
Jakarta, gatra.net - Masyarakat kerap memilih untuk mencabut gigi saat merasakan sakit. Dengan mencabut gigi, mereka mampu mengatasi rasa sakit. Namun, tidak seluruh kondisi gigi sakit harus diambil. Beberapa kasus dapat ditangani hanya melalui perawatan secara intensif di dokter gigi.
Ketua Umum Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Dr. drg. Hananto Seno, MM, SpBM mengklasifikasikan sejumlah kondisi gigi yang memang harus dicabut. Hal ini disampaikan saat acara Indonesia Dental Exhibition & Conference (IDEC) di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta, Jumat (13/9).
Pertama seputar estetika yang jelek. Menurutnya, kondisi gigi anak yang memiliki rahang maju, harus tetap dicabut. Hal ini guna mendapatkan tempat, supaya bisa mundur. Sebab, rahang yang maju secara estetiknya jelek.
Kedua, mengenai sumber infeksi. Apabila pola gigi bagus, tetapi menjadi sumber infeksi. Itu memang harus diambil. Hananto mengatakan, gigi terlihat bagus dan utuh, meski gusi meradang karena tidak rapi. Selain itu, kerusakan gigi dapat menyebabkan sakit jantung. Hal ini terlihat dari kuman yang ada di gigi, apakah sama dengan yang berada di peredaran darah.
Ketiga, terkait gigi menabrak. Ketua PDGI ini mengatakan, gigi tidak berguna karena menabrak. Di dalam itu hanya akar gigi, bukan mahkota. "Kalau mahkota dibuat di luar. Nah, kalau di dalam terus, jaringan lunak (folikel) di dalam gigi akan tertutup, serta dapat menyebabkan tumor, kista dan berbagai macam penyakit," katanya.
Hananto juga mengatakan, untuk kondisi masyarakat yang ingin menjadi polisi atau militer, gigi taringnya tidak boleh dicabut. Kalau sampai diambil bisa tidak lolos karena syaratnya harus utuh enam gigi depan atas dan enam gigi depan bawah.
"Intinya, ada paradigma pertahankan gigi selama mungkin dalam rongga mulut. Fungsi gigi itu kan ada banyak, untuk mengunyah, membantu menelan, berbicara, estetika, dan [beberapa] hal yang berhubungan dengan seksual. Jadi, kalau gigi masih bisa berfungsi sebagaimana mestinya, wajib dipertahankan," pungkasnya.