
Pekanbaru,gatra.net --- Ajang musyawarah nasional partai politik (parpol) kerap diterpa isu terjadinya politik uang. Isu ini seringkali mendapat bantahan dari parpol. Tapi, sebagian kalangan mencoba memperhalusnya dengan sebutan ongkos politik. Dalam musyawarah nasional (munas) Partai Golkar yang kabarnya bakal digelar Desember 2019, praktik politik uang berpeluang terjadi. Pasalnya, dalam kontetasi tersebut pemilik suara disinyalir tidak bakal memberikan suara secara cuma-cuma.
Randi (bukan nama sebenarnya) menceritakan kenanganya sepuluh tahun silam, saat dia melakoni peran sebagai supir orang kepercayaan dari salah satu calon ketua umum Partai Golkar. Ketika itu Partai Golkar menggelar Munas ke VIII di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Kepada gatra.net, Randi berujar, pengalaman sepuluh tahun silam itu mengajarinya bahwa ajang munas merupakan kesempatan cari duit oleh pemilik suara. Tanpa adanya deal yang memuaskan dengan pemilik suara, caketum sama saja menyiapkan diri untuk tidak terpilih.
"Ada uang di mobil itu, sudah pake amplop dan disebar untuk cari suara. Orang yang saya supiri itu , yang jelas dia orang kepercayaan salah satu caketum," urainya kepada gatra.net, Selasa (12/11). Randi sendiri tidak mengetahui persis berapa jumlah duit di dalam amplop tersebut, sebab dia cuma beperan sebagai juru kemudi. Meski begitu, ia mencoba menaksir melalui nama besar Partai Golkar, ia pun menyebut bahwa amplop yang digunakan berjenis amplop yang biasa digunakan untuk melamar kerja.
"Untuk sekelas Golkar, agak aneh kalau satu suara Rp50 juta , bahkan Rp100 juta. Sebab uang itu dibagikan ke salah satu orang perwakilan untuk kemudian dibagi lagi di internal. Amplopnya jadi terlihat membengkak, dengan kondisi seperti itu lah mobil kesana-kemari berjumpa orang-orang (pemilik suara) selama berlangsungnya Munas," akunya lagi.
Saat munas berlangsung, Randi bersama orang suruhan harus membikin pertemuan dengan sejumlah orang. Pertemuan demi pertemuan terpaksa dilakukan untuk memaksimalkan peluang menang caketum yang diusung. Ia mengakui rentetan pertemuan tersebut sangat menguras tenaga.Untuk diketahui,dalam setiap hajatan munas,para caketum bakal memperebutkan suara yang jumlahnya melebihi 500 suara. Suara tersebut terdiri dari 34 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) tingkat 1, DPD tingkat II, dan suara dari ormas Partai Golkar.
Bukan perkara muda mengendarai mobil penuh amplop berisikan duit dan lalu menyalurkannya. Terkadang aksi kucing-kucingan perlu dilakukan, agar kubu pesaing tidak memergoki aksi yang sedang dilakukan.Jelas Randi, umumnya pertemuan digelar di hotel-hotel, namun bisa saja lokasi pertemuan berubah supaya tidak ketahuan sama pesaing.
"Kadang tim lain juga melakukan itu di loby hotel, jadi harus intip-intip dulu. Misalkan ada pesaing disana ya lokasi pertemuanya dirubah. Jika tidak, orang yang kita dekati nanti juga bakal didekati mereka. Yang jelas setiap deal harus ada tanda tangan," tekannya.
Randi mengakui bahwa tanda tangan tersebut pada akhirnya formalitas belaka. Sebab,jika caketum nanti mengalami kekalahan, kecil kemungkinan caketum mengungkit amplop yang sebelumnya telah diberikan.
Kalau itu dilakukan, nanti disangka politik uang. Jadi itu dianggap uang hilang saja. Sebagai informasi dalam Munas yang digelar di Pekanbaru tahun 2009 silam, Aburizal Bakrie, tampil sebagai pemenang. Ical meraih sebanyak 297 suara menyisihkan Surya Paloh yang mendapatkan 239 suara. Sedangkan Tommy Soerharto dan Yudi Chrisnandi tidak kebagian satu suara pun.