
Yogyakarta, gatra.net - Iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dipastikan naik mulai awal 2020. Kenaikan iuran ini setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, Kamis (24/10).
Atas kebijakan ini, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yakin defisit karena klaim rumah sakit yang dialami BPJS Kesehatan hampir tiap tahun bisa hilang dalam dua tahun mendatang.
Anggota DJSN Angger P. Yuwono mengatakan DJSN telah membuat simulasi tentang besarnya iuran. Simulasi itu berdasarkan data BPJS Kesehatan selama lima tahun lalu dan proyeksi atas klaim biaya kesehatan dalam dua tahun mendatang.
"Sehingga secara matematis, kalau proyeksinya sesuai dengan apa yang direncanakan, jumlah peserta sesuai dengan apa yang direncanakan, ya tidak akan defisit," kata Angger saat dihubungi gatra.net dari Yogyakarta, Rabu (30/10).
Angger mengatakan, simulasi itu meliputi klaim rumah sakit, penerimaan premi, hingga keluar-masuknya peserta. Angka-angka itu akan terus berubah. Namun ia yakin tidak akan terlalu jauh dari rencana.
"Kalau proyeksi penerimaan turun akan terjadi defisit. Kalau proyeksi pengeluaran naik, maka juga akan terjadi defisit. Sebaliknya, kalau pengeluaran turun maka akan terjadi surplus. Angka ini pasti akan bergerak dan tidak akan sesuai rencana. Tapi paling tidak, tidak jauh dari yang direncanakan," katanya.
Angger menyebut, kenaikan iuran yang disetujui Presiden Jokowi itu sesuai usulan DJSN ke Kementerian Keuangan. "Jadi kan DJSN yang mengusulkan perubahan iuran atas empat segmen," katanya.
Segmen itu meliputi kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang naik dari Rp23 ribu menjadi Rp42 ribu. Segmen kedua adalah Pekerja Penerima Upah Pemerintah (PPUP) dengan persentase iuran tetap, yaitu lima persen, terdiri dari empat persen pemberi upah dan satu persen dari pekerjanya.
"Ada batas atas upah. Artinya, bagi pekerja yang gajinya di atas Rp12 juta yang diperuntukkan hanya yang Rp12 juta (untuk kontribusi persentase iuran)," katanya.
Persentase iuran ini sebelumnya hanya berdasarkan gaji pokok. Namun mendatang perhitungannya mencakup gaji total yang diterima. Segmen ketiga adalah pekerja Penerima Upah Badan Usaha atau pekerja Penerima Upah Swasta. Persentasenya tetap lima persen dengan rincian kontribusi empat persen dari pemilik kerja dan satu persen pekerja.
Adapun segmen keempat yakni PBPU atau Pekerja Bukan Penerima Upah. Segmen ini terbagi untuk peserta kelas tiga dari Rp25,5 ribu naik menjadi Rp42 ribu, sedangkan kelas dua naik dari Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu. "Untuk kelas satu naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu," ucapnya.