
Palembang, gatra.net – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi setiap tahun di musim kemarau hendaknya dipandang sebagai kejahatan luar biasa oleh pemerintah. Karena itu, lembaga keuangan hendaknya juga mengawasi pembiayaan kepada perusahaan yang lahan konsesinya terbakar. Mengingat, dana lembaga keuangan ialah berasal kepercayaan masyarakat sebagai nasabah.
Dalam kajiannya, kata Peneliti Lembaga Lingkungan Hijau Indonesia (LHI), Hadi Jatmiko, perusahaan yang lahan konsensinya terbakar di Sumsel, memperoleh dana dari perbankan terutama perbankan nasional di Indonesia.
“Setiap kemarau di Sumsel, dan beberapa provinsi lainnya di Indonesia terjadi kebakaran hutan dan lahan. Di Sumsel, sampai dengan dua hari kemarin, juga masih terjadi kebakaran hutan dan lahan. Ini kejahatan yang berulang dan harus ada penegakkan hukum yang juga luar biasa, termasuk dari pembiayaan kepada perusahaan pelakunya,”ujar Hadi di Jakarta dalam acara Konfrensi Pers yang digelar Aidenvironment bersama dengan No Government Organisasi (NGO) lainnya, Senin (16/10).
Menurut Hadi, Bank Indonesia perwakilan Sumsel juga pernah mengeluarkan pernyataan yang menyatakan turut memberikan penekanan kepada perbankan juga memegang prinsip kehati-hatian dalam memberikan pembiayaan kepada perusahaan, namun penekaannya ialah pada pelaku karhutla. “Seharusnya, baik perusahaan itu korban atau pelaku, perusahaan sudah seharusnya bertanggungjawab terhadap lahan konsensinya,” sambung Hadi.
Karena itu, lembaga keuangan yang memperoleh dana dari masyarakat hendaknya juga menjalankan fungsi pengawasan dengan bekerjasama pada lembaga penegakkan hukum terhadap pelaku karhutla agar menghentikan pendanaan kepada pelaku karhutla “Mengajak masyarakat agar lebih kritis dalam pengawasan terhadap bank-bank yang masih menyalurkan pembiayaan kepada perusahaan pelaku karhutla dengan menarik dana (kepercayaannya) terhadap bank-bank tersebut,”ungkapnya.
Apalagi, OJK melalui Peraturan OJK nomor 51 tahun 2017 telah menyatakan penerapan keuangan berkelanjutan bagi lembaga jasa keuangan (perbankan dan lainnya). Dalam industri sawit, penggunaan minyak sawit sebagai sumber bahan bakar untuk biodiesel harus berasal dari sumber yang dikelola secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Lembaga keuangan seperti bank dan lembaga keuangan non-bank memiliki peran pembiayaan kepada perusahaan minyak sawit sebagai penyalur Crude Palm Oli (CPO) untuk biodiesel yang sudah ditunjuk oleh pemerintah Indonesia ke Pertamina dalam Kepmen ESDM No.2018K/10/MEM/2018 sangat penting dalam memilih perusahaan minyak sawit yang sudah memiliki komitmen berkelanjutan dalam komitmen No Deforestation, No Peat Development and No Exploitation (NDPE).
Sementara Peneliti Jaringan Pemantau Indepedensi Kehutanan (JPIK) Muhammad Kosar menyatakan lembaga keuangan sangat penting dalam mendukung investasi finansial sektor sawit sehingga komitmen sustainable finance (keberlanjutan pendanaan) perlu ditegaskan kembali. “Bank-bank yang memberikan pinjaman kepada perusahaan yang belum berkomitmen NDPE, termasuk pelaku pembakar hutan akan memberi reputasi buruk pada bank bersangkutan,”ujarnya.