Home Milenial BNPB Padamkan Kebakaran di Wilayah Konservasi Mawas

BNPB Padamkan Kebakaran di Wilayah Konservasi Mawas

Jakarta, gatra.net -- Beberapa waktu lalu, kawasan Konservasi Mawas, Kalimantan Tengah, yang masih dalam wilayah lahan konservasi  Borneo Orangutan Survival (BOS) Foundation dilahap Si Jago Merah. Kawasan seluas 8 hektar itu rusak dan hampir kehilangan fungsinya sebagai hutan lindung konservasi gambut basah dan rumah-rumah bagi hewan dan primata seperti orangutan. BNPB hadir membantu upaya pemadaman kebakaran tersebut melalui udara dengan water bombing dan dibantu oleh petugas gabungan di darat. Selain itu, BNPB juga telah berupaya melakukan pemadaman karhutla dengan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Hujan turun usai benih garam dapur (NaCl) ditaburkan di atas langit Palangka Raya menggunakan pesawat Cassa 212, yang pada saat itu Kepala BNPB, Doni Monardo hadir melakukan kunjungan kerja di beberapa tempat termasuk di balai konservasi yayasan penyelamatan, pelestarian dan rehabilitasi orangutan terbesar di dunia, BOSF Nyaru Menteng, Tjilik Riwut, Palangka Raya pada pertengahan September 2019 lalu.

Menurut sang jenderal yang pernah sukses mempelopori program 'Citarum Harum' itu, keberhasilan dari upaya pemadaman kebakaran hutan sebagai rumah hingga pelepasliaran dan penyelamatan orangutan tersebut merupakan wujud nyata kepedulian BNPB dalam rangka menjaga kelestarian flora dan fauna sebagai keseimbangan alam. Dalam rangkaian kunjungan kerja di Palangka Raya itu, Kepala BNPB sekaligus menegaskan dan memberi arahan agar seluruh unsur turut aktif menjaga keberlangsungan ekosistem orangutan khususnya yang berada di Kalimantan.

"Bukan hanya manusia yang terdampak (karhutla). Tapi semua ekosistem flora fauna dan cagar biosfer ikut berduka. Tugas kita semua bekerja keras, bergotong royong menyelematkan hal ini, termasuk orangutan ini," kata Doni.

Sebagai informasi, orangutan yang berada di balai konservasi BOSF Nyaru Menteng berasal dari temuan oleh tim di alam liar maupun dari pengaduan masyarakat, yang dalam hal ini orangutan masuk ke permukiman warga akibat deforestasi hutan secara liar dan melalui cara-cara ekstrem seperti pembalakan hingga pembukaan lahan dengan cara dibakar.

Para mamalia yang masih memiliki hubungan kekerabatan paling dekat dengan manusia itu adalah korban daripada ulah manusia itu sendiri. Mayoritas dari individu orangutan ini adalah yatim piatu. Hal tersebut dibuktikan dengan data usia orangutan yang masuk ke Kawasan Konservasi BOSF Nyaru Menteng itu rata-rata adalah individu yang memiliki usia di bawah 11 tahun.

Secara alamiah, induk orangutan di alam liar tidak akan melepaskan anaknya sebelum berusia 11 tahun. Selama itu, para induk akan menjaga anak-anaknya sebelum mereka siap bertahan hidup sendiri di alam liar. Dengan banyaknya anak-anak orangutan di Nyaru Menteng itu sekaligus menandakan bahwa para induk orangutan ini berarti telah mati, bisa jadi oleh perburuan atau mati karena faktor alam lainnya.

Pembukaan hutan sebagai lahan perkebunan dengan cara dibakar maupun praktik pembalakan hutan lainnya tidak hanya merugikan anak cucu manusia saja. Ada keberlangsungan hidup yang juga terancam bahkan telah banyak menjadi korban. Hal yang seharusnya tidak terjadi dan semestinya bisa dihindari. Hutan Kalimantan sebagai paru-paru dunia kian terancam. Oleh sebab itu, alangkah baiknya jika kita bisa menjaga dan merawat lingkungan, bumi seisinya demi masa depan anak cucu kita. Karena dengan Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita.

195