Home Politik Wapres: Khilafah Tak Mungkin di RI, di Saudi Saja Ditolak

Wapres: Khilafah Tak Mungkin di RI, di Saudi Saja Ditolak

Yogyakarta, gatra.net – Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengakui dunia dan Indonesia sedang dilanda perubahan menuju zaman revolusi industri 4.0. Namun dia mengingatkan perubahan yang terjadi tidak boleh menyalahi kesepakatan terbentuknya Indonesia.

“Perubahan kali ini sangat luar biasa. Katanya perubahan ini mendistrupsi, menghancurkan, dan menjungkirbalikkan yang lama dengan yang baru. Ini perlu kita waspadai,” katanya pada Minggu (24/11) di Krapyak Kulon, Mantrijeron, Kota Yogyakarta.

Wapres menjadi pembicara kunci dalam kunci dalam peringatan Maulid Baginda Nabi Muhammad SAW ‘Indonesia Damai Cinta & Harmoni’ yang diselenggarakan di Ndalem Habib Hilal.

Sebagai warga Nahdlatul Ulama, Wapres menyatakan ada tiga paradigma yang harus dipegang dalam mewaspadai perubahan itu. Pertama adalah tetap menjaga yang lama dan memiliki kebaikan, bukan malah menghabisi dan mengubah yang baik.

Kedua, NU menggunakan pendekatan dengan mengambil yang baru atau yang lebih baik. Ketiga, melakukan inovasi dalam perubahan, tidak sekadar mentransformasi.

“Perubahan itu harus cepat, tepat, dan manfaat. Kita tidak bisa lagi berpegang pada alon-alon waton kelakon. Jika tidak dilakukan dengan cepat, kita akan ketinggalan,” ucapnya.

Namun Ma'ruf meminta ke seluruh elemen bangsa, bahwa perubahan itu harus tidak mengingkari kesepakatan yang mendasari lahirnya bangsa Indonesia yaitu NKRI dan Pancasila.

“Dalam melakukan perubahan, kita harus berada dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan. Perubahaan tidak menjungkirbalikkan semuanya. Perubahaan harus berada di dalam kerangka kesepakatan yang ada. Jangan sampai menghilangkan kesepakatan itu,” katanya.

Ia lantas mencontohkan bahwa perubahan dengan mengubah NKRI menjadi khilafah. Baginya, khilafah itu sangat Islami, namun tertolak di Indonesia karena tidak sesuai dengan kesepakatan.

“Membicarakan khilafah tidak perlu metenteng-tenteng begitu, proposional saja, sudah jelas dan tidak mungkin diterima di Indonesia. Bahkan jika dibawa ke Arab Saudi pun juga tertolak karena di sana sistem pemerintahannya kerajaan. Saya kira sudah jelas,” tegasnya.

Mewakili tuan rumah, Yenny Wahid mengingatkan dalam 10 tahun ke depan tantangan akan berbeda dan perkembangan teknologi semakin maju. Disrupsi akan menghilangkan banyak pekerjaan.

“Akan banyak pekerjaan yang digantikan komputer dan robot. Bagi saya kunci melawan disrupsi ini adalah terus menghadirkan pekerjaan yang bermodalkan cinta, empati, dan perasaan. Karena robot tidak bisa menggantikannya,” jelasnya.

Menurut dia, menjalani pekerjaan dengan cinta inilah yang akan memajukan Indonesia. Rasa cinta inilah yang menyatukan dan menjadi pengikat kohesi sosial masyarakat Indonesia.

1201