Home Gaya Hidup PLTA Batang Toru Bantah Rusak Habitat Orangutan

PLTA Batang Toru Bantah Rusak Habitat Orangutan

Yogyakarta, gatra.net – Pengelola PLTA Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, mengklaim tidak merusak habitat orangutan seperti tuduhan kalangan pecinta lingkungan melalui aksinya, Jumat (20/9) pagi, di bundaran UGM Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka menyatakan perusahaan juga peduli pada pelestarian orangutan.

“Yang perlu kami sampaikan, bahwa kondisi mengenaskan yang dialami orangutan Tapanuli bukan karena keberadaan proyek PLTA Batang Toru yang dimulai 2017 lalu, namun permasalahan kebakaran hutan. Ini masalah besar yang tidak dimengerti banyak pihak,” kata Senior Adviser on Environment PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) Agus Djoko Ismanto usai menghadiri Kongres Primata 2019 di UGM, Jumat (20/9) siang.

Menjadi satu proyek strategis nasional, PLTA Batang Toru ditargetkan selesai pada 2022 dengan kapasitas 510 MW. PLTA Batang Toru disebut sebagai proyek energi terbarukan yang ramah lingkungan.

Agus mengatakan proyek itu dikerjakan secara komprehensif dan melibatkan banyak pihak demi menjamin kelestarian lingkungan. Salah satu pihak yang terlibat adalah pemerhati lingkungan PanEco dari Swiss.

“Kami menerapkan strategi konservasi yang komprehensif di areal habitat orangutan. Kami melibatkan multipihak, salah satunya dengan program pelatihan dan pembentukan kader konservasi pelestarian lingkungan berbasis kearifan lokal masyarakat,” ucapnya.

Berdasarkan penelitian 2008, PT NSHE menyatakan masalah orangutan di hutan 138 ribu hektar berstatus areal penggunaan lain (APL) itu karena kebakaran hutan yang merusak ekosistem pangan mereka.

Menggandeng warga di tujuh desa di sekitar proyek, Agus mengatakan, PT NSHE telah menanam berbagai pepohonan untuk menyediakan pangan di koridor satwa Batang Toru.

“Tuduhan pembangunan dam 60 hektar dari 122 hektar areal PLTA yang memisahkan habitat orangutan sama sekali tidak benar. Habitat orangutan sejak awal sudah terpisahkan Sungai Batang Toru dan ditambah kehadiran jalan Trans Sumatera,” katanya.

Agus bilang tim khusus monitoring  orangutan telah dibentuk. Tim ini akan merekomendasikan proyek dihentikan jika menemukan orangutan. Namun hingga kini Agus tidak tahu jumlah orangutan di sekitar proyek.

Mantan Direktur Eksekutif Greenpeace Asia Tenggara Emmy Hafild yang mendampingi Agus menerangkan, sebenarnya orangutan di sana terganggu oleh proyek tambang dan perkebunan yang mendapat izin dari pemda.

“Saya sempat meninjau lokasi proyek dan saya pastikan PLTA tidak memberi dampak negatif pada habitat orangutan. Keberadaan proyek sebelumnya yang berperan besar,” jelasnya.

Emmy berkata masalah orangutan Tapanuli ini tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak. Pemerintah pusat harus turun tangan untuk mengontrol kawasan hutan lindung.

Sebelumnya, sejumlah aktivis dari Pusat Perlindungan Orangutan mendesak proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dihentikan sementara. PLTA ini dikhawatirkan mengancam habitat serta populasi orangutan.

262