


Beralihnya anggaran penyaluran beras bansos rastra ke program BPNT Kemensos membuat Bulog terancam Bangkrut. Beras yang kadung terserap dalam bentuk cadangan beras pemerintah terancam tak terjual. Kewajiban membayar bunga bank Rp250 milyar per bulan pun kian memberatkan. Bulog di ujung tanduk?
Curahan hati kembali disampaikan oleh Direktur Perum Badan Usaha Logistik (Bulog), Budi Waseso di depan para anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin pekan lalu. Purnawirawan Perwira Tinggi Polri ini mengeluhkan kalau instansi yang dikomandaninya bisa terancam bangkrut. Hal ini terjadi akibat musibah peralihan anggaran bansos rastra yang berganti baju menjadi program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) di bawah tata kelola Kementerian Sosial (Kemensos).
"Bulog akan kolaps dan akan dinyatakan rugi besar kalau tidak diberi peluang [menyalurkan beras bansos rastra]. Tiap hari kami siapkan anggaran Rp 14-16 miliar untuk bayar bunga dan operasional. Sebulan untuk bunga saja Rp240 milyar-Rp250 miliar, belum pokok pinjaman," keluh pria yang akrab disapa Buwas itu.
Sebelumnya, upaya untuk melobi agar anggaran bansos rastra balik ke tangannya sudah ia sampaikan saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI pada pertengahan Juni lalu. Buwas meminta agar program senilai Rp20,8 triliun yang pindah ke Kemensos lewat BPNT itu balik ke instansinya. Pasalnya, untuk menyerap beras ke petani Bulog memang menggunakan modal kerja yang berasal dari pinjaman dari bank komersial. Buwas menyebut bahwa anggaran Bulog tahun ini adalah sebesar Rp27 triliun, dan sebesar Rp2 triliun di antaranya merupakan penyertaan modal dari negara yang pada dasarnya digunakan untuk investasi membangun gudang Bulog.
“Kalau kita diberi peluang seperti BPNT lewat kartu sembako, enggak akan rugi kita. Kita nyerap, kita salurkan lagi. Negara ganti uang yang kita keluarkan untuk serap. Kita kan jualnya ke negara. Berarti enggak ada masalah,” ungkap Buwas seperti dilaporkan Syah Deva Ammurabi dari GATRA. Lalu mengapa harus mengandalkan pinjaman komersial? Buwas menyebut memang secara regulasi demikian. Meski ini bentuk penugasan, modal harus dipenuhi tanpa campur tangan penuh Anggaran Pendapatan Belanja Negara.
Ancaman Bulog bangkrut tidak terjadi jika tugas penyaluran beras tetap di tangan mereka. Beda kondisinya jika bansos rastra dialihkan, sebab ada potensi beras yang sudah diserap oleh Bulog tak terjual. Sebagai informasi, cadangan beras pemerintah (CBP) Bulog per September ini mencapai 2,5 juta ton. “Kalau dihentikan, kita enggak bisa jual. Kita ketanggungan bunga per hari. Padahal ini banknya pemerintah. Komersial enggak ada alasan,” ia menandaskan.
Jika tidak terserap, lalu bagaimana nasib CBP? Tentu saja ancamannya beras Bulog tadi bisa menjadi busuk dan rusak. “Jadi siapa yang dirugikan? Pemerintah. Karena uangnya Bulog pinjam, maka yang akan rugi Bulog. Bulog siapa? Pemerintah. Maka cara berpikir sederhananya begitu,” Buwas balik mempertanyakan.

