
Riau, gatra.net - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menyatakan status darurat pencemaran udara akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) resmi dicabut pada Senin, 30 September 2019. Keputusan itu berdasarkan rapat bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) seiring nihilnya titik api.
Pemprov Riau menyebut, hasil laporan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) dalam tiga hari terakhir menunjukkan level baik hingga sedang di sejumlah titik, di antaranya Pekanbaru, Siak, Kampar, Dumai, Rokan Hilir, dan Bengkalis.
"Dari data hotspot 30 September 2019, dengan level confidence di atas 70 persen hasilnya nihil atau tidak ada titik api. Karena itu mulai 1 Oktober 2019 semua Posko Rumah Singgah atau Posko Evakuasi Korban Asap ditutup," ujar Sekretaris Daerah Provinsi Riau Ahmadsyah Harrofie di Riau, Selasa (1/10) malam.
Sebelumnya, Pemprov Riau menetapkan status daerahnya sebagai wilayah darurat pencemaran udara pada 23 September 2019. Sebagai langkah solutifnya, Pemprov telah menyiapkan sejumlah posko pengobatan bagi korban kabut asap akibat karhutla.
Sementara itu, secara umum dari sisi penegakan hukum, polisi telah menetapkan 323 orang dan 11 korporasi sebagai tersangka karhutla. Penetapan itu dilakukan oleh enam polda yang memiliki prioritas untuk menangani karhutla, di antaranya Polda Riau, Polda Jambi, Polda Sumatera Selatan, Polda Kalimantan Barat, Polda Kalimantan Tengah dan Polda Kalimantan Selatan.
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri, Brigjen Pol Muhammad Fadil Imran mengatakan, penetapan tersangka itu didapatkan dari 281 laporan polisi yang masuk.
"Sebanyak 37 di antaranya sudah lengkap (berkasnya) dan sudah dilimpahkan ke Kejaksaan untuk proses persidangan. Sisanya melengkapi berkas," kata Fadil di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (30/9).
Fadil menyebut, total lahan yang terbakar mencapai 7.624 hektare. Pihaknya kini terus memitigasi karhutla dengan melibatkan banyak pihak dan terus memproses penegakan hukumnya.