintah membuat roadmap penyelesaian sekolah rusak,” demikian tulis organisasi nirlaba YAPPIKA-ActionAid dalam keterangan yang diterima gatra.net, Senin (25/11).
Sebanyak 2 korban jiwa dan 11 korban luka di Pasuruan serta 22 korban di Sragen telah menambah panjang daftar korban akibat sekolah roboh. Sebelum dua kejadian terakhir tersebut, berdasarkan pemantauan YAPPIKA-ActionAid, sejak 2015, telah ada 4 siswa yang menjadi korban jiwa dan 73 siswa yang menjadi korban luka akibat bangunan sekolah yang roboh.
Baca Juga: SDN 212 Jambi Terancam Roboh Akibat Kelalaian Disdik
“Ke depan, jika tidak ada terobosan, daftar panjang anak yang menjadi korban sekolah roboh masih mungkin bertambah, khususnya anak usia SD yang jumlahnya paling banyak. Saat ini, diperkirakan masih ada lebih dari 6 juta anak yang belajar di ruang kelas rusak sedang dan berat yang bisa roboh kapan saja,” sebut mereka kemudian.
Kini, masih ada lebih dari satu juta ruang kelas dalam kondisi rusak sedang dan berat. Dalam 5 tahun terakhir, persentase jumlah ruang kelas rusak sedang dan berat pada tingkat sekolah dasar stagnan di angka 18-19%. Padahal, pemerintah pusat telah mengalokasikan dana Rp18,5 triliun untuk perbaikan dan pembangunan sekolah rusak melalui skema Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik kepada pemerintah daerah.
Dana tersebut belum termasuk dana yang bersumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ada pula dana yang langsung dilaksanakan oleh pemerintah pusat, yang per 2019 dialihkan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Baca Juga: Ruang Belajar SDN 212 Kota Jambi Berpotensi Roboh
“Masalah sekolah rusak tidak akan selesaikan jika terus dikerjakan secara business as usual,” demikian disampaikan.
DPR harus menguatkan peran pengawasannya dan mendorong pemerintah untuk membuat roadmap penyelesaian sekolah rusak dengan anggaran yang lebih akseleratif, tata kelola yang lebih akuntabel, dan pelibatan sekolah serta masyarakat untuk mengurangi penyimpangan dalam pelaksanaan pembangunan.
YAPPIKA sendiri berawal pada 1991 dengan terbentuknya Yayasan Persahabatan Indonesia Kanada (YAPIKA) atau Forum Indonesia Kanada (The Indonesia-Canada Forum/ICF). Pada 1997, YAPIKA mengalami perubahan dan namanya pun berganti menjadi Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA). Mulai 2016, YAPPIKA menjadi anggota Federasi ActionAid Internasional. ActionAid adalah federasi organisasi nirlaba yang beranggotakan organisasi-organisasi nirlaba di 45 negara.