Sementara itu, nilai anggaran BPNT itu, menurut Buwas, cukup besar. Nilai bantuan yang disiapkan Rp60 triliun dalam setahun. “Itu bisa menjadi kebocoran-kebocoran, permainan-permainan yang akhirnya manfaatnya tidak 100% dirasakan masyarakat kita yang miskin,” Buwas menambahkan.
Ia menyebut, suara-suara yang diangkat ingin mengesankan kalau beras Bulog adalah beras raskin, berkutu dan turun mutu. “Itu suara yang diangkat supaya Bulog tidak mendapat trust (kepercayaan), sehingga masyarakat terapriori. Itu kan keinginan kartel-kartel dan oknum-oknum,” tuturnya.
Dalam hal ini, Buwas menyebut pihaknya memang sudah menerima surat edaran dari Kementerian Sosial (Surat Edaran Menteri Sosial 01/MS/07-2019) untuk menyalurkan beras bagi program BPNT. “Sudah ada edarannya menteri. Pak Presiden dan Wapres pun sudah menegaskan. Yang belum ikhlas ini oknum-oknum di lapangan, yang selama ini mendapat keuntungan dari kegiatan ini,” ia menegaskan. Pihak yang belum ikhlas ini, Buwas melanjutkan, adalah oknum-oknum di lapangan, baik dari oknum dinas sosial maupun oknum mana-mana. Mengapa? Karena mereka terbiasa mendapat fee dari kegiatan ini.
Angin segar memang sempat disampaikan oleh Menteri Sosial Agus Gumiwang, saat Rapat Koordinasi Bantuan Sosial Pangan awal Juli lalu. Ia menegaskan, pihaknya mempercayakan tanggung jawab penyaluran beras BPNT kepada Bulog. “Kami pokoknya siap dukung Bulog 100%. Sebagai manajer supplier Bulog akan 100% menerima beras BPNT yang nantinya akan disalurkan ke masyarakat,” kata Agus seperti dilaporan Anjasmara Rianto Putra dari GATRA.
Meski demikian, faktanya pihak Bulog masih meragukan komitmen Kemensos tersebut, terutama di tingkat pelaksana lapangan. Buwas pun memaparkan beberapa temuan di lapangan. “Fakta di lapangan, masyarakat penerima manfaat BPNT malah dipermainkan. Saya bisa membuktikan,” ungkap Buwas. Permainan itu misal, jatah beras yang diberikan dikatakan kualitas premium, namun faktanya medium. Jadi, yang sebelumnya dia harus dapat 10 kilogram, namun kenyaraannya hanya mendapat 5 kilogram saja.
“Bulog ingin membuktikan itu supaya tidak terjadi permainan. Permainan –berkembangnya kartel-kartel itu—memang dibuat oknum-oknum ini tidak siap, agar ada celah untuk bermain," Buwas menegaskan.

Sama halnya juga dengan hasil penelusuran GATRA di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi, yang menyebutkan bahwa ada inkonsistensi di mana beras yang disalurkan BPNT bisa menggunakan mitra-mitra dan tidak mesti dari Bulog. Sedangkan pada surat edaran yang baru diperintahkan harus menggunakan beras Bulog. “Ini yang menimbulkan kerancuan di lapangan. Sebab, ketentuan tersebut hanya berbentuk hasil kesepakatan dan bukan sebuah keputusan,” kata Kepala Bulog Kuala Tungkal, Rahimuddin, kepada Rolis Saputra dari GATRA beberapa waktu lalu.
Dalam hal ini, Buwas menyebut dengan beralihnya dana bansos rastra ke program Kemensos, maka seharusnya anggaran itu dipegang oleh Kementerian Keuangan. “Menurut saya, kalau anggaran seperti itu, programnya ada di Mensos, pelaksananya Bulog, maka uangnya harus di Menteri Keuangan. Kalau ada di Mensos bisa dipakai main dong. Karena manusia-manusia kita mentalnya masih jeblok,” Buwas menegaskan.
Terkait dengan hal itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKB, Daniel Johan, menyebut kalau langkah untuk menyimpan anggaran di Kemenkeu tersebut sangat mungkin dilakukan. “Ini seperti halnya dengan dana desa yang juga disimpan melalui Kemenkeu,” ungkapnya kepada Mahmuda Attar Hussein dari GATRA.
Seperti apa upaya untuk memenuhi itu? Buwas hanya menyebut upayanya adalah pendekatan dengan menyampaikan permintaan tersebut ke Komisi IV DPR RI. Beberapa hal keluhan juga sudah ia sampaikan beberapa kali saat rapat dengar pendapat. “Artinya, dengan Komisi IV kita kerja sama evaluasi bagaimana Bulog. Regulasi-regulasi kita mesti banyak yang diubah,” katanya.
Adapun berkaitan tudingan yang disampaikan oleh Buwas itu, wartawan GATRA Ahmad Jilul Qurani mencoba mengonfirmasi hal tersebut ke pihak Kemensos, namun belum mendapat jawaban dan respons atas permohonan wawancara GATRA.
Birny Birdieni