
Pekanbaru, gatra.net - Keinginan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau mengajukan pinjaman senilai Rp4, 4 triliun pada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), menuai kendala di parlemen daerah.
Ketua DPRD Riau, Indra Gunawan Eet, mengungkapkan bahwa, wacana tersebut, harus menimbang kondisi ekonomi yang bakal dihadapi Riau. Eet sendiri meyakini kendala di sektor ekonomi yang sedang dihadapi Bumi Lancang Kuning itu, bakal menjadi beban bagi Pemprov Riau jika ngotot mengajukan pinjaman.
"Pak gubernur juga harus hitung rasio pertumbuhan ekonomi Riau. Selain itu mekanisme juga harus dilihat, harus ada kajian komprehensif untuk hal ini,"
jelasnya kepada gatra.net, Sabtu (9/11).
Politisi Partai Golkar ini menilai, Pemprov Riau terkesan memaksakan usulan peminjaman tersebut. Pasalnya opsi peminjaman itu mengemuka ditengah jalan, bukan saat pengusulan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
"Mekanismenya juga harus diperhatikan, yang namanya pinjaman itu masuk (dibahas) di permulaan bukan ditengah jalan," pintanya.
Berdasarkan laporan perekonomian Provinsi Riau yang dirilis Perwakilan Bank Indonesia Riau, secara keseluruhan tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan
berada pada kisaran 2,20 2,60 % (yoy), dengan tendensi meningkat, namun terbatas jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi 2018, yang hanya 2,34 persen.
Adapun Pemprov Riau mengajukan pinjaman tersebut sebagai solusi untuk mendanai proyek infrastruktur. Pemprov Riau menaksir, jika pembangunan infrastruktur bermodalkan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) semata, maka hal tersebut tidak akan cukup. Sementara itu dalam RAPBD Riau tahun 2020, diketahui besarannya mencapai Rp12, 379 triliun.
Wakil Gubernur Riau, Edy Natar Nasution, mengungkapkan opsi peminjaman tersebut telah di pertimbangan dengan seksama. Dia pun menampik, jika Pemprov dibilang ngotot.
"Secara aturan diperbolehkan, jadi bukan ngotot. Kalau menurut kami, tidak ada aturan yang dilanggar. Semua sesuai regulasi. Kalau itu menjadi harapan pembangunan ke depan kenapa tidak."
Reporter: Febri Kurnia