
Jakarta, gatra.net - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengatakan, kesalahan pengetikan yang pernah disebutkan DPR sebelumnya dalam draft revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) adalah suatu hal yang tidak masuk akal. Bahkan menurut Ketua Bidang Advokasi YLBHI, M. Isnur, kesalahan tersebut bukan semata kesalahan administratif saja.
"Pengakuan adanya kesalahan typo itu sebenarnya sebuah skandal besar, karena perdebatan dalam UU itu titik koma saja berdampak besar pada makna dari pasal," kata Isnur saat ditemui di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Minggu (6/10).
Dia menyebutkan, kesalahan itu terdapat dalam Pasal 29 mengenai syarat menjadi pimpinan KPK. Pada pasal tersebut, tertulis usia minimal untuk menjadi pemimpin KPK ialah 50 tahun. Namun, dalam keterangan yang ditulis dalam tanda kurung, disebutkan minimal 'empat puluh tahun'.
Melihat dari kesalahan itu, Isnur menilai adanya kesalahan serta kecacatan dalam pembahasan revisi UU KPK. Pun dengan pemeriksaan oleh anggota DPR lainnya, juga dinilainya serampangan. "Kalau dilihat dari yang katanya typo itu, ini menunjukkan kalau pembahasan revisi UU KPK ini cacat. Pembahasan dilakukan secara mendadak jadi bahasnya juga asal saja," imbuh dia.
Oleh karenanya, dia meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Perundang-undangan (Perppu). Atau paling tidak, jika UU KPK yang sudah disetujui itu dikembalikan kepada DPR untuk dibahas kembali dengan lebih hati-hati dan diberikan waktu yang lebih panjang. Pun dengan melibatkan masyarakat dan KPK sendiri sebagai lembaga terkait.
"Saya harap, Presiden Jokowi mau menerbitkan Perppu. Atau kalau memang UU KPK ini dikembalikan ke DPR untuk dibahas lagi, berikan waktu yang lebih lama. Biar dibahas lebih mendalam," pungkas dia.