
Yogyakarta, gatra.net- Aktivis dari Pusat Perlindungan Orangutan mendesak agar proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Batang Toru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, dihentikan sementara. PLTA ini dikhawatirkan mengancam populasi satwa khususnya orangutan.
Pendiri Centre for Orangutan Protection (COP) Hardi Baktianto mengatakan proyek itu dari awal bermasalah, seperti dokumen analisis Dampak Lingkungan (amdal) yang palsu.
Menurut Hardi, pembangunan bendungan dalam proyek itu juga mengancam ekosistem hutan dan mata pencarian ribuan penduduk di sana.
"Proyek itu juga berada di sesar gempa. Banyak persoalan karena diabaikannya standar dasar sebelum proyek itu dimulai," kata Hardi dalam konferensi pers di Bong Kopitown, Kota Yogyakarta pada Jumat (20/9) siang.
COP meminta proyek ini dievaluasi dari awal yakni dengan melakukan survei dan kajian dengan benar. "Rekomendasi kami adalah tolong proyek ini dihentikan dulu sementara. Kita coba melakukan dengan benar, survei dengan benar, kajian yang benar. Semuanya ditata dari awal," ujarnya.
Sebelum menggelar konferensi pers ini, para aktivis melakukan aksi di bundaran Universitas Gadjah Mada (UGM). Mereka mengenakan topeng dan kostum, membawa poster, dan melakukan aksi diam.
Indira Nurul Qomariah, ahli biologi COP, menjelaskan di sekitar proyek PLTA itu ada 41 orangutan. Jika akibat proyek itu satu orangutan betina itu hilang atau mati, itu artinya menghilangkan lima orangutan. Sebab setiap satu betina selama hidupnya bisa melahirkan sekitar lima orangutan.
Menurutnya, orangutan mirip seorang petani. Mereka memakan buah, kemudian bijinya disebar. Perilaku itu membantu regenerasi hutan. Daya jelajah mereka pun cukup luas, yakni sekitar 500 hektar per hari.
Menurut Indira, orangutan hanya hidup di Indonesia dan sebagian kecil wilayah Malaysia. Tentunya akan menjadi perhatian dunia bila Indonesia tak mampu menjaga eksistensi mereka.