Home Ekonomi Bisnis Online Meningkat, Mendongkrak Peluang Kerja Perempuan

Bisnis Online Meningkat, Mendongkrak Peluang Kerja Perempuan

Jakarta, gatra.net - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, seiring dengan berkembangnya e-commerce, peluang bagi perempuan untuk bekerja dengan waktu yang lebih fleksibel semakin terbuka lebar. Apalagi pekerjaan berdagang ini dapat dilakukan dari rumah (remote).

Mengutip data BPS (2018), menurut Darmin, memang masih ada kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam iklim ketenagakerjaan Indonesia. "Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) laki-laki pada Agustus 2018 tercatat sebesar 82,69%, sedangkan TPAK perempuan hanya sebesar 51,88%. Artinya sejumlah 25 juta perempuan Indonesia belum memasuki dunia kerja," kata Darmin kepada wartawan, Rabu (16/10).

Namun, menurut Darmin, secara konsisten perempuan menunjukkan peningkatan kapasitasnya. Hal tersebut tercermin dari peningkatan persentase jumlah perempuan sebagai tenaga profesional yaitu pada 2018 berjumlah 47% atau setara dengan 12,6 juta perempuan yang menjadi tenaga profesional.

Di samping sebagai tenaga profesional, perempuan juga aktif sebagai pelaku UMKM. Berdasarkan data BPS, porsi UMKM yang dikelola perempuan sebanyak 64,5% dari total UMKM Indonesia di 2018 atau mencapai 37 juta UMKM. Indikator tersebut mampu mencerminkan adanya peningkatan kapasitas pada perempuan, baik itu bekerja di kantoran maupun mendirikan usaha sendiri.

Menurutnya, peningkatan kapasitas perempuan tersebut terbukti dapat mendorong peningkatan persentase kontribusi perempuan pada perekonomian, yang tercermin dari peningkatan persentase sumbangan pendapatan perempuan yang pada 2018 telah mencapai 36,7%.

Untuk meningkatkan partisipasi perempuan, pemerintah pun berupaya meningkatkan keterampilan mereka melalui pelatihan vokasi dalam menyongsong era industri 4.0 dan ekonomi digital. Kemudian, diperlukan juga pemberian kemudahan akses kepada pembiayaan untuk semakin memajukan usaha para perempuan.

Apalagi, kata Darmin, akses keuangan dan permodalan diberikan pemerintah salah satunya dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sejak diluncurkan skema KUR subsidi bunga pada 2015, total akumulasi KUR yang telah disalurkan hingga 31 Agustus 2019 sebesar Rp435,4 triliun dan diberikan kepada 17,5 juta debitur dengan rasio kredit macet (non performing loan/NPL) tetap terjaga sebesar 1,31%. "Hal ini lebih baik dari NPL kredit secara nasional. Adapun proporsi debitur KUR berdasarkan gender didominasi laki-laki sebesar 65%, sedangkan perempuan 35%," ia menjelaskan.

Khusus untuk bidang fesyen dan produk turunannya, KUR yang digelontorkan pemerintah pada periode Januari-September 2019 sebesar Rp1,13 triliun kepada 45,1 ribu debitur. Penyaluran tertinggi berada di sektor industri pakaian jadi dan perlengkapan sebesar Rp770 Miliar atau sebesar 67,6% dari total penyaluran. “KUR ke depannya akan semakin masuk ke bidang jasa, tidak hanya di sektor produksi atau pertanian saja,” ucapnya.

Selain KUR, Pemerintah juga memiliki Program Mekaar, Ultra Mikro (Umi) dan Program Kemitraan Ekonomi Umat untuk pembiayaan usaha mikro. Program Mekaar yaitu pemberdayaan berbasis kelompok bagi perempuan pra sejahtera pelaku usaha super mikro. Plafon pinjamannya antara Rp2 juta – Rp 5 juta dan ini diberikan secara bertahap tanpa agunan.

Ultra Mikro (UMi), yaitu program lanjutan dari program bantuan sosial menjadi kemandirian usaha yang sulit memperoleh akses kredit perbankan. Plafon maksimal Rp10 juta per nasabah dan disalurkan oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). Konsep pembiayaan UMi yaitu dengan pembentukan kelompok dan pendampingan untuk memfasilitasi masyarakat yang tidak memiliki agunan.

Sementara, Program Kemitraan Ekonomi Umat (PKEU) yakni program kemitraan antara umat (kelompok masyarakat yang tinggal di pondok pesantren, di sekitar pondok pesantren maupun masyarakat umum, khususnya UMKM) dengan kelompok usaha besar.

Mengenai kebijakan pengembangan vokasi, sampai dengan 2024 fokus pemerintah adalah merevitalisasi tiga layer lembaga vokasi. Tiga layer tersebut adalah (1) Politeknik, untuk menyiapkan tenaga kerja high level thinking; (2) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), untuk menyiapkan tenaga kerja level operator; dan (3) Balai Latihan Kerja (BLK), untuk memberikan pelatihan bagi angkatan kerja berpendidikan rendah, re-skilling bagi tenaga kerja terdampak krisis ekonomi atau otomatisasi, serta up-skilling agar angkatan kerja mampu beradaptasi dengan teknologi baru.

Hal ini harus dilakukan secara komprehensif dari hulu sampai hilir. Dimulai dengan mereformasi lembaga vokasi melalui penyesuaian kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan industri, memperbanyak tenaga pengajar produktif melalui Training of the Trainer (ToT), hingga memperbaiki sistem sertifikasi dan meningkatkan kualitas akreditasi lembaga vokasi.

“Pemerintah juga telah mengeluarkan aturan Super Deduction Tax Incentive bagi industri yang ikut mengembangkan vokasi. Yaitu insentif pengurangan pajak hingga 200%. Dengan begitu diharapkan lebih banyak industri yang mendorong pemberdayaan perempuan dengan meningkatkan skill mereka,” jelas Darmin.

175